..."La Tahla , janganlah Mengeluh. Penderitaan adalah hadiah dari sang Khaliq karena di dalamnya akan selalu tersembunyi sebuah rahmat."...
..._Hasna Aulia Zahrani_...
...🍂🍂🍂🍂...
Di rumah sakit daerah, tempat Afkha mendapatkan penanganan.
Afnan dan juga Ubaydillah baru saja sampai di rumah sakit tersebut menjelang Subuh. Mereka bergegas ke ruangan resepsionis untuk menanyakan keberadaan korban kecelakaan yang dibawa tadi sore.
Ruang ICU di lantai tiga, menurut petunjuk dari petugas resepsionis. Afnan dan Ubaydillah bergegas menaiki lift dan menuju lantai tiga. Tidak sulit mencari ruangan Afkha, Karena setelah sampai di lantai tiga beberapa polisi nampak berjaga di sana.
Afnan dan Ubaydillah berucap salam, dijawab salam pula oleh mereka.
"Saya orang tua dari pasien korban kecelakaan tadi sore Pak!" ujar Afnan
"Oh, seperti itu. korban untuk si perempuan atau laki-laki?" tanya polisi yang baru saja berjabat tangan dengan Afnan.
"Memang, ada berapa korban Pak?" tanya Afnan sambil mengerutkan dahi.
"Ada dua korban, satu laki-laki dan satu perempuan. Dari mobil yang berbeda."Jawab pak polisi.
"Astagfirullah ...." Afnan dan Ubaydillah saling menatap setelah mengucap istighfar secara bersamaan.
"kami belum mengerti Pak, apa yang terjadi. Kami adalah orang tua dari si laki-laki kalau salah satu korban adalah seorang perempuan." Ubaydillah ikut bicara.
"Assalamualaikum ... Ustadz Afnan, Ustadz Ubay."
"Wa'alaikum salam warahmatullah, loh Akhi ...?" Afnan dan ubaydillah berusaha mengingat-ingat seorang polisi muda di depannya.
"Afif Abizar! Saya salah satu santri Putra yang pernah mondok di pesantren Hubbul Wathan." jawab polisi muda tersebut dengan memperkenalkan dirinya, padahal Afnan dan Ubaydilah sudah membaca namanya di nametag yang tersemat di seragam kepolisian yang ia kenakan, bagian dada.
"Masya Allah akhi Afif!" Afnan dan Ubaydillah berusaha mengingat polisi muda di depannya. Mereka ingat Afif keluar dari pesantren sekitar dua tahun yang lalu dan sekarang sudah jadi polisi.
Polisi Afif nampak bahagia, karena dia masih dikenali oleh kedua Ustadz yang pernah ikut mendidiknya.
"Baiklah Ustadz, keadaan Putra Ustadz saat ini belum sadarkan diri."
"Astagfirullahalazim!"
Afif dan polisi yang lain, mulai menjelaskan kronologi kecelakaan yang terjadi, dari penemuan berdasarkan hasil penyelidikan yang mereka lakukan. Sudah dipastikan bahwa penyebab kecelakaan itu adalah mobil Afkha, yang mengalami pecah ban dan sepertinya Afkha salah menginjak atau menekan tombol turbo sehingga mobil malah melayang dan menghantam mobil yang sedang melintas di depannya.
Polisi menemukan dari tanda pengenal korban lainnya adalah perempuan. Setelah menghubungi salah satu kontak yang ada di ponselnya, menurut orang yang berhasil dihubungi, itu adalah artisnya. Ternyata si perempuan adalah seorang model.
Tepat setelah polisi selesai menjelaskan kronologi kecelakaan untuk penyelidikan sementara, Azan subuh berkumandang. Afnan dan juga Ubaydillah segera berpamitan untuk melaksanakan Salat Subuh terlebih dahulu, sebelum melihat keadaan Sang putra. Mereka dibarengi oleh beberapa orang polisi lain yang bergantian untuk Salat dan sisanya tetap berjaga.
