Suster Dadakan

"Apa yang sudah ku lakukan? Melihat wajah murung Sabina aku yakin dia sangat kesal padaku. Jika aku menegurnya sekarang, aku khawatir aku akan menjadi pelampiasan amarahnya." Celoteh ku sendiri sambil menuang air mineral kedalam gelas kaca yang ada di tangan ku.

Glek.Glek.Glek.

Aku meneguk air dingin yang ada di tanganku seperti orang yang tidak pernah minum selama berhari-hari. Sejujurnya dadaku terasa sesak, dan anehnya aku malah melampiaskan keluh kesahku dengan cara memaksakan diri melakukan hal konyol di depan Sabina, hal yang seharusnya tidak ku lakukan.

"Haruskah aku masuk kekamar? Bagaimana jika Sabina marah kemudian mengusirku? Apa sebaiknya aku tidur disini saja? Ahhhh.... Ini benar-benar membingungkan." Ucapku sambil menepuk-nepuk sofa yang ku duduki.

Uhuk.Uhuk.Uhuk

Tenggorokan ku terasa sedikit sakit, tanpa berpikir panjang aku langsung berlari kelantai atas. Di dalam tas medis ku ada obat yang biasa ku minum, sepertinya alergi ku kambuh lagi. Aku tidak ingin Sabina merawat ku setelah aku membuatnya kesal.

Bukankah ini aneh? Aku tidak ingin memperlihatkan kelemahan ku di depan Sabina. Entah sejak kapan aku berpikir sakit itu kelemahan? Dan bukannya masuk keruang kerja, aku malah mengetuk pintu yang di dalamnya ada wanita yang sudah sah menjadi istri ku itu. Malam ini aku menyadari ternyata aku pria yang sangat konyol.

Tok.Tok.Tok.

"Boleh aku masuk?"

Aku bertanya sambil memegang tenggorokan ku yang masih terasa sakit. Tubuhku rasanya seperti di tinju oleh belasan pria, ini sangat sakit sampai aku merasakan nyeri di setiap inchi tubuh jangkungku.

Troetttt.

Pintu terbuka sempurna dan wajah cantik Sabina menampakkan kemilau indahnya. Rambut panjangnya ia biarkan terurai dan menutupi mata kanannya. Aku terpesona oleh keelokan parasnya, bukannya mengucapkan kata-kata sanjungan, sakit di kepalaku malah semakin menjadi-jadi.

Gdebukkkk!

Aku jatuh di atas tubuh ramping Sabina. Tubuh mungil itu tidak bisa menahan berat badanku, kami berdua tersungkur dan terbaring di lantai dengan tubuh Sabina sebagai landasannya

"Aauuuu pinggangku." Ucap Sabina lirih sebelum aku kehilangan kesadaran. Sedetik kemudian aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya karena aku benar-benar hilang kesadaran. Mungkin hanya aku pengantin yang pingsan di malam pertamanya, dan mungkin saja aku tidak akan bisa menatap wajah Sabina saat aku terbangun nanti di pagi hari.

...***...

Aahhhhh!

Aku meringis menahan sakit, bagaimana aku tidak akan merasakan sakit saat tubuh rampingku membentur lantai. Dan anehnya tubuh kekar Mas Araf malah menindih tubuhku. Aku tidak bisa bergerak, aku tidak bisa bernafas, aku juga tidak bisa mengendalikan gejolak di hatiku. Berada di dekat mas Araf terlalu berbahaya, aku tidak tahu kapan cinta ini akan semakin tumbuh dan semakin menggebu, sebelum terlambat aku harus menekan diriku. Aku tidak ingin terjebak dalam perasaan cinta sendirian.

"Mas Araf, bangun. Apa kau bisa mendengarku? Kau sangat berat." Celotehku sambil menepuk punggung Mas Araf. Yang ku ajak bicara bahkan tidak bisa merespon apa pun. Ku tebak dia benar-benar tak sadarkan diri.

Dia kenapa? Apa dia tersinggung karena tingkah lakuku saat kami berada di bawah? Tidak mungkin. Aku bahkan tidak mengatakan apa pun padanya. Jika ada yang harus pingsan karena terkejut seharusnya aku bukan dirinya. Ini benar-benar membingungkan.

Gdebukkkk!

Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuh mas Araf, sekarang tubuh kekarnya terbaring di lantai, sama sepertiku. Aku merasa bersalah, karena terlalu keras mendorong tubuh mas Araf, pundak kirinya membentur daun pintu, aku bisa merasakan itu pasti sangat sakit. Seandainya ia tersadar, aku yakin aku pasti dalam masalah besar.

"Apa yang harus ku lakukan? Sudah di pastikan aku tidak akan bisa mengangkat tubuh jangkungnya menuju tempat tidur." Celotehku sambil berdiri.

