Masa kuliah dijalani Daisy hanya dalam tiga tahun. Karena mengambil program fast track atau percepatan kuliah. Dia lulus bersamaan dengan Maxi dan Yazid, yang seharusnya lulus lebih dahulu dari Daisy. Mereka berkuliah di kampus yang sama.
Siang itu, Daisy menerima email dari sekretaris Kakek Edoardo. Dia dipanggil untuk menemui kakek.
Setelah sembilan tahun tinggal di kediaman Edoardo, baru kali ini Daisy dipanggil bertemu kakek. Selama ini jika bertemu di acara sarapan senin, makan malam jumat atau pesta kebun minggu, kakek tidak pernah bicara banyak, paling hanya sekedar menyapanya.
Berbeda dengan nenek, yang sesekali bermain ke rumah Fiore dan mengajak Daisy berkeliling taman.
Daisy beranjak masuk ke rumah utama.
BRUUUUUUUKKKKK
Daisy terjatuh ke lantai ketika seseorang bertubuh tinggi menabraknya.
"Aaah kamu yaa bebek kecil" Maxi bergumam terkejut sambil ikut berjongkok di samping Daisy yang mencari kacamatanya yang tadi terlepas saat jatuh.
"Ini kacamatamu" Maxi memakaikan kacamata Daisy dengan hati-hati. Dia terdiam sesaat ketika Daisy merapikan poninya supaya kembali menutupi dahinya.
"Aku bukan bebek" ucap Daisy membuat Maxi sadar dari diamnya.
"Bukannya bilang terimakasih sudah kupasangkan kacamatamu, bebek jelek" gerutu Maxi.
"kamu menabrakku. Seharusnya minta maaf" sahut Daisy.
Maxi hanya menggelengkan kepalanya. "Mmmhh..anak kecil" gumamnya.
"Memasangkan kacamata saja miring begini" Daisy bergumam seraya memperbaiki letak kacamatanya yang miring.
"Iih kau ini bebek kecil!!" ucap Maxi melotot.
"Nona Daisy, Tuan besar sudah menunggu anda. Mari ikut dengan saya" Pak Alberto, kepala pelayan rumah utama menghampiri Daisy
"Baik, pak" Daisy bergegas mengikuti langkah pak Alberto. Meninggalkan Maxi yang menatap dengan pandangan penuh tanda tanya.
***
"Duduklah" Kakek Edoardo meletakan buku yang sedari tadi dibacanya ketika Daisy sudah tiba di hadapannya.
Daisy duduk.
"Selamat atas kelulusan kuliahmu di usia yang sangat muda" ucap Kakek Edoardo. Daisy terkejut. Ternyata Kakek tahu bahwa dia sudah lulus kuliah.
"Terimakasih, kakek" ucap Daisy pelan.
"Kamu cucu kebanggaanku. Kamu sangat pintar seperti ayahmu, Alessio anak kesayanganku"Ucap Kakek Edoardo dengan suara parau.
"Terimakasih sudah membuat Kakek bangga dengan semua prestasimu. Kamu membuat nama keluarga Edoardo kembali harum di dunia pendidikan. Setiap kakek hadir di kegiatan sosial yang melibatkan sekolah dan kampus terbaik di kota Brown. Kakek selalu mendengar tentang prestasi-prestasimu di sekolah dan kampus"
"Maafkan Kakek, tidak pernah sekalipun datang menemui kalian saat ayah dan ibumu masih ada. Kakek terlalu egois dan sombong untuk menerima penolakan ayahmu. Dia lebih memilih menjadi dokter di kota kecil dibandingkan mengikuti perintahku untuk melanjutkan bisnis keluarga seperti kakak-kakaknya" lanjut Kakek.
Daisy hanya terdiam. Dia sungguh tidak menduga bahwa Kakek akan berkata seperti itu. Ternyata kakek sangat menyayangi ayah.
"Usiamu besok tujuh belas tahun, artinya kamu sudah cukup umur untuk mengambil keputusan. Kamu boleh kembali ke kota Amber untuk meneruskan mengelola perusahaan milik ibumu dan rumahsakit ayahmu."
