Pulang

Ayyara terus memakan jeruk yang dikupas kulitnya oleh Mala. Wanita itu tersenyum senang melihat putinya, begitupun Abima. Melihat putrinya makan selahap itu, membuat sepasang suami istri itu berucap syukur dalam hati.

"Tambah Ma," Ucap Ayyara, membuat Mala mengulas senyum dan langsung menyuapinya.

"Papa bersyukur banget Ma, Ayya udah lebih baikan. Semoga bisa cepat pulang ke rumah."

"Iya, Pa. Putri kita memang kuat. Semoga Ayya bisa cepat pulih dan segera pulang."

"Amiin. Ayya bisa gini juga karena do'a Mama sama Papa." Jawab Ayyara tidak gagap lagi seperti sebelumnya.

"Sepertinya kecelakaan ini membawa perubahan pada kamu, nak. Kami bersyukur kamu bisa berbicara lancar lagi."

Tapi, ada yang aneh Ma. Ada satu perubahan lagi. Tapi apa ya? Batin Abima.

Mala kembali menyuapkan potongan jeruk ke mulut Ayyara. Tanpa mereka sadari, putri mereka kini tidak mengenakan kacamatanya lagi.

Tak berselang lama, pintu ruangan tersebut terbuka. Deon dan Gian masuk dengan wajah datar. Bagaimana tidak, mereka sedang asik-asiknya nongkrong sama teman-teman, dipaksa Abima ke rumah sakit.

"Abaang... Senang banget kesini lagi." Ayyara tersenyum lebar menyambut dua cowok itu. Keduanya tak membalas. Bahkan untuk tersenyum paksapun mereka tidak sudi.

"Kenapa tu muka, bang? Di tekuk mulu." Ayyara melahap lagi potongan jeruk.

Ini semua gara-gara lo! Batin Deon.

Sok nanya lagi, lo! Awas aja, gue balas lo nanti! Ucap Gian dalam hati.

Abima menatap kedua putranya sambil menggeleng. Bagaimana bisa mereka terlihat muram hanya karena disuruhnya datang. Apa mereka lebih mementingkan teman-teman mereka dibandingkan Ayyara, adik mereka sendiri.

"Deon, Gian! Ayo, duduk! Jangan berdiri terus." Keduanya hanya menurut tanpa bantahan sedikitpun.

Dalam hati, Ayyara tersenyum senang. Terbesit rasa ingin membuat dua lelaki itu kesal. Tidak apa-apakan membuat mereka kesal. Ini baru awal dari proses balas dendamnya.

"Bang, kaki Ayya pegel. Pijatin, ya?" Mata Ayyara menatap penuh harap pada Gian. Membuat lelaki itu melotot garang padanya.

"Ogah! Gue capek."

"Abang dari mana sih, capek gitu? Beres-beres rumah?"

Gian mengepalkan tangannya. Ayyara benar-benar menguji kesabaran. Jika tidak ada Papa dan Mamanya disini, dia pasti sudah menampar wajah sok polos tanpa dosa itu.

"Gian, bantuin pijatin kaki Ayya, ya? Mama kan lagi nyuapin Ayya."

Wajah Gian merah padam. Tapapan sengit ia lemparkan pada Ayyara. Namun, gadis itu hanya menampilkan senyum menjengkelkan. Gian duduk di pinggir brankar dan segera memijatnya.

"Pelan, bang!" Perintah Ayyara sambil mengunyah potongan jeruk terakhirnya.

Matanya melirik Deon yang duduk santai memainkan handphonenya. "Bang Deon, ambilin Ayya tisu!"

Deon mengangkat wajahnya. Mala sudah berpindah dari kursi menuju sofa samping Abima. Dan tisu itu berada di atas nakas samping brankar. Cukup bisa dijangkau Ayyara.

"Ambil sendiri!" Jawabnya acuh.

"Tangan Ayya ngga nyampe. Tuh, tuh." Ayyara mencoba menggapai tisu tersebut, tapi tetap tidak bisa.

Deon menarik nafas kasar, lalu beranjak dari duduknya. Ia meraih tisu dan melemparnya pada Ayyara.

"Elapiin." Rengeknya sambil memajukan bibirnya.

Deon menurut sambil menahan rasa kesal. Ia mengusap mulut Ayyara menggunakan tisu dengan perasaan dongkol.

"Bang Deon, mau minum." Lagi-lagi Ayyara membuat Deon tak bisa kembali ke tempatnya.

"Bang Gian, pindah kaki kiri, bang. Di pergelangan kaki, bang. Pelanin dikit,"

"Bang Deon, Ayya laper, mau makan."

"Suapin bang."

Ayyara terus saja meminta ini itu pada Deon dan Gian. Wajah keduanya sudah merah padam menahan amarah.

"Papa sama Mama mau pulang dulu sebentar. Kalian berdua jagain Ayya." Ucap Abima, membuat ketiga anaknya menatapnya.

"Iya, Pa." Dua cowok itu tersenyum misterius. Ini adalah kesempatan mereka untuk membalas Ayyara.

"Mama pulang dulu ya, sayang. Nanti kesini lagi." Mala mengecup kening Ayyara.

"Papa juga pulang dulu. Kalau abang marahin kamu, lapor Papa ya?" Abima mengusap kepalanya, lalu mengecupnya pelan.

"Iya, Ma, Pa. Hati-hati!"

Setelah punggung Abima dan Mala menghilang di balik pintu, Deon dan Gian langsung menatap tajam ke arah Ayyara. Gadis itu akan menciut dan terus mengangguk menuruti permintaan mereka. Tapi, mereka salah jika berpikir seperti itu. Bukannya takut, Ayyara malah tersenyum ke arah mereka.

"Bang Gian, kakinya masih pegel."

"Masih pegel?" Dengan kuat Gian menekan kaki Ayyara. Berpikir gadis itu akan meringis kesakitan dan berhenti memerintah. Namun hal lain terjadi. Ayyara menendang dada Gian, membuatnya terhuyung ke lantai.

"Ups, maaf. Ayya reflek."

"Lo gila?!" Bentak Gian, berusaha bangun.

Ayyara mengabaikannya dan mengalihkan atensinya pada Deon. "Bang, mau minum." Ujarnya.

Deon yang sudah kesal sejak tadi langsung mencengkram kuat rahang Ayyara. "Dengar! Lo mendingan gagap atau gagu aja sekalin. Sakit gue dengar ocehan lo!"

Ayyara memegang tangan Deon dan melepasnya dari rahangnya dengan sedikit kasar. Membuat Deon melotot karena Ayyara tidak pernah mampu menarik tangannya seperti itu.

Ayyara mengusap rahangnya, lalu tersenyum miring. "Kaku banget rahang gue." Ujarnya.

Deon dan Gian semakin melotot padanya. Ayyara tidak pernah menggunakan panggilan gue untuk dirinya.

Ayyara menatap bergantian dua orang tersebut. "Lo berdua pantas gue suruh-suruh."

Meluap sudah amarah Gian. Dia mendekat dan melayangkan tanganya ke pipi Ayyara. Namun, tangan itu hanya bisa tertahan di udara. Ayyara dengan tatapan tajamnya menghunus iris mata Gian.

"Tangan berdosa kayak lo berdua, ga pantas nyakitin gue!" Ujarnya, mendorong kasar tangan itu menjauh darinya.

"Udah, gue mau tidur! Jangan macam-macam! Gue gak cukup baik buat ga laporin lo berdua ke Papa." Ayyara berbaring memunggungi dua cowok yang terlihat sangat kesal padanya.

***

Semua biaya administrasi Ayyara selama di rumah sakit sudah dibereskan. Hari ini, Ayyara akan kembali ke rumahnya. Wajahnya terlihat begitu bahagia.

"Udah cantik, anak Mama." Ucap Mala setelah usai mengepang rambut Ayyara.

"Makasih, Ma."

Hari ini gue bakal pulang ke rumah lo, Ayya. Gue bisa tau segalanya tentang lo disana. Gue janji, ga bakal biarin tubuh lo ngerasain hal yang sama seperti yang lo alamin dulu. Batin Ilona.

Mala menggandeng putrinya diikuti Abima yang berjalan di samping keduanya. Dengan penuh hati-hati, Abima menuntun putrinya masuk mobil.

"Ayya senang bisa pulang ke rumah lagi." Mala mengulas senyum begitupun Abima. Ia menatap putrinya dari spion mobil lalu kembali fokus pada jalanan.

30 menit perjalanan, mereka tiba di kediaman Abima. Gadis itu menatap kagum rumah yang terbilang mewah itu. Bagi seorang gadis jalanan yang jiwanya nyasar di tubuh gadis kaya raya seperti Ayyara, Ilona merasa semua ini seperti mimpi baginya.

Gila! Gue gak nyangka bisa tinggal di rumah sebesar ini. Ilona membatin.

Mobil berhenti di garasi. Ketiga orang itu memasauki rumah bersama-sama. Pak Tanto dan beberapa pekerja di rumah pun sudah berdiri dan menyambut mereka.

"Selamat datang, non Ayyara." Ucap semuanya.

Ayyara menarik sudut bibirnya. Senyum tulus terpancar di wajah Ayyara. "Terima kasih." Jawabnya.

Semuanya bungkam mendengar Ayyara berbicara. Anak majikan mereka tidak gagap lagi. Kacamatanya juga sudah tak dipakainya lagi. Dan wajahnya, terlihat sedikit lebih putih dan bersih.

"Ma, Ayya mau istirahat di kamar."

"Ya udah! Ayo, Mama anterin."

Ayyara dan Mala bergegas menuju kamar. Pekerja-pekerja itu sudah bubar dengan perasaan bingung melihat Ayyara.

"Kamu tidur, ya? Mama keluar dulu."

"Iya, Ma."

Setelah Mala benar-benar keluar dari kamar itu, Ayyara kembali terbangun. Ia bergerak mendekati meja yang terdapat foto Ayyara dan beberapa produk kecantikan.

"Jadi, ini wajah Ayyara yang dulu?" Gumam Ilona.

"Dia ngga jelek. Cuman wajahnya yang ga terawat sama penampilannya yang cupu." Lanjutnya lagi, masih bergumam.

Dia melihat beberapa produk kecantikan tersebut dan mengamatinya. "Semuanya masih tersegel. Berarti Ayya ga pernah makai ini. Coba aja dia ngerawat wajahnya, pasti bakal cantik banget. Gak terawat aja masih kelihatan cantiknya. Cuman kehalang penampilan cupunya. Beda sama gue yang udah jelek dari asalnya." Gumam Ilona lagi.

Ilona bergerak ke meja belajar Ayyara. Ia tersenyum melihat hasil ulangan atau ujian Ayyara yang tersusun rapih di meja belajarnya. Nilainya sempurna dan beberapa mendekati sempurna.

Tangannya beralih membuka buku-buku Ayyara. Seketika ia mengepalkan tangan melihat coretan-coretan cacian dan hinaan yang ditujukan pada Ayyara. Sekelebat bayangan peristiwa yang menimpa Ayyara kembali menyerangnya.

Cewek jelek!

Dasar gagap!

Gue jijik lihat gaya rambut lo.

Ga usah sok pintar.

Lo itu pembawa bencana.

Kehadiran lo di dunia ini gak ada guananya.

Ayyara menurunkan tangannya setelah bayang-bayang itu menghilang. "Gue pastiin mereka akan terima balasnnya." Gumamnya.

Ayyara meraih beberapa produk kecantikan tersebut, lalu membacanya. Beruntung dia pernah berlajar bersama beberapa mahasiswa yang suka rela mengajari anak-anak jalanan sepertinya.

"Tanggal kadaluwarsanya masih lama. Masih bisa digunakan." Gumamnya. "Mulai sekarang, gue akan buat orang yang ngehina lo jelek sadar, betapa butanya mereka sampai ngomong gitu sama lo."

Terpopuler

Comments

Siti solikah

Siti solikah

bener tuh ayyara

2025-01-28

0

Tia Na

Tia Na

ayyara yang asli kemana tor?
/Rose//Rose//Rose/

2024-04-27

0

kuma kuma,🐻🐻

kuma kuma,🐻🐻

mantap ceritanya 😁😁

2024-02-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!