"Apa?!" Suara yang menggelegar terdengar di seluruh ruangan tengah rumah milik Aminah. Bahkan 2 pembantu yang bekerja di rumah pun menunda tugasnya, memilih untuk mengintip dari pintu dapur. Hal yang asing bagi mereka mendengar majikan muda mereka bersuara dengan nada tinggi.
"Tenanglah, Nak. Duduk dulu, biar ibu jelaskan apa yang sedang terjadi." Raut wajah Aminah terlihat masih tenang dan lembut, berusaha menenangkan putranya yang sedang marah.
Azril mengikuti arahan sang ibu untuk duduk terlebih dahulu. Rasa terkejut sekaligus amarah masih menyelimuti nya. "Gimana gak tenang bu? Tiba-tiba aja ibu nyuruh aku untuk nikah."
"Ibu ada alasan mengapa kali ini memaksamu untuk menikah. Kamu ingat keluarga Salim yang dulu pernah membantu keluarga kita berkali-kali?"
Kening Azril mengernyit. Otaknya mencoba mencari-cari nama 'Salim' dalam kumpulan memorinya. Beberapa detik kemudian dia teringat nama Abdul Salim, seorang mualaf keturunan chinese yang dulunya bernama Johannes Salim. "Apa maksud ibu pak Abdul Salim teman ayah yang beberapa kali telah membantu keluarga kita?"
Aminah tersenyum senang karena putranya masih mengingat tentang keluarga itu."Ya. Kini anak dan istrinya yang giliran perlu bantuan dari kita."
Satu alis kanan Azril terangkat tinggi. "Maksud ibu menikahi anaknya? Tapi kenapa harus aku yang menikahinya?"
Tatapan Aminah terlihat serius, helaan napas yang panjang keluar dari bibir tipisnya. "Anaknya sedang hamil di luar nikah. Dan ibu mau kamu menikahinya untuk balas budi."
"Apa?! Ibu udah gila?" Suara Azril kembali menggelegar. Tak pernah sebelumnya dia mengeraskan suara di depan ibunya bahkan menampakkan amarah yang besar. Tapi kali ini Azril sudah merasa di luar kendali. Berpikir ibunya mungkin sedang tidak waras. Bagaimana tidak? Ibunya memintanya menikahi seorang wanita yang sedang hamil di luar nikah? Terlebih bukan dirinya yang menghamili wanita tersebut. Tentu saja Azril berpikir mungkin ibunya memang sedang tak waras.
Safira yang mendengar suara Azril pun datang ke ruang tamu. Dirinya penasaran setelah mendengar suara kakaknya yang sudah dua kali berteriak-teriak. "Kak, ada apa sih? Kok teriak-teriak di depan ibu?"
"Ibu merasa kasihan dengan Rani, Azril. Istri pak Salim itu kemarin datang dengan menangis tersedu bercerita mengenai permasalahan putrinya. Dia selalu menyalahkan dirinya sendiri karena merasa gagal mendidik anak semata wayangnya itu," jelas Aminah dengan sorot mata sendu. Baginya permasalahan yang sedang dialami Rani adalah permasalahannya juga. Sudah bertahun-tahun lamanya dirinya tak tahu tentang kabar keluarga Salim, sekarang kabar yang datang malah sebuah masalah yang besar.
"Harusnya pria yang menghamilinya lah yang tanggung jawab, Bu. Bukannya malah orang lain yang harus tanggung jawab," jelas penolakan diutarakan oleh Azril. Dirinya baru setahun ditinggal oleh istrinya ke pangkuan Yang Maha Esa dan kini ibunya memaksa untuk menikah lagi terlebih bukan dengan wanita yang ia cintai.
"Bu, kalian lagi ngobrolin apa sih?" tanya Safira dengan penasaran. Tak mengerti sama sekali dengan apa yang tengah diperdebatkan oleh kakak dan ibunya.
"Bukan apa-apa, Sayang. Kamu masuk ke kamar dulu ya. Masih ada hal penting yang mau ibu obrolin dengan kakakmu," ujar Aminah dengan lembut.
