Bab 2 | Lelaki Pilihan Ibu

Sudah hampir dua hari lamanya Lily tak bertegur sapa dengan ibunya. Padahal mereka tinggal satu atap, Lily merasa mungkin ibunya masih diselimuti perasaan kecewa dan amarah padanya.

Hingga matahari sudah meninggi namun Lily masih enggan untuk membuka matanya. Dirinya tampak kacau dengan semalaman menangis terus menerus karena menyesali perbuatannya. Tak ada semangat hidup yang seperti biasa ia tampakkan.

Suara pintu kamar terbuka. Rani menghela napas ketika melihat keadaan putrinya yang begitu menyedihkan. Tangannya membawa nampan berisi bubur dan segelas susu. Dirinya tahu sedari pagi putrinya itu sama sekali belum makan. Rani menaruh nampan tersebut di meja dan menghampiri Lily yang terbaring memunggunginya. Tangannya mengguncangkan bahu Lily dengan pelan. "Lily, makan dulu yuk," ucapnya lembut.

Saat tubuh Lily ia balikkan. Terlihat wajah Lily yang begitu berantakan. Matanya bengkak karena sudah dua hari terus menangis, lingkaran hitam pun menghiasi bawah matanya akibat jam tidur yang terganggu selama dua hari lamanya. Bahkan masih terlihat sisa air mata yang mengering di pipinya.

"Lily," panggil Rani dengan lirih.

Lily yang mendengar suara ibunya perlahan membuka matanya yang terasa berat. "Ibu?" Suaranya pun sama lirihnya. Badannya nampak lemah tak bertenaga, sorot mata yang selalu hidup kini nampak seperti kosong.

"Iya, ini ibu. Makan dulu yuk... sudah dua hari ini kamu susah sekali disuruh makan. Kasihan janin yang berada di perutmu itu." Rani berusaha mengesampingkan ego demi putrinya.

"Ibu... gak marah?" tanya Lily dengan hati-hati. Ia masih mengira kalau ibunya tak menemuinya karena marah.

Diusapnya tangan Lily dan ia merapikan anak rambut Lily yang nampak berantakan di depan kening. "Ibu sudah gak marah. Dua hari ini ibu sering keluar rumah karena ada keperluan dengan kawan lama."

"Makasih karena ibu gak marah sama aku." Lily tersenyum dengan tetesan air mata yang berlinang.

"Kamu sayang kan sama ibu?" tanya Rani.

Kening Lily mengernyit tiba-tiba mendengar pertanyaan ibunya. "Lily jelas sayang sama ibu."

"Kalau gitu kamu makan dulu ya. Ibu gak mau terjadi sesuatu pada kamu.. dan calon cucu ibu." Tangan Rani mengelus lembut perut putrinya yang masih rata.

Hati Lily merasa terenyuh mendengar kata 'calon cucu' dari mulut ibunya. Pertanda memang benar ibunya sudah tidak marah dan menerima keadaan dirinya yang berbadan dua. Padahal sebelumnya dia sempat berpikir untuk mengakhiri hidup.

***

Saat ini keadaan Lily sudah nampak lebih baik karena ibunya dengan telaten menyuapinya makan dan menyuruhnya untuk membersihkan diri. Dan sekarang Rani tengah menyisir rambut panjang hitam milik putrinya, lalu menguncir kuda. Rani benar-benar memperlakukan Lily seperti anak kecil yang rapuh.

"Sekarang, ada hal yang mau ibu sampaikan sama kamu."

"Apa bu?" Setengah fokus Lily terpaku pada kaca yang menampilkan wajahnya yang sekarang sudah nampak lebih baik.

"Ibu tadi bilang selama dua hari bertemu dengan kawan lama kan?"

"Ya."

"Kawan lama ibu itu mempunyai anak lelaki berstatus duda."

Fokus Lily langsung terpaku sepenuhnya pada sang ibu saat mendengar kata duda.

"Setelah berbincang lama dengan kawan lama ibu itu, akhirnya di sepakati bahwa anaknya bersedia menikahimu," lanjutnya.

Mata Lily terbelalak mendengar ucapan ibunya. "Apa? Menikah? Apa maksud ibu?"