Afnan menangis pelan di atas Sajadah, memohon ampunan dan juga kemudahan dari Sang khaliq. Tadi ia mendengar bahwa luka si perempuan sepertinya cukup parah. Akan tetapi untuk Afkha sendiri hanya dikatakan ia tidak sadarkan diri.
Setelah selesai Salat Subuh dan puas menumpahkan air mata di hadapan sang pencipta-Nya, Afnan dan Ubaydillah bergegas kembali ke ruangan dimana Afkha saat ini mendapatkan penanganan.
Saat mereka tiba di depan ruang ICU, dokter baru saja keluar dari ruangan itu. Sepertinya baru saja melakukan pemeriksaan terhadap Afkha.
"Assalamualaikum dokter, Saya Ayah dari pasien yang ada di dalam. Bolehkah saya masuk untuk melihatnya? dan bagaimana keadaannya?" tanya Afnan.
"Wa'alaikum salam warahmatullah ... Alhamdulillah, keadaan pasien stabil hanya belum sadarkan diri. Semoga setelah kami memberikan penanganan ia akan segera sadarkan diri. Jika Anda hendak melihatnya silakan! satu persatu dan tidak bisa berlama-lama di dalam," ujar dokter.
"Adakah luka serius pada tubuh Putra Saya dok, sehingga tidak sadarkan diri?" tanya Afnan lagi. Jujur ia merasa ketar-ketir ketika ingin masuk,di dalam hati kecilnya Afnan belum siap untuk melihat kondisi Afkha yang sebenarnya.
"Putra Anda tidak mengalami luka serius pada bagian luar tubuh. Akan tetapi kita harus melakukan pemeriksaan kembali setelah ia sadar. Namun, untuk korban si perempuan sepertinya mengalami luka yang cukup serius di bagian wajah dan kami pun belum mendapatkan hasil pemeriksaan yang komplit sebelum dia sadar." Terang dokter
"Astaghfirullahaladzim." Afnan dan Ubaydillah saling melempar tatapan, Ubaydillah mengangguk pelan pertanda menyuruh Afnan agar masuk kedalam ruangan Afkha.
Afnan pun memantapkan hati untuk melihat keadaan putranya. Setelah mengakhiri perbincangan dengan dokter, Afnan masuk ke ruangan Afkha. Afnan menghela napasnya berat sembari tak henti berdzikir di dalam hatinya. Hatinya begitu perih, melihat Sang putra terbaring lemah di atas brangkar dengan selang infus dan beberapa alat medis lainnya tersemat pada tubuhnya.
Dzikir Afnan (memohon ketabahan diri dalam menghadapi musibah): "Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa 'ala kulli syai'in qodir."
Artinya: "Tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya segala kekuasaan dan bagi-Nya segala pujian, dan Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatunya."
Keterangan: "Minimal baca sebanyak sepuluh kali, maka ia seperti orang yang telah memerdekakan empat jiwa dari anak keturunan Isma'il." (HR. Bukhari/Muslim no. 6404)
"Assalamualaikum Aa, ini Biyya. Bangun Sayang! sudah waktunya Salat Subuh," bisik Afnan di telinga Afkha. Tentu tidak ada pergerakan dari Afkha karena ia memang sedang tidak sadarkan diri.
"Allahumma rabbannaasi adzhibil ba’sa wasy fihu. wa antas syaafi, laa syifaa-a illa syifaauka, syifaa-an laa yughaadiru saqomaa."
Artinya: "Ya Allah, Dzat yang dipertuhankan manusia, semoga Engkau berkenan menghilangkan kesusahan dan menganugrahkahkan kesembuhan pada ia yang sedang dicoba sakit, karena Engkau adalah Dzat Yang Maha Menyembuhkan. Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit lain." (HR: Bukhari dan Muslim).
Afnan menggenggam tangan kanan Afkha. Sebelum masuk ke dalam ruang ICU, Afnan mendapatkan pesan dari Hasna yang mengabari bahwa mereka kehilangan calon cucu.
