Gadis Jelek Berubah Jadi Cantik

Gadis Jelek Berubah Jadi Cantik

Minder karena penampilan

"Woi Manusia arang datang tuh." Seorang cowok berbisik pada temannya yang di sebelahnya. Gue udah menduga bakal terjadi seperti ini, sebelum gue datang ke sekolah. Mereka yang lalu lalang di koridor sekolah langsung berhenti semuanya menatap ke arah gue. Hati gue berdetak tak karuan. Padahal sebelum datang ke sini. Gue udah meyakinkan hati buat percaya diri, tapi itu semua sirna saat semua orang melihat ke arah gue. Waktu terasa berhenti saat itu. Mereka semua menatap gue dengan tatapan aneh. Ada pula yang berbisik ke temannya.

"Udah Lo yakin aja." Ucapan Kakak Sinta tergiang di kepala gue. Terima kasih atas semangatnya kak. Tapi entah kenapa rasa takut gue mampu megalakan rasa percaya diri. Gue menunduk sambil berjalan pelan dengan kedua tangan memegang legan tas dengan erat.

"Hahaha. Jelek banget ya, manusia apa bukan itu." Samar gue bisa denger suara dari arah belakang gue. Ayo Ra Jagan diambil hati terus jalan. Gue menyemangati diri sendiri. Tapi kenapa lankah gue semakin lama semakin lambat.

"Katanya sih ibunya model, tapi kok anaknya kayak gitu ya." Ucap salah satu siswi yang berdiri di samping gue yang bersama tiga temannya.

"Anak pungut kali."

"Bisa jadi, Munkin."

Ucapan mereka membunuh mental gue yang semakin lemah. Mereka megatain gue anak pungut itu membuat gue ngak percaya pada cerita almarhuma mama gue yang bercerita saat kecil kalo gue itu anak kandung Mama yang paling disayang. Gue menghapus air mata gue yang tanpa sadar menetes degan kedua Legan.

"Dia nangis tu."

"Tamba jelek ya."

"Hei kalian, sudah Jagan begitu." Seorang siswi berkaca mata datang dan menegur siswi-siswi yang ngomongin gue itu.

Tingal beberapa langkah lagi gue sampai di kelas. Tapi itu sama saja orang-orang di kelas juga sama jahatnya. Mereka semua tidak punya hati, hati mereka digunakan Harus untuk megina dan mencerca. Mematakan semangat yang gue susah payah bangun.

Gue berhenti di depan pintu kelas 12 C IPS. Hati gue berdetak kencang, perlahan tagan gue yang tampak gemetar ini memegang kenop pintu masuk. Dan apa yang terjadi.

Saat gue membuka pintu masuk. Seluruh mata tertuju pada gue. Gue kembali menunduk. Tampak anak-anak siswi yang melihat gue berjalan depan mereka mencibir gue.

"Kok bau busuk ya, perasaan tadi ngak ada." Siswi berbando kuning dengan rambut panjang menutup hidungnya sambil tertawa kecil.

"Iya ni bau banke. Sumpah baru pertama kali ini gue mencium bau sebusuk ini." Disusul siswi lainnya. Gue tau mereka semua mengejek gue. Tapi gue berusaha tetap biasa saja. Kalian tau meskipun gue jelek begini gue juga punya hati dan perasaan. Jadi tolong jaga mulut kalian sebelum berkata-kata.

Mata gue mendelik kaget setelah sampai di banku tempat gue duduk paling pojok belakang dekat jendela penuh degan coretan acak-acakan yang tertulis kalimat yang bikin hati gue tak tahan menahan tangis.

Mati aja deh Lo.

Anjing sialan.

Pindah sekolah aja sana.

****, setan.

Manusia Arang.

Dekil.

Dan kalimat yang lainnya yang tak begitu jelas karena ditulis dengan kebencian mereka. Gue ngak pernah salah atau berbuat salah pada orang-orang. Tapi kenapa yang mereka lakukan ke gue seakan gue telah berbuat kesalahan besar yang tidak bisa dimaafkan.

Gue tarok tas gue di samping kursi yang kosong di kanan gua, karena memang gue duduk sendiri Karena ngak ada yang mau duduk sama gue.

.

.

.

.

.

.

.

Rara Wulan.

Kak pulang nanti Rara

ngak usah dijemput ya.

Sinta C.

Kenapa?

Rara Wulan.

Ngak apa kok, aku

mau pulang sendiri aja.

Sinta C.

Kamu kalo ada

masalah di sekolah cerita

degan kakak.

Rara Wulan.

Ngak ada kok.

Air mata gue menetes tak tahan, gue simpan Hp gue di tas yang tergeletak di jalan, munkin ini jalan yang terbaik buat gue. Agar gue ngak ngak perlu lagi dihina orang lagi. Munkin orang-orang juga senang dengan hilangnya gue. Selamat tinggal.

Rara melihat kiri-kanan dan setelah memastikan tempat itu sepih. Barulah kaki kanannya menaiki pembatas jembatan dan setelah itu kaki kirinya. Rara menatap hampa ke arah bawah yang arus airnya sungainya sangat deras. Rara telah memikirkan hal ini jauh-jauh hari. Di tempat jembatan rusak yang sepih, karena tidak digunakan untuk  kendaraan lewat. Rara menahan napas.

" Selamat tinggal semuanya." Batin Rara.

Baru saja Rara mau melompat sebuah tangan memegang bahunya dengan erat. Rara kaget dan melihat ke belakang.  Sinta degan wajah penuh Amara yang tidak pernah Rara lihat sebelumnya, Sinta tanpa abah-abah langsung menarik kerah baju belakang Rara.

.

.

.

