Devi mencoba menunggu Jaka di jalan berbeda agar Jaka tidak bertemu dengan Bapak, jika mereka bertemu maka kesalahpahaman akan terjadi.
"Jaka!" Panggil Devi saat melihat Jaka dari jauh, ia pun berlari mendekati Pria tersebut.
"Eh Nona gemes."
"Pliss ... jangan lewat sini ya ... Aku mohon."
"Kenapa?" tanya Jaka.
"Jadi Bapak berjenggot itu ayah kakak ya?" tanya remaja laki-laki yang bersama Jaka.
"I-Iya, aku menceritakan masalah kita kemarin yang aku jatuh itu."
"Lalu, Bapak mu tidak terima kakak disentuh bang Jaka?" tanya remaja laki-laki itu lagi.
"Iya, ihhh ... nih adek mu ya!?" ucap Devi kesal karena sedari tadi remaja laki-laki itu terus menghujaninya dengan pertanyaan.
Jaka hanya bisa tersenyum geli melihat raut kesal Devi, baginya itu terlihat lucu dan menggemaskan itu sebabnya ia memanggil Devi dengan sebutan Nona gemes.
"Jadi kau yang namanya Jaka!!" teriak seorang Pria.
Devi menunduk takut.
"Iya." Dengan polosnya Jaka menjawab.
"Kau tau apa yang sudah kau lakukan pada putri saya?"
Jaka melihat Devi, wanita itu memalingkan wajahnya karena malu.
"Saya tau, tapi itu hanya kecelakaan, jika saya salah, saya minta maaf." ucap Jaka melihat Devi.
"Iya pak, itu juga salah Devi yang nggak hati-hati." jelas Devi membela.
Ajeng sibuk sendiri dengan mengusir mereka yang melihat ke arah diskusi keluarga temannya, terus memberitahu kalau itu bukan tontonan bahkan Ajeng berusaha untuk mengambil ponsel yang berani merekam, pokoknya wanita itu sibuk sekali sampai diskusi itu selesai, barulah ia berhenti.
"Udah?" tanya Ajeng polos.
Devi pun menarik tangan Ajeng hingga ia maju ke depan tepat di sampingnya.
~*~
Mata Devi terlihat sembab, karena semalaman ia menangis saat mengingat kejadian siang, itu membuatnya sangat malu untuk bertemu Jaka nanti.
"Huh ..." Menutup wajahnya berusaha melupakan kejadian kemarin siang.
Tapi Devi mendapat kabar baru dari Ajeng, ya, teman kerjanya itu menyukai Jaka, bahkan ia disuruh untuk meminta nomer ponsel atau sebagainya agar bisa berkenalan dengan pria berandal kompleks itu.
"Bagaimana caranya?" tanya Devi bimbang, mencoba melihat dirinya pada cermin, dengan perlahan ia pun memoles wajah dengan cousion yang ia beli bersama Ajeng.
"Wow ..." Devi berdecak kagum dengan hasil polesan tersebut, bagaimana tidak itu terlihat kulitnya yang kering dengan bintik karena jerawat hilang seketika berkat polesan tersebut.
Dengan cepat Devi menyalakan ponselnya mencari nama channel yang diberitahu karyawan toko untuk mencari makeup yang cocok untuknya.
Kedua kaki Devi terus bergerak karena senang.
Butuh 20 menit untuk Devi berdandan itu pun tidak langsung selesai dan rapi, tentu saja Devi harus membenarkan semua polesan jika menurutnya salah, dihapus lalu dikembalikan lagi jika menurutnya sudah sempurna ia pun mencoba ke tahap berikutnya.
"Devi, kau tidak kerja? Ini sudah jam tujuh lewat!"
"Iya Mam!"
Devi menyiapkan semua keperluannya ke dalam tas, biasanya ia membawa ransel untuk membawa dokumen namun sekarang Devi hanya butuh tas selempang untuk membawa kosmetik dan ponselnya, sedangkan dokumen ia memegangnya tentu saja itu terlihat elegan bukan?
Karena teman rekan kerjanya di kantor selalu melakukan hal itu, Devi pun butuh perubahan.
"Mami Devi berangkat kerja. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Kau tidak mau sarapan dulu?"
"Tidak sempat, aku harus rapat."
"Kalau begitu bawalah bekal ini." Mami memberikan kotak makan berwarna pink dengan gambar beruang di tutupnya.
"Mi, aku sudah besar."
"Alah, cuma gambar kagak ngaruh sama isi."