"Maafkan Biyya Nak! di saat kalian tertimpa musibah, Biyya tidak bisa berbuat apapun selain melantunkan doa dan pengharapan untuk keselamatan kalian. Entahlah, haruskah Biyya sampaikan berita duka tentang calon buah hati kalian, saat ini?"
Afnan tidak lama berada di ruang ICU tersebut, karena hanya di izinkan sepuluh menit saja untuk berada di dalam. Setelah berpamitan kepada Afkha lewat bisikan. Ia segera keluar dan bergantian dengan Ubaydillah yang juga hendak melihat Afkha. Afnan duduk di ruang tunggu dan terlihat mengobrol dengan dua orang polisi yang masih berada di koridor rumah sakit tersebut.
Di rumah sakit tempat Shanum di rawat.
Seorang pegawai rumah sakit, baru saja mengantarkan sarapan pagi untuk pasien. Dia meletakkan nampan berisi makanan dengan air teh hangat di atas filing kabinet yang berada di sisi tempat tidur. Setelahnya pegawai tersebut berpamitan Untuk mengantarkan makanan ke ruangan lainnya.
"Ma'em dulu ya Sayang! setelah itu ada obat yang harus diminum." pinta Hasna.
Di sofa seberang tempat tidur, Lintang beserta kedua orang tua shanum nampak sedang duduk dan bercengkerama. Lintang sedang menceritakan perihal apa yang terjadi kepada Shanum. Orang tua shanum tiba dari Bandung menjelang Subuh.
"Mual Mimma," keluh Shanum, sembari membekap mulutnya ketika ia melihat makanan.
"Ya kalau tidak makan, lalu bagaimana? kan harus minum obat!" ucap Hasna dengan lembut, "atau mau makanan dari luar rumah sakit? biar Mimma belikan." tawar Hasna kemudian.
Shanum malah diam, air matanya mulai bercucuran. Hasna mengerti Shanum menginginkan Afkha berada di sisinya. Mereka belum menceritakan perihal Afkha yang mengalami kecelakaan.
Ketika tadi Shanum mendesak mempertanyakan keberadaan Afkha, di saat Hasna serta Lintang kebingungan harus menjawab apa, bersyukur orang tua Shanum datang dan sedikit membuat perhatian Shanum teralihkan.
"Sayang ...." Hasna menatap lembut Shanum sembari menggenggam tangan Shanum. Memang Shanum ini luar biasa manjanya terhadap Hasna, melebihi terhadap ibunya sendiri. Ia bisa menangis dan merajuk di depan Hasna. Shanum adalah menantu sekaligus teman untuk Hasna dan Lintang. Shanum mengenal Hasna dari ia kecil, bahkan Hasna sering mengajak Shanum menginap dan mengajaknya bepergian sebagai teman Afsha. Walupun akan sering berselisih faham dengan Afkha.
Terlebih saat ini Shanum-lah yang kerap kali mereka temui setiap harinya di ponpes karena Putri lain dari Hasna dan Lintang tinggal berjauhan. Afsha tinggal bersama suaminya, tidak begitu jauh dari kawasan Hubbul Wathan. Sedangkan Kyra, putri dari Ubaydillah dan Lintang lebih memilih melanjutkan bersekolah di daerah Jakarta, tinggal bersama orang tua Lintang.
Arsya juga tinggal di Jakarta. Ia lebih memilih mengurusi pabrik tekstil milik Ubaydillah yang sudah atas namanya. Arsya tinggal bersama orang tua kandung Ubaydillah yang kini menetap di Jakarta. Ia akan pulang ke ponpes Hubbul Wathan saat dirinya sedang tidak sibuk.
Maka dari itu, setelah Shanum masuk menjadi anggota dari keluarga Hubbul Wathan, ia sudah seperti anak kandung bagi Hasna dan Lintang.
"Mimma, tolong katakan di mana Aa Kha?" tanya shanum dengan menatap Hasna penuh harap.
Sepertinya Hasna juga tidak bisa mengelak lebih lama, menyembunyikan keberadaan Afkha. Hasna menghela nafasnya berat ia memejamkan matanya sejenak dan ....
