Lily menatap ke arah kaca dengan pandangan kosong, sama sekali tak ada raut kesenangan di wajahnya. Dirinya sama sekali tak bisa berkutik atas perintah ibunya. Apalah dia yang sudah berbuat dosa dan mencontreng nama baik ibunya, dia tak berhak untuk menolak.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Lily, membuatnya menoleh dan beranjak dari kursi untuk membuka pintu.
"Ayo, tamunya sudah menunggu di ruang tamu."
Lily menatap ibunya yang sudah nampak rapi mengenakan setelan gamisnya. Matanya nampak berbinar-binar tak seperti hari-hari yang lalu saat mengetahui tentang kehamilannya. Lalu dia meraup udara sebanyak-banyaknya dan menghembuskannya pelan. Detak jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya. Penasaran dengan sosok lelaki yang mau menikahi wanita pendosa sepertinya. Apakah lelaki itu berkumis panjang? Atau memiliki badan yang gemuk? Ber-sixpack 1? Ataukah pria itu berusia kepala lima? Mengingat statusnya yang duda?
Wajah Lily memucat dengan segala pemikiran konyol yang tiba-tiba menghampirinya.
"Kamu kenapa? Sakit?" tanya Rani khawatir.
Lily menggeleng dengan cepat, mengenyahkan segala pikiran negatif yang tiba-tiba datang. "Aku gak apa-apa, bu."
"Yasudah, ayo buruan."
Akhirnya Lily membuntuti ibunya dari belakang. Khusus hari ini Lily mengenakan dress long sleeve semata kaki berwarna merah marun. Rambutnya ia sengaja sanggul untuk memberikan kesan sederhana sekaligus elegan.
"Nah, mbak Aminah dan Azril. Perkenalkan ini putriku namanya Lily." Rani memperkenalkan Lily di hadapan kedua tamu.
Lily menyalami dengan santun wanita tua yang masih berparas ayu yang ia yakini adalah calon mertua. Lalu matanya menatap lelaki yang duduk di sebelahnya. Matanya bersibobrok dengan netra coklat muda milik lelaki itu, membuat Lily sejenak terpaku menatapnya. Tanpa sadar tangannya terulur untuk menjabat tangan lelaki tersebut. Tapi tak disangka Azril malah menangkupkan tangannya di depan dada, membuat Lily terkesiap dan menarik tangannya dengan cepat. Wajahnya memerah padam, menahan malu karena seperti tak sopan. Azril membuatnya seolah tak mengerti tentang batasan antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahrom dalam agama.
Mbak Sri pembantu baru yang bekerja di rumah Rani, datang dengan membawa 4 gelas berisi teh hangat dan beberapa jenis kue-kue tradisional.
"Saya sengaja lho buat kue-kue ini tadi pagi. Silahkan di cicip, saya jamin pasti rasanya enak," ujar Rani membanggakan diri. Tangannya memang mahir membuat segala macam kue yang siap untuk memanjakan lidah bagi yang memakannya.
"Oh ya? Kelihatannya memang enak, Ran. Saya coba dulu ya." Aminah mengambil satu kue tradisional yang berwarna hijau dengan taburan kelapa kering diatasnya.
Sedang Azril masih terdiam, matanya tak lepas dari sosok manusia yang duduk di seberangnya. Ujung matanya menyipit, meneliti Lily dari ujung rambut sampai ke ujung kaki.
"Eh, beneran enak lho! Azril, coba kamu makan juga kue ini. Bisa kamu masukan tuh di menu restoran mu," ucap Aminah membuyarkan fokus Azril pada Lily.
Akhirnya Azril tertarik untuk meraih salah satu kue yang disajikan dan mencicipinya. "Ini kan kue tradisional bu, sedang restoranku kan khusus untuk masakan timur tengah."
Mendengar itu membuat Rani takjub karena baru kali ini dia mendengar ternyata Azril mempunyai restoran sendiri "Wah, jadi nak Azril nih punya restoran sendiri ya?"
"Iya tante, dulunya itu usaha ayah yang baru dirintis dua tahun. Lalu karena ayah sakit, resto itu gak berjalan dengan baik dan akhirnya bangkrut. Setelah kepergian ayah, saya mencoba untuk meneruskan resto ayah dan Alhamdulillah sekarang sudah ada 3 cabang yang tersebar di kota ini," jelas Azril dengan bangga. Jika berbicara tentang restoran miliknya pasti matanya terlihat berapi-api dan bersemangat karena resto tersebut satu-satunya peninggalan milik ayahnya yang berharga. Suatu kebanggaan untuknya bisa membuat resto yang tadinya bangkrut menjadi jaya seperti sekarang.
"Oh ya? Hebat dong diusia kamu yang masih muda sudah bisa merintis usaha bahkan sampai punya cabang 3." Rani tak kalah bersemangat mendengar cerita dari Azril.
Lily merasa suntuk mendengar ibunya mengobrol santai dengan Azril. Baginya tak ada yang spesial dari seorang Azril. Rupanya memang tampan khas timur tengah, namun tetap tak mudah bagi Lily untuk langsung jatuh hati begitu saja. Dia lebih memilih diam, enggan untuk menimbrung pembicaraan tentang bisnis yang menurutnya membosankan.
"Nak Lily sudah mulai merasakan mual muntah?"