Dari ucapan Mami ada benarnya juga, akhirnya Devi mau membawa kotak bekal tersebut, walaupun terpaksa.
Di jalan Devi mencoba melihat riasan wajahnya sebelum masuk ke dalam halte bus.
"Cantik banget ya, coba langsing." bisik seseorang.
Devi tersenyum mendapat pujian tersebut, walaupun akhirnya ada celaannya diakhir kata.
Entah kenapa rasanya ada yang hilang di pagi ini, Devi melihat sekitar mencari seseorang.
"Jaka ke mana ya?" Dilihatnya jam tangannya sudah pukul setengah delapan, dengan berat Devi melangkah masuk ke dalam halte. Matanya terus tertuju keluar halte namun sosok Jaka masih belum terlihat sampai akhirnya bus jurusan Devi pun datang.
"Apa dia sibuk ya?" Lagi-lagi Devi bertanya-tanya.
Devi pun dengan terpaksa masuk dalam bus.
~*~
Sesampai di kantor seluruh karyawan melihat Devi dengan tatapan pangling karena perubahan Devi yang dratis.
"Devi?"
"Iya."
"Kau cantik sekali."
"Terima kasih."
"Alah, percuma cantik kalau body masih bulet kaya bakpao!" ucap salah satu karyawan wanita yang sejak dulu tidak suka dengan Devi, entah apa alasannya ia begitu membenci Devi.
"Terima kasih Sarah, saya kan berubah demi menutup mulutmu yang jelek itu." jawab Devi memberikan senyuman tentu saja itu membuat Sarah marah dan kesal.
"Devi, wow, kau luar biasa." Puji Ajeng yang beru sampai di sana.
"Terima kasih ini juga berkat dirimu."
"Kamu sudah menaruh suara pemilihan jabatan?"
"Belum."
"Kalau begitu ayo, aku antar kau."
Devi mengikuti Ajeng dari belakang menuju ruang rapat, di meja ruangan tersebut sudah ada sebuah kotak.
"Nah ini kau tulis namamu, lalu kamu masukkan ke dalam kotak itu."
"Bagaimana dengan mu?" tanya Devi.
"Tidak aku tertarik untuk ikut."
"Tidak apa-apa, kau juga sudah lama di sini, kan?"
Ajeng mengangguk.
"Kalau begitu tulis namamu."
"Devi jangan!"
"Sudah, kertasnya sudah tercampur dengan nama yang lain."
Ajeng moyong.
"Ayo." Ajak Devi.
~*~
Jam istirahat siang telah tiba, Devi mencoba melihat ketahanan makeup yang ternyata masih kuat melekat pada wajahnya, senyumannya pun terlukis karena puas dengan ketahanan dari makeup tersebut.
"Mau makan siang?" tanya Ajeng mendatangi meja kerjanya.
Devi mengangguk, mereka pun berjalan bersama menuju kantin kantor. Saat di lift ternyata ia berpapasan dengan Riki anak Bosnya yang akan memimpin perusahaan ini, mata Devi tidak lepas dari sosok Riki yang makin lama makin terlihat tampan, ia pun mencoba mengurungkan niatnya untuk memikirkan pria itu, ditepis pikiran tersebut dengan cepat olehnya.
"Devi ... Kita sampai, ayo." Ajak Ajeng.
Devi tersadar dari lamunan tentang bagaimana ia tidak memikirkan pria itu, namun itu hanya membuatnya semakin melamun tidak jelas. Devi mengikuti langkah kaki Ajeng menuju kantin.
Jujur baru kali ini Devi istirahat makan siang di kantin kantor, alasannya tentu saja soal dirinya yang diam-diam dibicarakan oleh orang lain. Tapi sepertinya tetap saja mereka membicarakan kegemukan Devi saat ia mengambil beberapa menu, padahal yang Devi tau porsinya biasa-biasa saja tidak ada yang aneh.
"Sepertinya ia bisa menghabiskan semua sama nampan-nampannya." Tertawa.
Ajeng mengetahui itu, mencoba untuk agar Devi tidak terpengaruh dengan kata-kata rendahan mereka.
"Jangan kau ladeni kata-kata mereka. Mereka lebih tidak berguna." ucap Ajeng melirik kumpulan orang-orang tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Masih Polos ><
Semangat kak Riska😚
2022-04-29
0
Lisa Z
masih terselpit cemoohan dibalik pujian, sabar ya devi
2022-04-29
0
Lisa Z
bacot banget dah bocahh
2022-04-29
0