Daisy bersekolah di salah satu sekolah dasar terbaik di kota Brown. Dia satu sekolah dengan Clarissa. Benar apa yang dikatakan Clarissa. Bahwa mereka satu sekolah dan Daisy satu tahun di bawah Clarissa.
Namun karena Daisy mengikuti program kelas khusus akselerasi. Akhirnya dia dan Clarissa lulus sekolah dasar bersamaan. Sayangnya Clarissa meneruskan sekolah menengah pertamanya di sekolah yang berbeda dan tinggal di asrama.
Daisy pun tidak ada teman lagi setelah Clarissa tinggal di asrama. Walaupun kadang Cedro atau Caesar sesekali menemaninya. Namun karena mereka berdua laki-laki, Daisy tidak bisa leluasa bermain seperti bersama Clarissa.
Pagi itu saat hendak sarapan bersama di rumah utama. Daisy sengaja datang lebih awal, dia tidak mau berpapasan dengan para sepupunya yang selalu mengganggunya. Dia berjalan perlahan menuju rumah utama. Tiba-tiba Marie dan Joane menabraknya dari belakang hingga kacamatanya terpelanting jatuh. Mereka mentertawakan Daisy dengan sangat puas.
"Percuma pakai kacamata tebal dan pintar di sekolah kalau jalan saja masih tidak terlihat jelas. Dasar bebek buruk rupa", Marie terkekeh.
"Aku terjatuh karena kalian yang menabrakku" sahut Daisy.
"Aku bukan bebek buruk rupa. Namaku Daisy"
Marie dan Joane saling berpandangan lalu tertawa seolah melihat sesuatu yang sangat lucu.
"Namamu tidak penting bagi kami, bebek" Marie menjulurkan lidahnya. Sedangkan Joane menggerak-gerakkan badannya seperti gaya seekor bebek.
Daisy meraih kacamatanya yang tergeletak di rumput di samping jalan. Tapi Marie menendangnya lebih jauh.
"Ayoo..marahlah" pancing Marie. Dia ingin membuat Daisy marah. Supaya image Daisy sebagai anak baik-baik dan tidak pernah membuat kegaduhan diragukan oleh keluarga besar, terutama kakek dan nenek. Marie sengaja memancing keributan agar dia bisa berkelahi dengan Daisy.
"Kalian berdua, pergi dan jangan ganggu dia. Atau kuadukan kepada ayah dan ibu" sebuah suara membuat Marie dan Joane ketakutan dan bergegas lari. Mereka meninggalkan Daisy dengan tatapan mengancam.
"Ini kacamatamu. Pakailah" Maxi memungut kacamata di atas rumput. Meraih tangan Daisy dan meletakkannya ditelapak tangannya.
"Terimakasih..." ucap Daisy. Tapi Maxi sudah pergi meninggalkannya dengan langkah cepat. Kakak sepupunya yang sudah duduk di kelas tiga sekolah menengah atas itu sangat tinggi dan kakinya panjang. Jadi Daisy tidak bisa mengejar langkahnya.
Daisy hanya bertemu dengan para sepupu di acara khusus di rumah kakek saja. Dan di setiap acara tersebut ada saja ulah mereka mengganggu Daisy. Beruntungnya acara itu tidak setiap hari. Jadi tingkah Marie, Joane dan Cleo yang selalu mengganggunya tidak terlalu sering dia hadapi. Mereka juga sangat pandai hanya membully Daisy saat tidak ada para orangtua atau saat orangtua sedang sibuk.
Dan Maxi selalu ada saat Daisy sedang diganggu ketiga kakak sepupu perempuannya itu. Meskipun tetap dengan sikap tidak bersahabat. Seperti pagi itu.
***
Suatu malam usai acara makan malam di rumah kakek. Daisy bermaksud mengambil buku di perpustakaan. Dia sudah selesai ujian kelulusan sekolah menengah pertamanya. Dia hendak mencari beberapa buku bacaan untuk mengisi waktu luangnya. Saat di tangga dia bertemu dengan Cleo yang hendak turun dan menatapnya tidak suka.
