Mr.Love Love

Mr.Love Love

Aturan Setelah Pernikahan

Menikah!

Satu kata itu kini memenuhi rongga dadaku. Berulang kali aku mencoba meyakinkan diri kalau aku memang benar-benar sudah menikah.

Hhhmmm!

Menghela nafas kasar! Hanya itu yang bisa ku lakukan saat aku mulai menyadari kalau aku sedang duduk diam di kamar yang luasnya dua kali lipat di bandingkan dengan bekas kamar ku yang dulu. Dan anehnya rumah ini adalah rumahku sendiri, mahar yang di berikan oleh dia yang saat ini menjadi kekakasih halalku.

Haruskan aku bahagia? Mungkin saja aku memang harus bahagia. Tapi... Aku tidak suka kesunyian ini. Aku juga tidak suka termenung di kamar tanpa melakukan apa-apa. Sekarang aku baru menyadari ternyata aku tipe gadis yang menyukai tantangan. Lalu, bagaimana caraku melewati kehidupan baru ini? Akankah pria yang ku nikahi sejam yang lalu membebaskan ku untuk beraktivitas di luar rumah? Entahlah, aku sendiri tidak tahu itu.

"Aisttt! Perkakas ini terlalu berat." Celotehku sambil mencopot satu per satu hiasan yang ada di kepalaku. Aku sendiri tidak tahu namanya.

"Aku benar-benar bodoh. Seharusnya aku mengikuti keinginan wanita itu untuk melepaskan semua perhiasan yang menempel di tubuhku sebelum pulang kerumah.

Karena lelah aku bahkan tidak mengizinkannya menyentuh kepalaku. Ini benar-benar konyol." Celoteh ku lagi sambil meletakkan mahkota yang ku copot secara paksa dari kepalaku.

Entah berapa banyak peniti yang tertusuk di kain penutup kepala yang kugunakan. Aku sendiri sampai kewalahan membukanya satu per satu. Mungkin karena kelelahan sampai membuatku sedikit kesal.

Troeeettttt!

Suara pintu terbuka dari luar. Untuk sesaat nafasku terasa tak beraturan. Aku sangat takut sampai aku tidak berani menatap kearah pintu. Sudah di pastikan dia pasti akan meminta haknya di malam pertama kami, dan hal ini semakin membuatku merasakan ketakutan luar biasa. Rasanya aku ingin berteriak. Aku juga ingin berlari keluar kamar dengan sisa-sisa tenaga yang ku punya.

"Aku pikir kau sudah tidur!"

Glekkkkk!

Aku menelan saliva sambil menahan rasa takut. Mendengar teguran yang tidak ku duga-duga membuatku sedikit merasa lega. Aku lega karena aku yakin malam ini tidak akan terjadi apa-apa di antara kami berdua, aku tidak hanya menebak asal. Aku bisa mengetahui itu dari nada bicara pria yang sudah resmi menjadi suamiku itu.

"Ahhh iya. Maksud ku, aku belum mengantuk."

"Apa kau punya waktu? Ada yang ingin ku katakan! Lima menit cukup."

"Iya, ayo kita bicara." Balas ku sambil bangun dari posisi duduk ku.

Lima menit kemudian aku sudah duduk manis di sofa lantai bawah. Wajahku merunduk sempurna, aku bahkan tidak bisa menatap pria rupawan yang sudah menjadi suamiku itu. Dia terlalu menggemaskan dan aku takut terperangkap dalam pesona indahnya.

"Jujur, aku tidak tahu akan mengatakan apa padamu. Di depan kehendak Mama aku kalah tanpa bisa membantah.

Ada banyak hal yang ingin ku bicarakan. Tapi, lihatlah diriku? Saat melihat wajahmu aku mulai meleleh seperti garam yang terkena air.

Aku tidak tahu dari mana aku harus memulai pembicaraan ini. Duduk di depanmu saat ini membuatku merasa bersalah. Aku juga merasa panas dingin."

"Mas Araf tidak perlu sungkan padaku. Katakan apa pun yang mas Araf inginkan. Satu pintaku, jangan melakukan hal yang akan membuat kedua keluarga kita bertikai. Karena jika mas Araf sampai berani melakukan itu, aku berjanji pada diriku sendiri, aku akan menjadi musuh pertama bagi Mas Araf.

Aku tahu mas Araf sangat dekat dengan kak Alan, sedekat apa pun kalian, mas Araf tidak akan bisa mencegahku untuk berbuat nekat." Ucapku menegaskan.

Sabina... Kau benar-benar konyol. Apa yang kau katakan. Jika Mas Araf marah padamu kemudian kau di ceraikan di malam pertama pertikahan kalian bagaimana? Aku bergumam di dalam hati sambil menoleh kearah kiri, aku menggigit bibir bawahku karena aku sangat menyesal telah mengatakan omong-kosong.