"Sayang janji, untuk tabah, tenang dan menerima kabar ini dengan ikhlas. Kamu jangan histeris!" pinta Hasna tetap dengan nada lembut.
"Insya Allah, katakan Mim!" pinta Shanum.
"Hem ...." Hasna menghela napasnya sebentar, "semalam ...." berhenti sejenak karena tidak sanggup untuk mengatakannya.
Shanum dengan sabar menanti. "Iya Mim?" tanyanya lagi.
"Aa ... mengalami kecelakaan di perbatasan kota. Tepatnya di jembatan simpang empat!" ucap Hasna cepat dan tanpa jeda.
Shanum menganga, lalu ia menggelengkan kepalanya perlahan. "Astaghfirullah ... katakan Mima bercanda?" tanya Shanum.
"Mana ada bercandaan, Sayang! ini bukan waktunya bercanda. Sayang, memang itu yang terjadi saat ini, suamimu ada di rumah sakit umum daerah. Biyya serta Om ubay sedang melihatnya ke sana. Mimma dan Aunty belum mendapatkan kabar dari mereka, kami hanya tahu jika mereka sudah sampai di sana sebelum subuh tadi." terang Hasna.
"Innalillahi ... tidak Mimma, tidak! Aku ingin ke sana, bawa Shanum kesana Mimma. Aku ingin melihatnya, bagaimana keadaannya?" pekik Shanum, sebagaimana Hasna memperingatkan agar ia tidak histeris, tetap saja saat mendengar berita duka ini, nada pekik terkejut dari Shanum sedikit meninggi.
"Tidak bisa Sayang! kamu masih lemah, jarak dari sini ke sana itu jauh. Maka dari itu, tolong kamu makan! agar tenaga mu pulih dengan cepat."
"Tidak mengapa Mim. Aku sudah Kuat, bawa ngebut Mim. Di dalam hitungan menit, aku yakin akan sampai ke sana dengan cepat." ucap Shanum.
"Tidak Sayang, tidak seperti itu. Mimma hanya menggunakan kecepatan di sirkuit, bukannya jalan biasa. Karena ini bukan keadaan yang betul-betul darurat Walaupun memang gawat." Hasna berusaha menenangkan Shanum dengan memeluknya
Shanum menangis dalam pelukan Hasna. "Sayang, Kamu kuat! kamu itu tegar. Biasanyakan kamu seperti itu, tolong jangan lemah," ucap Hasna.
Lintang dan orang tua Shanum yang melihat anak mereka menangis, segera menghampirinya "Ada apa?" tanya mereka secara bersamaan.
Ibu Shanum duduk disebelah putrinya, ia mengelus lembut kepalanya.
"Aku sudah menceritakan semuanya Lin. Tentang Aa Kha," ujar Hasna.
Orang tua shanum belum mengetahui tentang Afkha, maka dari itu mereka hanya saling pandang. Lintang seakan mengerti dari tatapan mata suami-istri tersebut.
"Aa Kha mengalami kecelakaan semalam." ucap Lintang.
"Astaghfirullahaladzim," ucap ibunya Shanum.
"Innalillahi ...." timpal ayah Shanum.
"Mengapa ini terjadi pada ku? salahkah jika aku bersedih atas musibah ini?" tanya Shanum dengan derai air mata.
"Tidak ada yang salah dengan tangisan selama itu wajar. Yang tidak boleh itu ... La Tahla, janganlah Mengeluh. Penderitaan adalah hadiah dari sang Khaliq karena di dalamnya akan selalu tersembunyi sebuah rahmat." ucap Hasna.
Akhirnya Lintang dan Hasna menceritakan apa yang mereka tahu tentang kecelakaan Afkha dan mereka pun memberitahukan bahwa Afnan sedang melihatnya di rumah sakit sana.
"Yang tabah sayang! tegarkan hatimu, tenangkan dirimu dengan dzikir. Kan itu yang biasanya kamu lakukan." Ibunya Shanum ikut menguatkan putrinya.
"Baik Mah!" jawab Shanum sembari menghapus sisa-sisa air matanya.