"Waaah bebek buruk rupa...bukankah kamu jenius? masih perlu baca buku?" tanya Cleo sinis. Di sekolah menengah pertama Daisy satu sekolah dengan Cleo. Mereka satu angkatan, meskipun Daisy lebih muda satu tahun dari Cleo. Cleo yang sedari awal tidak menyukai Daisy semakin membencinya. Apalagi Daisy adalah siswa terbaik di angkatannya.
Namun lagi-lagi Daisy masuk kelas akselerasi. sehingga bisa lulus sekolah menengah pertama lebih dahulu dibanding Cleo. Dan rasa benci Cleo semakin besar kepada Daisy. Apalagi karena prestasi Daisy tersebut membuat orangtua Cleo bangga kepada Daisy dan malah menuntutnya belajar lebih rajin akibat nilainya yang sangat buruk di sekolah.
Apalagi kedua kakak laki-lakinya, Yazid dan Zayn sangat mengagumi Daisy. Cleo sering melihat kedua kakaknya itu berebut perhatian dari Daisy pada saat acara keluarga.
"Bebek buruk rupa, awas jangan menghalangi jalan. Kenapa sih kamu selalu menghalangi jalan saja" bentak Cleo karena Daisy tidak menanggapi kata-kata Cleo tadi.
"Aku tidak menghalangi jalan. Kamu yang salah jalan, Cleo" ucap Daisy. Karena jelas-jelas Cleo yang sengaja berjalan dibagian arah naik. Tanda panah di aras karpet sudah jelas menunjukkan bahwa bagian yang Daisy injak adalah untuk berjalan ke arah atas.
"Iiish kamu berani membantahku ya. Jangan karena kamu bisa lulus sekolah lebih dulu dariku, kamu bisa berani kepadaku. Kamu tetap saja bebek buruk rupa, kamu tetap saja lebih kecil dariku " Cleo kembali membentak. Daisy mengalah lalu bergeser agar bisa cepat sampai ke perpustakaan. Dia malas meladeni Cleo yang keras kepala. Yang ada nanti malah membuat keributan. Daisy tidak mau mengganggu semua orang.
Saat sedang mencari buku, tiba-tiba lampu perpustakaan mati. Ruangan menjadi gelap. Daisy mencoba menenangkan diri. Lalu berbekal pencahayaan dari lampu di luar rumah utama yang masuk lewat jendela perpustakaan, Daisy berjalan perlahan menuju pintu keluar. Tapi ternyata pintu dikunci dari luar.
Daisy berteriak minta tolong. Namun sepertinya ruangan perpustakaan kedap suara. Jadi rasanya percuma dia berteriak, hanya menghabiskan tenaganya.
Dia pasrah. Mungkin harus menunggu besok pagi sampai pelayan membukakan pintu. Akhirnya Daisy hanya duduk di atas karpet di dekat pintu dalam kegelapan.
Tiba-tiba lampu kembali menyala dan pintu terbuka. Maxi menghampiri Daisy.
"Kamu tidak apa-apa?" tanyanya khawatir. Namun melihat wajah Daisy yang pucat, dia yakin Daisy sangat ketakutan.
"Tadi aku mendengar Cleo bercerita pada Marie dan Joane bahwa dia mengurungmu di sini" ucap Maxi.
"Terimakasih sudah menolongku" gumam Daisy.
"Hemm" Maxi hanya mendehem seraya menarik tangan Daisy keluar perpustakaan dan menuruni tangga.
"Lain kali berhati-hatilah dengan tiga anak perempuan itu" Maxi berkata dengan dingin.
"Aku khawatir terjadi sesuatu yang buruk padamu karena ulah mereka" gumam Maxi. Daisy terperangah mendengarnya.
"Selalu bawa ponselmu kemanapun. Agar mudah menghubungi kepala pelayan jika terjadi sesuatu" lanjut Maxi. Daisy terdiam. Dia melapaskan pegangan tangan Maxi. karena dia bisa terseret tidak bisa mengimbangi langkah kaki Maxi yang panjang.
"Ayo pulang. Kamu mau semalaman di sini?"tanyanya ketika Daisy masih mematung di ujung tangga.
Daisy berjalan pelan di belakang Maxi. Sesekali dia melihat kakak sepupunya itu. Meskipun selalu bicara ketus dan terkesan sombong dan ekspresinya sangat mengerikan buat Daisy. Tapi sudah beberapa kali dia menolong Daisy.