Sedetik kemudian aku menatap wajah mas Araf, aku bisa melihat dengan jelas, tidak ada kebahagian yang terpancar dari wajahnya. Haruskan aku menangis? Jawabannya tentu saja tidak karena aku bukan wanita cengeng yang mudah mengeluhkan segala hal. Mungkin hanya aku pengantin menyedihkan yang tidak bisa melihat kebahagiaan dari wajah suaminya. Tidak apa-apa, yang penting semua orang sudah bahagia.

Apakah ini bisa di sebut dengan pengorbanan? Untuk siapa aku berkorban? Hidupku terlalu berharga untuk dikorbankan, jika dia yang ku sebut sebagai suami tidak bisa menerimaku sebagai bagian dari kehidupannya maka itu bukan kesalahanku.

Aku masih terdiam, kepalaku yang tadinya tertunduk kini terangkat dengan sempurna.

Cessss!

Tatapan kami saling beradu, untuk sesaat aku merasakan dadaku berdebar sangat kencang, seolah jantungku akan loncat keluar. Debaran ini, gelora ini, semuanya masih serasa bagai mimpi.

Aku tidak salah-kan jika mempunyai perasaan aneh ini untuk mas Araf? Jika bukan padanya lalu pada siapa lagi aku akan melabuhkan perasaanku? Walau kami menikah karena perjodohan tetap saja ini karunia dari yang Kuasa, dan aku sangat mensyukurinya. Gumamku dalam hati sambil melipat kedua lengan di depan dada.

Entah apa yang di pikirkan mas Araf? Wajah tampannya pun berubah seketika. Dia terlihat khawatir, dari tingkahnya aku bisa melihat kalau dia merasa tidak nyaman membicarakan masalah yang mengganggunya. Aku berharap masalah ini tidak sampai mengganggu hubungan kami, hubungan lama yang telah berubah menjadi pasangan suami-istri.

Suami-istri?

Rasanya aku ingin tersenyum mendengar ucapan itu. Tapi sebisanya aku berusaha menahan diri agar tidak terlihat seperti wanita gampangan di depan mas Araf.

"Aku tahu ini akan sedikit sulit untuk mu jika kau sampai mendengar ucapan omong-kosong ku. Walau demikian aku akan tetap mengatakannya.

Setelah mendengar yang akan ku katakan, kau bisa menghinaku sesuka hatimu, atau jika kau mau kau juga bisa menyiram wajahku dengan air yang ada di depanmu." Celoteh mas Araf tanpa beban.

Aku masih menunggu ucapan apa yang akan keluar selanjutnya dari lisan mas Araf. Apa aku mengganggunya? Jika demikian, seharusnya dia tidak perlu menemuiku. Aku bisa hidup seperti bayangannya, tidak bisa tersentuh namun selalu ada untuknya, saat ini dan selamanya.

"Kau bisa membaca surat ini terlebih dahulu, setelah itu kau bisa mengatakan pendapatmu." Ucap mas Araf sambil melaetakkan sebuah amplop coklat di depanku.

Sungguh, aku merasakan khawatiran berlebihan setelah melihat Amplop coklat itu, bagaimana pula aku bisa memaksakan kehendak hatiku pada Mas Araf. Kehendak untuk tidak saling menyakiti dalam ucapan dan tindakan.

"Apa isi amplop ini, mas?"

"Sebuah surat!"

"Surat? Untuk apa? Bukankah aku ada disini? Jangan takut dan ungkapkan saja semua keluh kesah mas Araf."

"Pengacaraku membuat surat itu atas perintahku seminggu yang lalu. Di dalamnya di jelaskan aku akan memenuhi semua tanggung jawabku soal materi sebagai suamimu."

"Iyaa... itu memang tanggung jawab suami. Lalu, apa masalahnya sampai mas Araf menyodorkan amplop ini padaku?"

"Masalahnya adalah aku tidak bisa bersama mu jika hatiku belum bisa menerima kehadiranmu.

Aku bagai burung, aku yang awalnya selalu terbang bebas tiba-tiba sayapku seolah patah dan aku terjebak disini. Aku tidak ingin menghabiskan hidupku dengan melukai perasaanmu. Aku berharap kedua keluarga kita tidak akan mengetahui kalau aku mengatakan hal ini padamu, termasuk Alan."

Glekkkk!

Aku hanya bisa menelan saliva, mendengar ucapan mas Araf membuatku sedikit sedih. Apa menikahiku membuat hidupnya berada di dalam sangkar? Aku tidak ingin menjadi istri seperti itu.

"Jadi Amplop ini berisi tentang aturan setelah pernikahan yang sengaja Mas Araf susun agar kita tidak mengganggu privasi masing-masing? Aku menerima semua syaratnya, dan aku tidak akan mengatakan apa pun pada keluarga kita." Ucapku sambil berdiri.

"Apa mas Araf sudah selesai? Apa aku bisa pergi sekarang?" Aku bicara dengan nada lemah-lembut. Tidak ada balasan dari mas Araf selain anggukan kepala saja.