"Atau membantu kakek di perusahaan keluarga Edoardo menduduki posisi yang seharusnya diduduki ayahmu selama ini" ucap Kakek menatap Daisy dalam.
Daisy menangkap nada berharap dari suara kakek.
"Pertimbangkan saja dulu sebelum memutuskan. Kabari kakek jika kamu sudah yakin dengan keputusanmu" kata Kakek Edoardo.
"Besok jam delapan pagi aku akan memberikan jawaban kepada Kakek" jawab Daisy dengan yakin.
"Baiklah. Kakek tunggu jawabanmu besok" ucap Kakek seraya memanggil pak Alberto untuk mengantar Daisy keluar ruangan.
"Saya permisi, Kakek" Daisy berlalu keluar ruangan.
"Tuan besar sangat menyayangi anda, Nona" ucap Pak Alberto di dalam lift.
"Selama ini beliau selalu menjaga Nona meskipun tidak terlihat"ucap pak Alberto lagi.
"Saya tahu, Pak"Jawab Daisy pelan.
Mereka tiba di lobby rumah utama. Ruangan kerja kakek memang harus dilalui memakai akses khusus. Ada lift khusus ke atas sana. Akses khusus itu sepertinya baru dibuat sekitar lima tahun yang lalu. Karena setahu Daisy, dulu Clarissa sering menyelinap masuk ke ruangan kerja kakek melalui tangga.
"Saya mau ke perpustakaan ya, Pak. Terimakasih sudah mengantar saya" ucap Daisy.
"Sama-sama, Nona. Silahkan. Saya pamit ke belakang" Pak Alberto berlalu menuju ruang kerja pelayan di bagian sayap timur lobby rumah utama.
Daisy mencari beberapa buku untuk dibacanya di kala senggang. Dia memang sangat gemar membaca.
Daisy meraih sebuah buku karya Jim Collins yang berjudul Good to Great. Buku yang menjelaskan bagaimana sebuah perusahaan membuat lompatan besar bukan hanya bisa menjadi baik tetapi justru menjadi hebat. Dalam buku itu dijelaskan beberapa strategi antaralain: kepemimpinan tingkat 5 yaitu penggambaran seorang pemimpin yang profesional tetapi tetap rendah hati, sehingga rasa ambisius yang mereka miliki bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk kepentingan perusahaan. Daisy pernah membaca sekilas di internet. Tapi dia lebih senang jika membacanya langsung di buku.
"Maxi, aku mencarimu dari tadi" Suara Cleo membuat Daisy seketika teralihkan dari buku yang sedang dibacanya. Rupanya ada Maxi di sini, pantas saja tadi dia bertemu Maxi sebelum bertemu kakek di lobby, rupanya dia hendak mencari buku. Pikir Daisy.
"Cleo, hentikan. Apa yang kau lakukan?.Pergi tinggalkan aku" Suara Maxi. Daisy terkesiap.
"Tenang saja Di sini sepi. aku tadi sudah matikan cctv" ucap Cleo.
"Stop Cleo!!. Apa maksudmu duduk dipangkuanku? bangun!" Suara Maxi menahan kesal.
"Aku suka kepadamu" suara Cleo lagi.
Daisy mencoba tidak mendengar percakapan itu. Dia mengendap menuju kursi di meja sebelah barat ruang perpustakaan. Dia mencari airplugnya di dalam tas.
"Kamu jangan gila Cleo. Kita sepupu. Jangan membuat kakek marah" ucap Maxi.
"Sepupu? kita bukan sepupu. Aku tahu soal itu. Kamu hanya anak angkat dari paman Luca dan bibi Victoria"ucap Cleo.
"Apa maksudmu? jangan bicara sembarangan"bantah Maxi.
"Tidak usah pura-pura. Aku yakin kamu pasti sudah tahu bahwa kita bukanlah sepupu"
"Baiklah. Lain kali aku akan coba merayumu lagi. Yang rajin belajar ya. Supaya punya bekal, jika suatu saat didepak dari keluarga Edoardo dan tidak mendapatkan warisan. Setidaknya bisa bekerja di perusahaan lain"Ucap Cleo. Sepertinya Cleo pergi meninggalkan Maxi yang berteriak kesal seraya melempar sebuah buku tebal ke lantai.