Dengan mengucap Bismillah aku mulai menyeret tubuh jangkung mas Araf. Sekali pun Aku tidak pernah membayangkan peristiwa ini akan terjadi secepat ini.

"Sedikit la-gi." Ucapku begitu tempat tidurnya tinggal selangkah lagi. Aku tidak pernah menyangka pernikahan akan semelelahkan ini di hari pertama.

"Assalamu'alaikum, dokter Alam. Ini Sabina, tolong datang kerumah sekarang. Mas Araf pingsan, gejalanya terlihat seperti orang yang keracunan makanan, atau bisa saja dia alergi terhadap sesuatu, di wajahnya terlihat bintik-bintik merah seperti jerawat yang baru saja tumbuh." Ucapku dengan nada khawatir begitu ponsel yang ku letakkan di atas nakas berada di tangan ku dan tersambung dengan dokter keluarga Wijaya.

"Iya... Baiklah. Akan butuh satu setengah jam untuk sampai disana, jika memungkinkan tolong berikan dokter Araf obat.

Jika itu benar-benar alergi, tolong cari obat di dalam tas medisnya. Beliau selalu membawa obat itu kerumah sakit." Ucap dokter Alam di sebrang sana. Dari nada suaranya sepertinya ia sedang berjalan.

"Baiklah. Terima kasih." Balasku kemudian mematikan ponsel. Aku berjalan menuju kamar sebelah, kamar yang ku ketahui sebagai ruang kerja mas Araf.

Aku tahu rumah ini rumah yang mas Araf beli setahun yang lalu, rumah yang ia beli dengan hasil menabung selama dua tahun lamanya. Yang membuatku sangat menghormati mas Araf, dia pria yang mandiri dan berbudi luhur. Aku sendiri tidak tahu kenapa dia bisa bicara ketus padaku di lantai bawah tadi padahal sebelumnya dia tidak pernah melakukan itu.

"Ini dia." Ujar ku begitu obat alergi yang dokter Alam maksud ada di tanganku, obat yang selalu mas Araf bawa kemana pun dia pergi. Aku tidak pernah menyangka pria setangguh dirinya bisa kalah di hadapan Alergi yang biasanya diremehkan oleh sebagian orang.

Aku berlari menuju kamar tempat mas Araf terbaring tak sadarkan diri, netraku membulat sempurna dan aku mulai menghela nafas kasar. Tak ada pergerakan dari sosok rupawan itu. Dia seorang dokter dan lihatlah dirinya? Dia bahkan tidak bisa berkutik.

"Sebenarnya kau ini dokter atau kuli bangunan? Kau bahkan tidak bisa merawat dirimu dan kau anggap dirimu dokter hebat.

Malam ini aku memakluminya, jika hal seperti ini terjadi lagi aku tidak akan merawatmu. Kau terlalu berat untuk wanita sekecil diriku. Aku tidak bisa mengangkatmu." Celotehku sambil mengangkat kepala mas Araf dan memasukkan obat kedalam mulutnya.

Dia mulai bergerak, dia membenamkan kepalanya di dadaku, dia merangkul tubuhku, menarikku kedalam dada bidangnya. Matanya masih tertutup, apa mas Araf sedang berpura-lura pingsan kemudian mengambil kesempatan dalam kesempitan seperti yang sering terjadi dalam drama romantis yang sering ku tonton? Hampir saja aku meninju perut berototnya, namun gerakan tangan ku terhenti saat mendengar mas Araf bergumam.

"Mam... Araf kedinginan! Tolong berikan selimut itu. Araf janji Araf akan jadi anak yang penurut. Araf juga janji Araf akan mengikuti keinginan Mama untuk menikahi Sabina."

Tanpa terasa air mataku menetes dan mendarat tepat di pipi kiri mas Araf, aku mulai menatap wajah tampannya. Mas Araf memiliki alis yang tebal, tatapan matanya sangat tajam, hidungnya mancung laksana gunung pembatas, bibirnya tipis, dia juga memiliki bulu-bulu halus di wajahnya, bulu-bulu halus yang sengaja ia biarkan tumbuh sebagai pemanis di wajah tampannya.

Terkadang aku tidak memiliki keberanian untuk menatap mas Araf, aku takut terperangkap di netra coklat miliknya, terperangkap pada pesona indahnya.

Sabina... Sadarlah! Apa yang akan terjadi padamu jika mas Araf tahu kau menatapnya dengan tatapan cinta. Kau akan malu, sangat malu sampai kau tidak akan berani menatap wajahmu di cermin. Aku bergumam di dalam hati sambil perlahan melepaskan tangan Mas Araf yang masih melingkar di pinggangku.