"Aaaauuuwww...sakit" Daisy menabrak punggung Maxi yang tiba-tiba menghentikan jalannya.
"Iisssh kamu ya, memang bebek kecil jelek. Jangan melamun kalau berjalan" ucap Maxi dengan galak. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Lalu memperbaiki letak kaca mata Daisy yang bergeser ke atas dahi akibat menabrak punggungnya.
"Namaku Daisy, bukan bebek jelek.." gumam Daisy pelan.
Maxi menghela nafas sambil bergumam tidak jelas.
"Jaga dirimu baik-baik. Hubungi pak Alberto jika terjadi sesuatu akibat ulah ketiga anak perempuan itu" ucap Maxi membuat Daisy mengangguk cepat.
"Cepat pulang sana. Jangan melamun" katanya lagi membuat Daisy bergegas pergi menuju rumah Fiore. Begitu sampai di pintu rumah, Daisy menoleh. Maxi masih berdiri menatapnya. Seperti menunggunya masuk ke dalam rumah. Betul saja ketika Daisy sudah masuk ke dalam rumah, Maxi bergegas menuju rumahnya.
"Dia selalu galak kepadaku, tapi dia selalu menolongku dari gangguan Marie, Joane dan Cleo" pikir Daisy ketika melihat Maxi yang berjalan menuju rumah Foglia. Dia mengintip dari balik jendela rumahnya.
***
Di sekolah menengah atas, Daisy masuk sekolah terbaik di kota Brown. Tidak ada satu pun sepupunya yang bersekolah di tempat yang sama. Dia dan Joane, yang usianya dua tahun di atasnya, masuk sekolah di tahun yang sama di sekolah yang berbeda. Hanya saja Daisy kembali berhasil masuk kelas akselerasi. Hingga akhirnya dia lulus sekolah menengah atas satu tahun lebih dulu dari Joane.
Saat Daisy masih di sekolah Menengah Atas, dia jarang melihat Maxi hadir di acara keluarga. Dalam sebulan mungkin hanya satu atau dia kali dia melihatnya di acara sarapan dan makan malam. Di acara pesta kebun bulanan saja dia bisa melihat Maxi. Mungkin Maxi sedang sibuk dengan kuliahnya.
"Daisy, aku bawakan vas bunga cantik untukmu. Aku buat sendiri di studio milik Ibu" Caesar, adiknya Clarissa duduk di sebelah kanan Daisy saat pesta kebun.
"Terimakasih, Caesar. Kamu sangat hebat, bisa membuat vas secantik ini" ucap Daisy.
"Aku membantunya" Cedro datang dan duduk di sebelah kiri Daisy.
"Iya betul, kak Cedro yang membantuku. Lihatlah aku menulis namamu di sini, Daisy" Caesar menunjukkan ukiran nama di bagian sisi vas bunga tersebut.
"Ehemmmm..." Maxi yang duduk di seberang mereka berdehem sambil menatap Daisy lekat.
Daisy balik menatap Maxi. Dia terlihat sudah lebih dewasa. Usianya mungkin sudah dua puluh tahun. Tubuhnya tegap dan tinggi.
"Hallo, apa kabar?" Daisy melambaikan tangannya. Karena Maxi tidak berhenti menatapnya.
Maxi menahan tawa lalu menundukkan kepalanya. Kemudian dia bergegas pergi dari kursinya.
"Mungkin kita hanya anak kecil baginya" gumam Daisy.
"Hanya kalian berdua yang anak kecil. Aku sudah dewasa. Umurku sudah tujuh belas tahun sekarang" Cedro memprotes kata-kata Daisy.
"Begitukah?" tanya Maxi yang tiba-tiba lewat di samping mereka sambil menatap loli pop yang sedang dikulum Cedro.
Cedro hanya tertawa sambil menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Daisy melihat Maxi duduk di gazebo dekat pohon Cerry, sibuk dengan buku dan pensil. Seperti biasanya, dia memang selalu menyendiri sambil melukis. Sesekali dia menatap Daisy dari jauh dengan tatapan dinginnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
Bububaba
Maxi khawatir ..emang perhatian ya
2022-11-12
0
Anita Junaedi
😂
2022-10-20
0