Daisy terdiam membeku di kursinya. Dia seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Dia cepat-cepat memasang earplugnya. Khawatir ada suara-suara yang tidak pantas dia dengar lagi.
Daisy memejamkan mata untuk mengumpulkan kepingan konsentrasi yang tadi pecah. Percakapan Maxi dan Cleo sangat mengganggunya.
Tiba-tiba seseorang menepuk pundaknya dari belakang, membuatnya terkejut. "Aaaahhh" dia berteriak.
"Mau apa kamu?" Teriak Daisy meronta di tempat duduknya karena mulutnya dibekap dari belakang. Daisy gelagapan mencoba melepaskan tangan yang membekapnya.
Setelah berhasil melepaskan, dia menggigit tangan itu. Lalu menyikut perut orang dibelakangnya
"Aaaau sakit" Maxi meringis kesakitan di depan Daisy.
Daisy membuka airplugnya.
"Kenapa kau mengagetkan dan membekapku?" tanya Daisy dengan wajah masih ketakutan. Kedua tangannya masih bersiap-siap melawan jika Maxi berusaha menyerangnya lagi.
"Aku memanggilmu. Kamu diam saja. Akhirnya kutepuk pundakmu. Kamu malah berteriak sangat kencang, bisa-bisa seluruh pelayan datang ke sini. Kubekap supaya kamj berhenti berteriak, aku malah digigit dan diserang" Ucap Maxi masih memegangi perutnya.
"Aku memakai earplug. Jika sedang membaca, aku lebih senang memakainya. Jadi bisa fokus" Daisy menunjukan sepasang airplug mungil berwarna pink miliknya.
"Aaaah. Jadi kamu tidak mendengar apapun sedari tadi?" Maxi memastikan.
"Memangnya ada suara apa tadi?" Daisy balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
"Mmmmhh..mungkin tadi suara tikus. Yaaa ..suara tikus. Aku akan meminta pak Alberto memeriksanya. Bisa berbahaya jika ada tikus masuk ke perpustakaan" jawab Maxi gugup seraya bergegas pergi meninggalkan Daisy yang menahan tawa.
Bagaimana mungkin ada tikus. Pikir Daisy. Kediaman Edoardo selalu rutin melakukan general pest and rodent control. Pikir Daisy.
General pest and rodent control yaitu proses pembasmian serangga dan hama pengganggu yang dapat merugikan manusia dan lingkungan sekitar, yang dapat menimbulkan beberapa penyakit berbahaya dan mematikan di lingkungan rumahtangga, komersil dan industri.
***
Pov Maxi
Gadis kecil dengan rambut coklat keemasan itu sekarang sudah remaja. Kacamata besar dan rambut kepang dua beserta poni, begitu penampilannya sejak pertama kali datang sembilan tahun lalu. Tidak pernah sekalipun dia merubah penampilannya.
Awalnya gadis itu hanya seorang anak ingusan bagiku. Anak paman bungsuku yang selama ini tinggal di desa. Karena paman dan istri beserta anak laki-laki mereka meninggal dalam kecelakaan. Akhirnya Kakek membawa tinggal bersama kami. Karena penampilannya itu, dia sering jadi bahan olok-olok kedua adikku Marie dan Joane. Bahkan mereka memanggilnya bebek buruk rupa. Dan akupun ikut memanggilnya bebek. Karena dia lucu dan jika berjalan sangat pelan. Padahal jujur saja menurutku gadis itu cantik. Hanya saja tertutup penampilan layaknya kutu buku yang sangat jauh dari gaya stylish.