Untuk apa aku malu? Dia suami ku bukannya selingkuhanku. Siapa yang akan berani memakiku hanya karena aku mencintai suamiku sendiri? Aku kembali bergumam, kali ini aku mengusap wajah tampan mas Araf dengan jemari lentik ku. Bibir tipisku mengukir senyuman. Sepertinya malam ini aku harus merawat mas araf, dan ini untuk pertama kalinya aku akan bertindak sebagai seorang suster, suster dadakan.

...***...

Episodes
1 Aturan Setelah Pernikahan
2 Suster Dadakan
3 Persahabatan
4 Mengagumi Mu
5 Cemburu?
6 Menggoda Araf (Sabina)
7 Mengantar Sabina (Araf)
8 Teman Curhat
9 Bertemu Ikmal (Sabina)
10 Apa Aku Cemburu? (Araf)
11 Bersikap Manis
12 Menjemput Morgiana
13 Tegang
14 Ngambek?
15 Mengurai Masa Lalu
16 Mengurai Masa Lalu (Part2)
17 Namanya Reem
18 Pelukan
19 Kediaman Mama Riska
20 Aleta Orphan
21 Makan Malam
22 Gagal Romantis
23 Profesor Baru
24 Kabar Bahagia
25 Rumah Sakit
26 Hujan
27 Bertemu Morgiana
28 Mr.Amerika
29 Mama Riska Terluka
30 Terlambat
31 Nasihat Dari Sabina
32 Baikan (Sabina vs Morgiana)
33 Hadiah Untuk Sabina
34 Pesta Sambutan
35 Bertemu Lagi
36 Bertemu Lagi (Part2)
37 Cinta Tanpa Pamrih
38 Mulai Berbohong (Morgiana)
39 Ketahuan
40 Tamparan
41 Salah Paham
42 Kabar Buruk?
43 Kabar Bahagia!
44 Bahagia Ini Nyata!
45 Di Atap
46 Tantangan Dari Morgiana
47 Terluka (Araf)
48 Berdebat Lagi (Sabina Vs Morgiana)
49 Membuat keputusan (Sabina)
50 Kesal (Araf)
51 Di Kafe
52 Ketakutan (Araf&Sabina)
53 Pesta
54 Terlibat (Araf)
55 Keributan Di Rumah Sakit
56 Amarah (Sabina)
57 Keributan
58 Keributan (Part2)
59 Kemarahan Mama
60 Kepergian Morgiana!
61 Terpaksa Berpisah!
62 Pengobat Rindu
63 Panik (Sabina)
64 Kerusuhan
65 Saling Menguatkan!
66 Bertemu Sabina (Alan)
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Aturan Setelah Pernikahan
2
Suster Dadakan
3
Persahabatan
4
Mengagumi Mu
5
Cemburu?
6
Menggoda Araf (Sabina)
7
Mengantar Sabina (Araf)
8
Teman Curhat
9
Bertemu Ikmal (Sabina)
10
Apa Aku Cemburu? (Araf)
11
Bersikap Manis
12
Menjemput Morgiana
13
Tegang
14
Ngambek?
15
Mengurai Masa Lalu
16
Mengurai Masa Lalu (Part2)
17
Namanya Reem
18
Pelukan
19
Kediaman Mama Riska
20
Aleta Orphan
21
Makan Malam
22
Gagal Romantis
23
Profesor Baru
24
Kabar Bahagia
25
Rumah Sakit
26
Hujan
27
Bertemu Morgiana
28
Mr.Amerika
29
Mama Riska Terluka
30
Terlambat
31
Nasihat Dari Sabina
32
Baikan (Sabina vs Morgiana)
33
Hadiah Untuk Sabina
34
Pesta Sambutan
35
Bertemu Lagi
36
Bertemu Lagi (Part2)
37
Cinta Tanpa Pamrih
38
Mulai Berbohong (Morgiana)
39
Ketahuan
40
Tamparan
41
Salah Paham
42
Kabar Buruk?
43
Kabar Bahagia!
44
Bahagia Ini Nyata!
45
Di Atap
46
Tantangan Dari Morgiana
47
Terluka (Araf)
48
Berdebat Lagi (Sabina Vs Morgiana)
49
Membuat keputusan (Sabina)
50
Kesal (Araf)
51
Di Kafe
52
Ketakutan (Araf&Sabina)
53
Pesta
54
Terlibat (Araf)
55
Keributan Di Rumah Sakit
56
Amarah (Sabina)
57
Keributan
58
Keributan (Part2)
59
Kemarahan Mama
60
Kepergian Morgiana!
61
Terpaksa Berpisah!
62
Pengobat Rindu
63
Panik (Sabina)
64
Kerusuhan
65
Saling Menguatkan!
66
Bertemu Sabina (Alan)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!