Suara Aminah membuat Lily menoleh, punggungnya seketika menegak ketika bertatap muka dengan calon ibu mertua. Lily pun berusaha untuk tersenyum meskipun senyumnya menjadi aneh karena gugup. "Eh, e.. sudah tante. Tapi gak parah, hanya waktu pagi aja saya merasakan mual muntahnya."
"Santai saja sama ibu." Rupanya Aminah menyadari kegugupan calon mantunya. "Anggap saja kalau ibu ini adalah ibumu juga. Cepat atau lambat, kamu pasti akan menikah juga dengan Azril."
Kelembutan yang dipancarkan oleh Aminah membuatnya sedikit lega dan tenang. Ketegangan yang dirasakan pun langsung sirna di buatnya. Tapi sesaat kemudian dia kembali merasakan tatapan tajam yang sedari tadi ditujukan untuknya.Kepalanya menoleh dan mendapati Azril sedang menatapnya tajam tanpa bersuara. Bulu kuduknya seketika berdiri melihat tatapan itu. Dengan cepat ia menoleh dan tersenyum kepada Aminah untuk menyembunyikan ketakutannya pada Azril.
Hampir 10 menit Lily berbincang santai dengan Aminah sedang Rani mengundurkan diri sebentar untuk mempersiapkan makan siang yang sengaja dibuat khusus dari tangannya sendiri. Selama 10 menit itu pula Lily merasakan tatapan yang tidak menyenangkan dari Azril.
"Bu, Lily permisi dulu ya ke kamar mandi." Lily pamit pada Aminah. Sebenarnya tidak akan ada yang dia lakukan ke kamar mandi, alasannya hanyalah untuk melepaskan diri dari tatapan tajam mengganggu yang seolah ingin menerkamnya hidup-hidup.
"Tentu," jawab Aminah.
Lily segera beranjak dari tempatnya duduk dan menuju ke kamar mandi yang letaknya berada di paling ujung belakang rumah.
Sesampainya di kamar mandi, Lily mencoba memperhatikan wajahnya di kaca. "Gak ada yang aneh. Tapi kenapa pria tadi kayak ngeliatin aku terus?" gumamnya sembari membenarkan tatanan rambutnya.
"Kamu gak tahu?"
Lily terkesiap kaget ketika mendengar suara berat yang begitu dekat di telinganya, membuatnya menoleh dan sontak ingin berteriak. Namun sedetik kemudian mulutnya langsung dibekap oleh Azril hingga punggungnya menabrak tepi wastafel. Punggungnya terasa berdenyut nyeri dibuatnya. Sekuat tenga Lily memberontak dengan melepas tangan kekar Azril yang masih membekap mulutnya. "Hmmp!"
"Diam!"
Tubuh Lily bergetar ketakutan mendengar bentakan dari Azril. Lily tak mengerti mengapa ia mendapat perlakuan tak baik dan tatapan yang sedari tadi tajam dari Azril.
'Ya Tuhan, sebenarnya apa salahku?'
"Kamu bertanya apa salahmu padaku kan?" tebak Azril seolah bisa membaca isi pikiran Lily. Azril mendekatkan wajahnya hingga hanya berjarak 5 cm dengan wajah Lily. Hingga hembusan napasnya begitu terasa, menyapu lembut pipi putih milik Lily.
Netra hitam milik Lily membulat sempurna, tak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Azril. Tak pernah dalam benaknya berpikir bahwa lelaki yang akan menikah dengannya bisa berbuat hal yang kasar. Lily berpikir, mungkin saja ini adalah karma dari wanita pendosa sepertinya. Menikah dengan pria kasar dan mungkin saja akan berbuat lebih kasar setelah Lily menikah dengannya. Sungguh, bayangan mengerikan sudah terlintas sempurna dalam benak Lily.
"Gara-gara kebodohanmu, aku harus menikah denganmu. Gara-gara kecerobohanmu, ibuku merengek memaksaku dengan dalih membalas budi keluargamu." Azril merapatkan giginya, menahan segala amarah yang bermuruh di dalam dada. Sorot kebencian terlihat jelas di kilatan matanya.
Ucapan Azril begitu tajam menyayat hati Lily, matanya berembun tak kuasa menahan pedih yang dibubuhkan kembali pada hatinya yang sudah terluka.
"Ingat! Aku sudi menikah denganmu hanya untuk membalas budi kebaikan ayahmu pada keluargaku." Napas Azril terengah-engah karena menahan amarah yang tertahan. Entah mengapa, semakin lama melihat gadis yang sudah tak perawan di depannya itu membuat amarahnya semakin memuncak.
"Hah!"___"Bukankah betapa hancurnya hati ayahmu kalau mengetahui anak gadis semata wayangnya hamil di luar nikah dengan pria yang sudah menikah."
Setetes air mata berhasil lolos dari pelupuk mata Lily. Ingin rasanya Lily mengumpat, meludah ataupun berbuat sesuatu untuk membalas perbuatan Azril. Hatinya tak rela ayahnya yang sudah tak ada disangkut pautkan dalam percakapan yang penuh kebencian ini.
"Jangan menangis!"___"Setelah menikah nanti, akan aku pastikan hidupmu bakal penuh dengan derita! Jangan pernah mengharapkan pernikahan yang mewah dan bahagia seperti wanita lain pada umumnya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
mamak"e wonk
yg s3mangat ....💪💪💪
di tunggu UP nya...😊🥰🥰
2022-03-04
0