Gadis itu bernama Daisy. Dia ternyata sangat pintar. Kudengar dia selalu masuk kelas akselerasi di semua tingkat sekolahnya. Buatku itu sangat keren. Dia selalu menjadi siswa terbaik di sekolahnya. Itu yang membuat Marie dan Joane semakin membencinya. Karena Daisy mendahuluinya lulus sekolah menengah atas. Padahal usianya dua tahun di bawah Joane. Aku pernah mendengar ayah membandingkan Marie dan Joane dengan Daisy, saat Marie mendapatkan nilai buruk di semua mata pelajaran kuliahnya dan dikeluarkan dari kampus akibat terlalu sering pergi ke club dan Joane yang sangat malas belajar. Itu membuat kebencian Marie dan Joane semakin besar kepada gadis berambut emas itu.
Aku sering diam-diam memperhatikannya saat ada acara bersama seperti sarapan dan makan malam bersama. Yang paling menyenangkan adalah saat pesta kebun. Karena aku bisa bebas memandangnya dari kejauhan sambil melukis sketsa wajahnya. Dia sangat cantik. Dia pikir dengan bersembunyi dibalik kaca mata besarnya dan rambut poni berkepang dia akan terlihat jelek. Justru itu semakin membuatnya lucu dan menggemaskan.
Aku jadi selalu mengawasinya dari Marie, Joane dan Cleo yang selalu saja mengganggunya. Apalagi sejak Clarissa, sepupuku yang seperti detektif sudah tinggal di asrama membuat gadis itu selalu sendiri dan memudahkan tiga kakak sepupunya mengganggunya.
Walaupun kadang edro dan Caesar menemaninya, tapi kedua anak laki-laki masih seperti anak kecil.
Saat ini, dia berhasil lulus kuliah bersamaan denganku yang usianya enam tahun lebih tua darinya. Kami kuliah di kampus yang sama. Entah dia yang terlalu cepat menyelesaikan jenjang pendidikan atau aku yang terlalu lambat. Yaaa....sepertinya kedua alasan itu benar.
Dia ikut program fast track. Sedangkan aku justru seringkali hanya mengambil mata kuliah wajib saja di beberapa semester. Juga mengambil cuti kuliah selama satu tahun. Akibatnya kuliahku baru selesai dalam waktu lima tahun. Karena aku harus mulai membantu ayah di perusahaan dan ada beberapa urusan yang mengharuskan aku sering pergi ke Inggris saat usiaku dua puluh tahun waktu itu. Aku juga khawatir otakku tidak sanggup mengejar nilai bagus jika terlalu banyak mengambil mata kuliah.
Tadi siang aku tidak sengaja menabraknya di lobby rumah utama. Aku hendak ke perpustakaan. Mencari beberapa buku untuk kubaca. Saat kacamatanya terlepas dan poninya tersibak. Aku melihatnya dari jarak yang sangat dekat, dia terlihat sangat cantik dengan mata ceria dan bulu mata lentiknya. Seketika aku terpesona. Aku memang menyukainya. Aku bahkan memikirkan cara untuk akrab dengannya. Tapi saat dekat dia, aku malah bersikap pura-pura galak. Aku merasa tidak percaya diri.
Dia disambut pak Alberto. Kudengar Kakek sedang menunggunya di ruang kerja. Itu artinya Kakek Edoardo memanggilnya.
Jika kakek sudah secara khusus memanggilnya berarti ada dua kemungkinan. Membuat kakek marah atau membuat kakek sangat bangga padanya.
Dan kemungkinan kedua adalah yang paling masuk akal.
Saat aku sedang asik membaca buku di perpustakaan, tiba-tiba Cleo memanggilku.
"Maxi, aku mencarimu dari tadi" Suara Cleo membuatku terkejut. Ada urusan apa dia mencariku.
Tanpa diduga, dia duduk di pangkuanku dan mencium pipiku
"Cleo, hentikan. Apa yang kau lakukan. Pergi tinggalkan aku" aku membentak Cleo. Dia malah bangun dengan malas-malasan. Aku khawatir ada pak Alberto atau pelayan yang melihat.
"Tenang saja, Maxi. Di sini sepi. aku tadi sudah matikan cctv" ucap Cleo. Eeh apakah dia sudah gila? berani sekali mematikan sistem cctv perpustakaan.