Meski Safira begitu penasaran dengan pembicaraan yang membuat kakaknya begitu marah tapi akhirnya ia menurut perkataan ibunya untuk tidak ikut campur.
"Pria yang menghamili anak Rani sudah menikah dengan wanita lain, tak mungkin baginya untuk meminta pertanggungjawaban."
Tangan Azril mengepal erat. Ia menutup matanya sebentar dan memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri. Mengapa permasalahan rumit yang dialami oleh orang lain seolah-olah juga ikut di bebankan pada keluarganya? Sebenarnya Azril sudah lelah melihat ibunya yang selalu berbuat baik ke orang lain tanpa mempedulikan dirinya sendiri. Bahkan kini dirinyalah yang harus menjadi korban. Tapi jika mengingat jasa Abdul Salim yang sudah di lakukan untuk keluarganya sudah pasti membuat ibunya iba atas permasalahan yang sedang terjadi di keluarga Salim. Pak Abdul Salim adalah orang yang baik, dia selalu membantu orang lain tanpa pamrih, persis seperti ibunya.
"Kamu pikirkan dulu baik-baik, Nak. Tapi ibu mau nya sih kamu bersedia untuk membantu. Sudah giliran kita untuk membantu keluarga pak Salim."
***
Meski masih ada penolakan dalam diri Azril, namun akhirnya ia memilih untuk mengikuti permintaan ibunya. Berkali-kali ibunya memohon dengan wajah sendu, sungguh keluarga Salim benar-benar memberi dampak besar pada keluarganya hingga ibunya bersikukuh untuk membantu permasalahan anak Salim. Apa mau dikata lagi? Entah sekarang atau nanti Azril menolak, pasti sang ibu akan tetap memintanya untuk menikahi putri Salim.
Dengan ditemani ibunya, Azril datang berkunjung ke rumah keluarga Salim. Disinilah akhirnya ia duduk di ruang tamu mengenakan kemeja polos berwarna biru laut dan celana slim fit navy. Meskipun wajahnya menampilkan ekspresi masam dan tak ceria, tapi itu tak merubah rupa wajahnya yang tampan khas timur tengah.
Sedang ibunya seperti biasa mengenakan gamis panjang beserta khimar.
Setelah menunggu beberapa saat, Rani muncul dengan mengenakan abaya hitam beserta pashmina warna senada. Wajahnya terlihat sembab namun berusaha menampilkan senyuman terbaik untuk menyambut tamu spesialnya.
"Maaf mbak Minah kalau menunggu lama," ucapnya ketika cipika cipiki dengan Aminah.
"Gak apa-apa, Rani. Kita gak menunggu lama kok."___ "Oh iya, kenalkan ini putra sulungku yang aku bicarakan kemarin. Namanya Azril." Aminah memperkenalkan Azril, sedang Azril hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
Rani menatap pria berusia yang berbadan tegap disamping Aminah dengan pandangan kagum. "Maa Syaa Allah, anakmu tampan sekali mbak. Sebentar, aku panggilkan dulu anakku. Dia baru selesai sarapan tadi."
Rani bergegas pergi untuk memanggil putrinya di dalam kamar. Sedang Azril nampak cuek, sengaja enggan menunjukkan ketertarikannya.
Aminah menangkap raut menyebalkan dari wajah putranya. Tangannya menyenggol sikut Azril dan berbisik, "Jangan tunjukkan wajah menyebalkan itu, Azril. Ibu ingin kamu setidaknya tampil biasa-biasa saja."
Namun Azril hanya diam, tak berminat untuk merubah ekspresi dari wajahnya.
"Azril!"
Azril berdecak dan menghela napas kasar. "Iya,iya."
Tak pernah terpikirkan dalam benak Azril sebelumnya bahwa diusianya yang sudah menginjak kepala tiga masih harus menuruti perjodohan dari sang ibu yang menurutnya konyol. Mendadak terlintas ide dalam benak Azril untuk calon istrinya. Setidaknya, calonnya itu harus membayar sepadan dengan apa yang sudah ia korbankan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
mamak"e wonk
semoga Azril berhati baik.....mo nerima anqk yg bkn darah daging nya dgn kasih sayang..🤗🤗💞
2022-03-04
0