Sedetik kemudian aku mulai berjalan meninggalkan mas Araf, menaiki anak tangga satu demi satu. Entah kenapa ada setitik kesedihan yang singgah di hatiku. Aku merasa sedih karena aku tahu pernikahan ini terjadi hanya karena kedua keluarga menginginkan kami untuk bersama. Akan seperti apa akhir dari kisah ini aku sendiri tidak bisa menebak soal itu, yang jelas aku akan menyerahkan seluruh hidupku pada Tuhan yang menggenggam segala urusanku. Allah.

...***...

Terpopuler

Comments

Zuroidatul Asmah

Zuroidatul Asmah

lanjut Kakak 💪😘

2022-02-28

0

lihat semua
Episodes
1 Aturan Setelah Pernikahan
2 Suster Dadakan
3 Persahabatan
4 Mengagumi Mu
5 Cemburu?
6 Menggoda Araf (Sabina)
7 Mengantar Sabina (Araf)
8 Teman Curhat
9 Bertemu Ikmal (Sabina)
10 Apa Aku Cemburu? (Araf)
11 Bersikap Manis
12 Menjemput Morgiana
13 Tegang
14 Ngambek?
15 Mengurai Masa Lalu
16 Mengurai Masa Lalu (Part2)
17 Namanya Reem
18 Pelukan
19 Kediaman Mama Riska
20 Aleta Orphan
21 Makan Malam
22 Gagal Romantis
23 Profesor Baru
24 Kabar Bahagia
25 Rumah Sakit
26 Hujan
27 Bertemu Morgiana
28 Mr.Amerika
29 Mama Riska Terluka
30 Terlambat
31 Nasihat Dari Sabina
32 Baikan (Sabina vs Morgiana)
33 Hadiah Untuk Sabina
34 Pesta Sambutan
35 Bertemu Lagi
36 Bertemu Lagi (Part2)
37 Cinta Tanpa Pamrih
38 Mulai Berbohong (Morgiana)
39 Ketahuan
40 Tamparan
41 Salah Paham
42 Kabar Buruk?
43 Kabar Bahagia!
44 Bahagia Ini Nyata!
45 Di Atap
46 Tantangan Dari Morgiana
47 Terluka (Araf)
48 Berdebat Lagi (Sabina Vs Morgiana)
49 Membuat keputusan (Sabina)
50 Kesal (Araf)
51 Di Kafe
52 Ketakutan (Araf&Sabina)
53 Pesta
54 Terlibat (Araf)
55 Keributan Di Rumah Sakit
56 Amarah (Sabina)
57 Keributan
58 Keributan (Part2)
59 Kemarahan Mama
60 Kepergian Morgiana!
61 Terpaksa Berpisah!
62 Pengobat Rindu
63 Panik (Sabina)
64 Kerusuhan
65 Saling Menguatkan!
66 Bertemu Sabina (Alan)
Episodes

Updated 66 Episodes

1
Aturan Setelah Pernikahan
2
Suster Dadakan
3
Persahabatan
4
Mengagumi Mu
5
Cemburu?
6
Menggoda Araf (Sabina)
7
Mengantar Sabina (Araf)
8
Teman Curhat
9
Bertemu Ikmal (Sabina)
10
Apa Aku Cemburu? (Araf)
11
Bersikap Manis
12
Menjemput Morgiana
13
Tegang
14
Ngambek?
15
Mengurai Masa Lalu
16
Mengurai Masa Lalu (Part2)
17
Namanya Reem
18
Pelukan
19
Kediaman Mama Riska
20
Aleta Orphan
21
Makan Malam
22
Gagal Romantis
23
Profesor Baru
24
Kabar Bahagia
25
Rumah Sakit
26
Hujan
27
Bertemu Morgiana
28
Mr.Amerika
29
Mama Riska Terluka
30
Terlambat
31
Nasihat Dari Sabina
32
Baikan (Sabina vs Morgiana)
33
Hadiah Untuk Sabina
34
Pesta Sambutan
35
Bertemu Lagi
36
Bertemu Lagi (Part2)
37
Cinta Tanpa Pamrih
38
Mulai Berbohong (Morgiana)
39
Ketahuan
40
Tamparan
41
Salah Paham
42
Kabar Buruk?
43
Kabar Bahagia!
44
Bahagia Ini Nyata!
45
Di Atap
46
Tantangan Dari Morgiana
47
Terluka (Araf)
48
Berdebat Lagi (Sabina Vs Morgiana)
49
Membuat keputusan (Sabina)
50
Kesal (Araf)
51
Di Kafe
52
Ketakutan (Araf&Sabina)
53
Pesta
54
Terlibat (Araf)
55
Keributan Di Rumah Sakit
56
Amarah (Sabina)
57
Keributan
58
Keributan (Part2)
59
Kemarahan Mama
60
Kepergian Morgiana!
61
Terpaksa Berpisah!
62
Pengobat Rindu
63
Panik (Sabina)
64
Kerusuhan
65
Saling Menguatkan!
66
Bertemu Sabina (Alan)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!