"Stop, Cleo!!. Apa maksudmu duduk dipangkuanku? bangun!" Suaraku penuh penekanan menahan kesal. Karena Cleo masih malas-malasan bangun dari pangkuanku.
"Aku suka kepadamu" ucap Cleo. Suara manjanya terdengar menjijikkan bagiku.
"Kamu jangan gila, Cleo. Kita sepupu. Jangan membuat kakek murka" ucapku.
"Sepupu? kita bukan sepupu. Aku tahu soal itu. Kamu hanya anak angkat dari paman Luca dan bibi Victoria"ucap Cleo membuatku berdiri, membuat Cleo terjungkal ke lantai. Dia meringis pelan.
"Apa maksudmu? jangan bicara sembarangan"bantahku.
"Tidak usah pura-pura. Aku yakin kamu pasti sudah tahu bahwa kita bukanlah sepupu" dia memegang pundakku.
"Baiklah. Lain kali aku akan coba merayumu lagi. Yang rajin belajar ya. Supaya punya bekal, jika suatu saat didepak dari keluarga Edoardo dan tidak mendapatkan warisan. Setidaknya bisa bekerja di perusahaan lain" ucap Cleo meninggalkanku seraya mengedipkan sebelah matanya. Iish sangat menjijikkan
"Aaarrggghhhh...!!!" teriakku kesal seraya melempar sebuah buku tebal ke lantai.
Aku seketika merasa emosiku akan meluap keluar kepala. Aku mondar mandir di lorong di antara rak-rak buku. Bagaimana mungkin Cleo bisa mengetahui asal usulku dan berani memanfaatkannya.
Tiba-tiba mataku melihat bebek kecil sedang duduk di kursi di meja bagian barat perpustakaan.
Hah !!!. Bagaimana kalau dia tadi mendengar percakapanku dengan Cleo? Bisa berbahaya.
Kudekati dia. Kupanggil dia. "Bebek...bebek jelek!!" dia diam saja.
kutepuk pundaknya dari belakang, membuatnya terlonjak dari kursi dan berteriak.
"Aaaaahhh.." Addduuh bagaimana ini. Dia berteriak sangat kencang. Kututup mulutnya supaya dia diam.
"Mau apa kamu?" Dia meronta sambil berusaha berteriak dalam bekapan tanganku di mulutnya.
Dia malah meronta melepaskan tanganku yang menutup mulutnya. Daaan....dia menggigitku. Tidak hanya itu, dia menyikut perutku lumayan kencang. Bagaimana mungkin gadis culun ini punya tenaga sebesar itu. Aku meringis kesakitan.
"Aaaau sakit"desisku.
Dia mecopot sesuatu dari kupingnya, sepasang airplug kecil berwarna pink.
"Kenapa kamu mengagetkan dan membekapku?" tanyanya masih dengan ekspresi ketakutan dengan kedua tangannya masih bersiap-siap melawan seolah aku akan menyerangnya.
Aku tahu sikap seperti itu hanya dilakukan oleh orang yang belajar beladiri. Rupanya dia cukup menguasai tekhnik beladiri. Hmmmh keren juga.
"Aku memanggilmu. Kamu diam saja. Akhirnya kutepuk pundakmu. Kamu malah berteriak sangat kencang, bisa-bisa seluruh pelayan datang ke sini. Kubekap supaya berhenti berteriak, aku malah digigit dan diserang" Ucapku dengan tangan masih memegangi perut. Rasanya sakit sekali.
"Aku memakai earplug. Jika sedang membaca, aku lebih senang memakainya. Jadi bisa fokus" Dia menunjukan sepasang airplug kecil berwarna pink miliknya. Aku sudah melihatnya tadi.
"Aaaah. Jadi kamu tidak mendengar apapun sedari tadi?" kupastikan dia tidak mendengar apapun yang diucapkan Cleo.
"Memangnya ada suara apa tadi?" Dia malah balik bertanya kepadaku.