"Dengerin ibu ya. Sekarang kamu hamil tanpa suami, seiring berjalannya waktu kehamilanmu akan membesar dan orang-orang akan segera tahu perihal itu. Mau ditaruh mana muka ibu kalau teman-teman ibu tahu kamu hamil di luar nikah? Apalagi belum tentu ada lelaki lain yang mau menerima keadaanmu yang seperti ini." jelas Rani berusaha meyakinkan Lily. Sedari dulu Rani selalu merancang masa depan untuk anaknya dengan hati-hati. Saat ia mendengar Lily hamil di luar nikah tanpa adanya pertanggung jawaban, Rani segera memikirkan solusi untuk permasalahan tersebut.

"Tapi bu, ini terlalu mendadak. Lagipula, Lily sama sekali gak mengenal lelaki itu dan Lily masih belum siap." Ini terlalu mendadak bagi Lily yang baru saja menerima serentetan peristiwa mengejutkan dalam hidupnya. Terlebih menikah dengan pria yang sama sekali belum dikenalnya, sudah pasti hal itu akan menambah daftar rentetan peristiwa yang mengejutkan.

"Kamu akan mengenal dia secepatnya. Kalau kamu memang sayang ibu, kamu harus terima perintah ibu. Sudah berkali-kali ibu membiarkanmu memilih jalan hidupmu sendiri, tapi apa yang terjadi? Kamu berakhir dengan hamil tanpa suami."

Kalimat terakhir dari ibunya benar-benar menusuk relung hatinya yang terdalam. Namun Lily bisa berbuat apa? Kenyataannya dia memang sedang hamil tanpa suami disisinya. Kenyataan yang memalukan bagi ibunya tersayang.

"Sudahlah, kamu tak usah bersedih hati lagi. Lelaki yang akan ibu kenalkan denganmu bukan sembarang lelaki tak beradab seperti Surya." Kebencian Rani terhadap Surya semakin menjadi-jadi. Meskipun memang pria itu tak mengetahui ada benihnya yang tertanam di rahim Lily, tetap bagi Rani, Surya adalah pria brengsek yang merusak masa depan putrinya.

Sedang Lily tak berani bersuara. Ia tak sanggup untuk mengelak. Kesalahan yang sudah diperbuat memang sudah fatal. Dia memilih membiarkan ibunya mengatur semuanya. Mungkin dengan cara itu, kekecewaan sang ibu bisa sedikit mereda.

"Dia akan menemuimu nanti malam, jadi bersiaplah. Persiapkan dirimu sebaik mungkin, kali ini ibu tak ingin kamu mengecewakan ibu lagi!" titah ibunya yang sudah beranjak bersiap untuk meninggalkan kamar.

Netra hitam Lily membulat sempurna. "Secepat itu?"

"Lebih cepat lebih baik untuk menutupi berita kehamilanmu dari orang-orang."

Lily tahu benar maksud ucapan ibunya. Secepat mungkin berkenalan lalu menikah untuk menutupi kehamilannya yang lambat laun pasti akan membesar. Andai dia bisa menolak, tapi tak mungkin karena dia tahu kesalahan ada pada dirinya sendiri.

Setelah kepergian Rani dari kamarnya, Lily teringat akan benda pipih yang sudah lama ia abaikan. Ia berusaha mencari-cari benda tersebut yang ternyata masih berada di dalam tas jinjing berwarna merah muda. Lily mencoba menyalakannya namun tak bisa. Ia segera mencari charger dan menancapkannya pada ponsel. Saat ponsel sudah berhasil menyala sepenuhnya, deretan pesan dan panggilan tak terjawab muncul seketika.

Mata sipitnya membaca satu persatu pesan dari aplikasi hijau yang belum terbaca. Matanya langsung tertuju pada satu pesan dari nama yang sudah membuat hidupnya berantakan.

["Hai, Ly. Apa kabar?]

Tangannya bergetar hebat, dadanya bergejolak panas. Perasaannya menjadi campur aduk, antara sedih dan marah yang luar biasa. Dengan cepat Lily menghapus pesan tersebut tanpa membacanya terlebih dahulu. Setelah itu ia membanting ponselnya di atas kasur dan merebahkan tubuhnya. Air mata kembali menetes, ingin rasanya Lily memberitahu perihal kehamilannya pada Surya. Namun ia takut, jika kehamilannya ini akan membuat rumah tangga Surya hancur. Lily menutup matanya, berpikir lebih baik hidupnya yang hancur dibanding melihat kehidupan orang lain yang hancur karena kebodohannya.

Terpopuler

Comments

mamak"e wonk

mamak"e wonk

adakah laki2 yg berbesar hati menerima keadaan se sulit ini???
menerima wanita yg hamil yg bkn buah cinta nya???
nex..autor yg punya jalan cerita nya...😊👍👍

2022-03-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!