Ayana POV
Sinar redup dari balik ruang 6 karena lahan yang ditanami pohon berdaun lebat, menyejukkan ruang yang sengaja oleh pihak kampus tidak berAC, setelah Pak Raihan keluar dengan langkah cepat, para mahasiswa yang diampunya pun mengikuti nya.
" Pak Raihan, Dosen keren di prodi kita, sayang ia berwajah datar kayak triplek berjalan, " ucap mahasiswi di belakangku.
" Hahaha, ia duren kan, " celoteh sebelah nya.
" Nah itu, yang bikin kita greget kan, " ucap cewek yang pertama ngomong.
" De, Pak Raihan jadi Dosen Walimu? " pundakku di tarik ke belakang agak terasa sakit juga, karena cewek itu menarik dengan kasar, cuman aku tak berani protes, lagi lagi alasan ku karena mahasiswa baru.
" Haaahhh, culun banget nih cewek, lihat baju bawahan nya terlihat kayak ondel ondel, lempeng, hahaha," cewek sebelah yang narik pundakku tertawa dengan mengata ngatain padaku, wajahku terasa panas, walau kenyataan itu benar tentang diriku.
Aku dan Andina mempercepat langkahnya untuk menghindar dari olok olok kan yang lain.
" Ay, jangan dengerin olok olok kan orang, jadilah kamu apa adanya seperti yang dipesankan Bibi dan Paman, " kata hatiku.
" Iya Ay, jangan dengerin mereka, dia akan ngiri kalau kamu mengubah diri," Andina seperti tahu yang kukatakan di hati.
" Mau beli ponsel Ndin? "
" Iya, temenin ya, sama laptop nya sekalian, boleh dibayar bukan uang tunai ya Ay? " tanya nya.
" Boleh, tadi malem kakakku pakai kartu kredit, " jawab ku.
Agak telat aku sampai kost, tetapi karena kedua kakakku sudah ku beri tahu, sehingga mereka tidak mengkhawatirkanku.
" Ay, ke mall yuk, " ajak mba Hanifah.
" Ngapain mba? " tanyaku.
" Jalan jalan saja, " aku menuruti ajakkan nya, dan Magrib telah sampai rumah.
Mba Hanifah memanjakan dengan membelikan baju baju terkini, dan di rumah aku di paksa untuk memakai nya.
" Mba, kamu menghabiskan banyak uang untuk ku, " aku sendiri setelah mencoba baju demi baju yang kata kedua kakakku semakin tambah cantik, tetapi karena aku tak terbiasa menggunakan pakaian yang memperlihatkan lekuk tubuh sehingga aku enggan memakainya.
" Ay, kenapa enggak dipakai baju barunya?" tanya Mba Hanifah.
" Mba, aku belum pede pakainya, " ucapku.
" Kamu cantik banget jadinya Ay, tadi malem saat nyoba, aku juga jadi takut kalau kamu di ganggu laki laki yang tak bertanggung jawab, " ucap Marwah, wajahnya terlihat miris.
Dan mba Hanifah akhirnya menyetujui kalau aku tetap pakai baju sederhana saja.
" Enggak apalah aku dikatain culun," kataku, dan aku cerita juga tentang ucapan Pak Raihan, kedua kakakkupun tertawa.
" Besok aku ada jadwal Pak Raihan, " kataku.
Seharian aku tidak istirahat, habis Isya aku merebahkan tubuh di karpet lantai dan mataku tak mampu menahan kantuk.
Sayup sayup terdengar Adzan Shubuh dari Mushola, lalu mata ku kedip kedipkan, serta menggeliatkan tubuh, terus duduk bersender di dinding pembatas dengan kamar sebelah sambil menggerakkan kaki dan tangan, sekedar senam lantai.
Jam terus berdetak, aku menuju ke balkon belakang menatap langit biru dengan sedikit awan yang berarak, mataku bersibobok dengan penghuni kamar yang dibatasi oleh aliran air di bawahnya, seorang cewek cantik masih menggunakan baju rumahan, aku mengulas senyum, dan ia membalas dengan senyuman juga.
" Ay sudah pukul 6.30 kok belum berangkat? " sapa mba Hanifah, matanya menelisik bajuku.
" Mba, maaf ya aku belum berani pakai baju yang dibelikan," kataku, aku juga ngerasa pakai baju yang dibelikan mba Hanifah, takut banyak orang yang ngelihatin, aku masih belum siap pakai baju modis, ngerasa tak memiliki cukup uang.
" Ya engga papa, nanti dipakai jalan jalan ya, " ajaknya.
" Mau kemana lagi sih mba? "
" Pengin makan diluar, " ucap mba Hanifah.
Setelah aku pamit sama kedua kakak angkatku yang berusaha melindungi ku, dengan mencangklong tas ransel di punggung menjejakkan kaki keluar kamar lalu dengan gerak cepat menuruni tangga disebelah kamar.
" Cuh cuh, " aku tidak siap menghindar dari Clara yang meludahi wajahku saat berada di lantai bawah, dia sudah menungguku di balik pintu kamar bawah dekat tangga terakhir.
" Mba Clara! " tangan ku hampir saja terangkat untuk menamparnya, setelah menyadari kalau aku penghuni baru akhirnya tangan ku turunkan.
" Hai, kamu berani ya mau menamparku, akan kubalas kamu lebih dari ini, " matanya garang, menunjukkan ia sangat emosi padaku.
Aku mengusap ludah di wajah dengan air yang kubawa pakai botol plastik setelah keluar dari gerbang kost kostan tanpa menghiraukan hinaan yang dilontarkan oleh Clara.