Sebuah tamparan keras megenai pipi hitam Rara. Rara hanya terdiam duduk di lantai dengan tak berdaya. Saat Kakaknya itu memarahinya habis-habisan.

"Kamu jahat Ra."

"Kamu ngak mikirin Kakak. Kamu kalo ada masalah cerita sama Kakak, masalah ngak akan selesai jika kamu hanya diam dan menghakiri hidupmu." Bentak Sinta sambil menangis terisak-isak. Rara hanya terdiam.

"Untung kakak tau kamu disitu, coba kalo kakak ngak jemput kamu-." Sinta tak melanjutkan omoganya ia begitu sedih sambil menutup mulut dan menyadarkan tubuhnya ke dinding.

"Maaf."

"Aku ngak tahan kak. Aku ngak tahan dihina terus sama orang-orang. Aku ngak suka.. Aku ngak tahan sama sekali mendengar mereka ngatain aku. Mereka semua jahat." Rara tak kalah derasnya menangis sampai-sampai hidungnya keluar ingus. Rara menutup kedua telinganya, ucapan orang-orang di sekolah masih terngiang di kepala. Sulit untuk dilupakan.

"Jadi begitu, kalau masalah omongan kamu bisa cerita ke kakak ngak usah acara bunuh diri segala. Kakak sayang sama kamu Ra.. kakak ngak mau ada orang nyakitin kamu. Makanya kakak anterin kamu setiap hari, igin lihat siapa orang-orang yang merisak kamu di sekolah. Tapi justru kamu  marah Kakak anterin dengan alasan dibilang kayak anak kecil kamu lebih suka dengerin omongan orang-orang brengsek daripada kakak sendiri. Kakak sayang sama kamu Ra.." Sinta tanpa berhenti menangis memeluk Rara yang juga menangis terisak-isak.

"Jagan ulangi lagi. Yang kamu lakuin tadi."

Rara memeluk erat Sinta orang-orang satu-satunya yang paling ia sayangi, bagi Rara Sinta adalah harta berharga miliknya.

.

.

.

.

.

Dua hari kemudian

Setelah insiden percobaan bunuh diri itu. Rara tidak diperbolehkan oleh Sinta untuk pergi sekolah dulu. Sinta masih khawatir dengan kondisi Rara yang akan semakin buruk jika dirinya tetap sekolah dan juga tidak memungkiri jika Rara akan melakukan aksi bunuh diri lagi.

Rara membaca buku komik manga Jepang degan kedua kaki dinaikan ke atas meja. Ia tampak asyik dengan cerita yang disajikan sambil memakan kue kering sebagai cemilan.

Sinta membuka pintu masuk. Ia tampak tersenyum melihat Rara duduk di sofa  tengah asyik membaca komik. Sinta senang jika Rara senang. 

"Eh ngak sopan kalo kaki dinaikan di atas meja." Ucap Sinta menegur adiknya itu yang dinilai kurang sopan.

"Biarin." Rara cuek.

"Ini kakak bawain makanan buat kamu." Sinta menyodorkan satu tas belanjaan ke Rara.

"Wa asyik tumben." Rara tersenyum sambil membuka isi tas itu. Biskuit kesukaannya dan lain-lainnya.

"Kok kakak banyak banget bawak makanannya, lagi menang arisan ya. Biasanya juga satu dua, tapi ini banyak banget." Sankah Rara. Sambil memasang ekspresi muka mencurigai Sinta.

"Engak kok,  kebetulan di pasar sedang ada promo besar-besaran, ya jadi, Kakak ngak munkin meyiakan kesempatan emas ini." Jelas Sinta.

"Oh.. Terus ini apa." Rara mengambil paksa Tas belanja milik Sinta. Raut wajah Rara berubah cemberut ketika tau isi di dalamnya.

"Cuma alat Mak up doang. Ngak asyik ah." Rara mengembalikan Tas milik Sinta.

"Kamu kok cewek, ngak suka dandan sih." Sinta mengernyitkan dahi. Merasa heran dengan adik satu-satunya itu.

"Ngapain juga dandan kalo muka emang udah jelek." Jawab Rara santai.

"Jagan juga gitu dong dek, kamu sebagai cewek harus cantik di depan orang banyak. Siapa tau ada yang naksir lagi sama kamu." Nasihat Sinta ke Rara agar menyukai hal biasa yang disukai wanita. Tapi itu semua tidak didengar, bagi Rara kalo wajah udah jelek didandanin pasti tambah aneh. Makanya cewek itu selalu menghindar jika Sinta mau mendadaninya.

"Ngak munkin ada yang suka sama cewek aneh kayak gue ini kak." Ekspresi  Rara mulai agak sedih sambil menunduk.

"Jagan ngomong gitu dong. Pasti ada yang suka sama adik Kakak yang cantik ini jika dia mau dandan." Sinta tersenyum dengan sedikit tertawa.

"Itu ngasih saran apa ngeldek. Udah ah kak, Rara mau mandi dulu." Rara berdiri tegak dan megambil handuk Pink yang diletakkan di sofa.

"Cepat mandi gih, pantesan bauh." Suruh Sinta.

.

.

.

.

.

.

"Apa benar ya wajah gue cantik kalau didandanin."

Ucap Rara sambil menepuk kedua pipinya di depan cermin kamar mandi.

Terpopuler

Comments

-*-*-*angellica-*-*-*

-*-*-*angellica-*-*-*

eh gambar nya ada di aplikasi komik sebelah judul nya the secret angel

2020-08-15

0

Alfi Maesya

Alfi Maesya

udah mampir ya kak

2020-06-11

2

AFK.

AFK.

mampir kak semangat ya 💪😚

2020-06-11

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!