"Mmmmhh..mungkin tadi suara tikus. yaaa...pasti suara tikus. Aku akan meminta pak Alberto memeriksanya. Bisa berbahaya jika ada tikus masuk ke perpustakaan" jawabku gugup seraya bergegas pergi meninggalkan bebek kecil itu.
Baguslah kalau dia tidak mendengar apapun tadi. Karena dia memang sedang asik membaca buku dengan airplug menutup telinganya.
Huh, Cleo benar-benar gila. Bisa-bisanya dia datang merayuku. Aku memang sangat tampan dan banyak gadis yang suka padaku. Cleo juga cantik, tapi bukan dia juga seleraku. Gadis yang hanya tahu cara berdandan dan menghamburkan uang orangtua, dengan otak nyaris kosong. Seleraku tentu saja yang seperti bebek kecil itu.
Aku yakin informasi yang Cleo ketahui tentang identitas aku itu berasal dari orangtuanya yang memang terlihat seperti tidak suka kepadaku. Tidak pernah sekalipun menyapaku. Sama seperti Yazid yang selalu membenciku.
Aku duduk di teras kamarku di lantai dua.
Aku jarang sekali duduk santai di teras ini. Hidupku selama ini sepertinya terlalu sibuk dengan urusan kuliah, keluarga ayah kandungku di Inggris dan pekerjaan di perusahaan Ayah.
Beberapa hari lagi aku wisuda. Jadi kesibukanku sudah mulai berkurang karena sudah tidak ada lagi jadwal kuliah.
Malam ini purnama muncul di langit yang cerah. Indah sekali. Betapa aku sering melewatkan keindahan yang Tuhan ciptakan ini. Padahal begitu mudah, hanya dengan duduk di teras kamar dan memandang langit. Suasana hati menjadi tentram.
Kawasan Kediaman Edoardo membentuk huruf U yang lebar. Suasana sudah sepi. Nampak lengang di setiap rumah.
Rumah kami berseberangan dengan rumah Fiore, tempat tinggal si bebek kecil. Walaupun jaraknya lumayan jauh, tapi cukup jelas melihat keberadaan seseorang di teras salah satu kamar si rumah Fiore. Hanya saja tidak bisa terlihat siapa sebenarnya orang tersebut.
Aku mengambil teleskopku. Mencoba melihat ke rumah Fiore.
HHmmmmmhhh....Apakah aku tidak salah lihat?
Seorang gadis sedang duduk di balkon kamarnya. Memakai piyama lengan panjang berwarna pink. Rambut bergelombang coklat keemasan tergerai indah tanpa poni. Tanpa kacamata. Dia sangat cantik. Dia sedang meminum sesuatu dari gelasnya.
Jantungku berdebar. Kupegang dadaku dengan tangan kanan. Tangan kiriku mendekap teropong kecilku. Kenapa jadi deg degan. Aku memang tahu kalau dia sebenarnya cantik. Tapi tidak mengira jika ternyata dia secantik itu jika tanpa kacamata lebar dan rambut kepang berponinya.
Aku kembali melihat melalui teleskopku. Dia tidak ada. Kemana dia??
Tiba-tiba dia muncul lagi dari balik tanaman hias.
Dia melambaikan tangannya padaku.
Hah??? Jadi dia tahu aku meneropongnya?
Lalu dia berbalik menuju kamarnya. Eits, dia berbalik lagi menoleh ke arahku. Dia menjulurkan lidahnya dan memainkan bola matanya berputar-putar dengan konyol.
Hahahaha....Aku tertawa terbahak melihat tingkahnya. Dasar bebek kecil. Bisa-bisanya dia meledekku saat tahu bahwa aku meneropongnya.
Dia menutup pintu dan gorden kamarnya. Lampu kamarnya pun dimatikan. Dia langsung tidur rupanya. Padahal aku masih ingin melihatnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Arinda 🌹🌹
sbnernya Maxi sangat perhatian ya ke daisy
2022-10-20
0
Anita Junaedi
ya ampun thor. lucu lah ini 😂
2022-10-20
0
Anita Junaedi
hahaha jadi bayangin. terjungkal ga tuh
2022-10-20
0