"Iya Sayang. Tolong kamu jangan memaksakan diri untuk ke sana. Setelah dari sini, papa akan menyusul Biyya serta Om kamu sana. Nanti Papa kabari keadaan suamimu," Sambung ayah Shanum.
"Sayang, Mimma yakin kamu kuat. Ingat! Orang mukmin yang ditimpa kesusahan, kesedihan atau sakit yang terus-menerus sampai kepada kesengsaraan yang menyusahkan, maka Allah akan menghapus kejelekan-kejelekannya dengannya (sakit tersebut)," (HR: Tirmidzi) ujar Hasna dan Shanum mengangguk.
"Tetap semangat!"
"Insya Allah Aunty Lin."
Di sisi lain kota 'S',
Di rumah minimalis dua lantai, penghuninya mulai nampak menggeliat dari sisa malam setelah melaksanakan Salat Subuh. Para Art di rumah tersebut, mulai melakukan tugasnya masing-masing.
Sang tuan rumah nampak sudah bersiap untuk sarapan. Kini sudah pukul enam tiga puluh. Pemilik rumah tersebut adalah Afsha dan suami yang bernama Gentala.
"Aein ... kata Ambu Sari, di bawah ada Dek Aaf." ujar suami Afsha yaitu Gentala, maksud Gentala adalah Aftha.
"Loh koq aku tidak tahu, Koh? pukul berapa dia kesini?" tanya Afsha sembari menghampiri suaminya yang sedang duduk di sisi tempat tidur.
"Sepertinya sebelum Subuh. Appa mendengar suara motor masuk ke halaman ya sekitar pukul empat." jawab Gentala. Lalu ia menarik pelan sang istri agar duduk di pangkuannya.
"Ada apa ya? tidak biasanya si Adek datang sepagi ini?"
"Mungkin kangen sama aku! sudah lama tidak merampok uangku, dia." Tawa renyah Gentala dan terdengar menggemaskan.
Aftha memang sering meminta uang kepada Gentala. Ia akan menyalurkan uang yang ia dapatkan untuk berbagi dengan kaum dhuafa dan orang yang membutuhkannya. Tentu saja Gentala tidak keberatan, katanya agar setiap rezekinya berkah, padahal Afnan sudah melarangnya karena Aftha sendiri sudah memiliki dana dari perusahaan untuknya beramal. Akan tetapi cara Gentala menanggapinya hanya tersenyum. Mana mungkin ia dapat menolak berbuat baik sebagai bentuk kasih sayang untuk keluarga istrinya, mereka sudah banyak menolongnya, saat ia belum mendapatkan hidayah Hijrah.
"Sembarangan, masa Adikku yang unyu itu di samakan dengan perampok, dasar Koko jahil," Protes Afsha dengan mencubit hidung mancung suaminya.
Di saat mereka sedang asik bercengkrama dan bermanjaan. tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan lebar, Ammi ... Appa. Lama cekali, Gean cudah lapal." Seorang anak berusia sekitar empat tahunan berkacak pinggang di ambang pintu.
Bersambung ...
Nb: Readers Gemez ku! maaf ya untuk cerita Afsha akan Up Setelah cerita Afkha ini Tamat. seharusnya memang yang terlebih dahulu Up itu cerita Afsha. Akan tetapi Author bad mood 🙉🙏karena kehilangan naskah TITIK TAKDIR (judul kisah Afsha) sebanyak lebih dari 5000 kata.
Kisah Afsha di sini sudah bahagia dengan suaminya. Di kisah yang sebenarnya, banyak lika-liku hidup yang membawa penderitaan juga yang akhirnya meraih kebahagiaan.
Terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Samudra Rohul
gentala suami nya afsa dulu kek nya agama nya BKN Islam ya thour, AQ sbnar nya lebih penasaran SMA cerita afsa dari PD aa kha
2022-11-27
1
titaros
ditunggu cerita afsha thor
2022-08-28
0
Denos.Aries
waduhhh 😁
gak sabar 😍
2022-06-24
1