" Hmmm, pantang aku mengeluarkan air mata," guman ku sambil menyusuri trotoar di depan kios kios yang masih tutup kecuali warung makan Padang yang pagi pagi selalu ramai pengunjung.
" Ay, enggak lihat aku ya, " teman yang baru kukenal kemarin, dan ia mau bersahabat denganku.
" Ndin, sorry, tadi di pintu masuk kios sempat mencarimu, " jawab ku.
" Tidak harus lewat situ kok, aku lewat jalan setapak dan lebih dekat keluar menuju jalan ini, " jelasnya.
" Ay, langkah mu cepet banget sih, aku sulit ngimbangin, " ucap Andina.
" Abis aku orang gunung Ndin, biasa jalan naik turun dengan langkah cepat, " aku tertawa terkekeh.
" Ay, kamu lucu deh ngomongnya, aku jadi suka banget bersahabat dengan mu, " ucapnya.
" Minggir Ndin, ada mobil berhenti, " ucapku, dan cewek yang nyetir membuka pintu lalu mengajak kami untuk masuk mobilnya.
" Mba Rosa, makasih tumpangannya, " ucapku dan di kursi depan sudah ada cewek yang kuperhatikan kemaren saat pertemuan dengan Bu Riana dia yang kehabisan kuota internet.
" Jam ini kita cari tempat duduk berdekatan ya, kan, jam mata kuliah Pak Raihan si duren yang lempeng, berwajah dingin, tapi bisa ngebuat mahasiswi nangis, " ucap Rosa.
" Mobil Rosa keren buatan Eropa, nyaman ternyata duduk di dalamnya, "guman ku di hati.
" Bawa tissue? " tanya Andina, aku menggeleng.
" Aku bawa kok, " ucap Rosa lalu memarkirkan mobil, kamipun turun, dan menunggu Rosa turun dari mobil juga.
Berempat menuju ruang 9, tempatnya lurus dari ruang 6, sehingga kami tak perlu mencari cari.
" Ayuk cepetan jalannya, tuh Pak Raihan sudah kelihatan, " kataku.
" Mana Ay? " tanya Andina.
" Itu lho sebelah kiri kita, telah berada di luar ruang para dosen," kataku.
" Ay, kamu sudah hafal semua ruang di prodi kita ya? " tanya teman yang baru ku tahu namanya Lisa.
" Iya tuh Ay, sebelum tatap muka, sudah keliling lokasi, sehingga enggak bingung disini, " ucap Andina.
Dan aku bersyukur Rosa yang terlihat modis dengan setelan baju berlengan pendek sehingga lengan mulusnya kelihatan, yang di padu dengan celana ketat warna biru laut, belum lagi wajah glowing nya, tetapi ia tidak seperti Clara yang selama dua kali ketemu selalu membullyku.
Berempat bisa duduk berdekatan menjadi satu deret di depan.
Pep pep pep
Langkah Pak Raihan menuju kursi kebesaran, lalu mengeluarkan laptop dari tas ransel, semua mahasiswa baru telah mengisi kursi kosong, juga ikutan mengeluarkan laptop nya, suara laptop dinyalakan meramaikan ruangan yang hening.
" Ay, Pak Raihan berkali kali ngelirik kamu, " bisik Andina.
" Ndin, kamu ngomong gitu membuat jantungku kaya mau lepas saja," selorohku, di otak terbersit kalau aku akan di tertawain seperti kemaren.
" Ay, maju kedepan, " tanpa ekspresi Pak Raihan memanggilku, gemuruh di dada tak bisa ku netralisir.
" Aku Pak? " aku menandaskan kembali.
" Iya, kamu enggak tuli atau gagap kan, " dengan wajah dingin dan kenceng beliau ngomong nya.
Aku melewati Andina yang duduk di kursi sebelah untuk mendekati Pak Raihan.
" Aku mau disuruh ngebantu nyolokin kabel layar ke laptop bapak? " aku sok tahu tentang maksud aku di panggil.
" Kamu sok tahu, ya sudah cewek culun, masukin tuh kabelnya ke laptop ku, " bentak nya.
" Kalau aku modis, ya enggak sesuai dengan kantongku Pak, " aku rasanya ingin selalu menjawab olok kan dosen bermuka dingin di dekat ku ini.
" Aku tak suka dengar omongan mu, " jawabnya ketus.
" Ya sudah maaf, ini sudah rampung Pak, aku mau duduk kembali, " kataku mulai nyantai.
" Aku belum nyuruh kamu duduk, " ucapnya dingin.
" Lho Bapak manggil aku tujuan nya kan, di suruh supaya bantu memasukkin kabel, " jawab ku panjang lebar.
" Aku nyuruh kamu supaya nggantiin aku di depan memberi kuliah pada mereka, " ucapnya dingin.
" Bapak kok aneh sih, aku saja butuh ilmu dari Bapak, " mataku melototi wajah Pak Raihan, tampan juga, cuman terlihat wajah menyebalkan.
Dalam hati aku pengin menutup mulutnya pakai sambel, biar tak menohok ngomongnya.
" Kenapa enggak pakai kacamata kamu," ucapnya sengol.
" Aku enggak minus kok matanya, sudah Pak aku mundur, nanti Bapak enggak ngasih kuliah, ngeledekin mahasiswi culun," jawabku dengan mengulum senyum di bibir, dan aku menjadi punya keberanian untuk ngejawab semua ucapan Pak Raihan, dan aku kok ya enggak kepikiran kalau Pak Raihan nantinya akan memberi nilai di bawah kkm padaku.
" Aah, sudah terlanjur," guman ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments