Aku bersumpah! Aku akan membalas semua perbuatan kalian!
Gendis mengepalkan tangannya erat. Kedua matanya menyorot tajam, rasa sakit dan dendam bercampur menjadi satu. Perempuan itu menatap bentuk tubuhnya yang masih terlihat gendut meski sudah turun puluhan kilo.
Perempuan itu berputar sambil memperlihatkan bentuk tubuhnya yang masih penuh lemak di beberapa tempat.
Gendis menarik napas panjang. Sepertinya dia harus lebih bekerja keras lagi untuk menurunkan berat badannya.
Padahal selama ini aku sudah diet ketat dan olahraga. Tapi masih banyak saja lemak yang tertimbun di sini.
Gendis memegangi bagian perutnya yang masih terlihat membesar. Gadis itu kembali menatap tubuhnya di depan cermin. Tiba-tiba, bayangan saat kedua orang itu menyiksanya kembali terlintas.
"Ka-kalian ber-dua?" Belum selesai ucapan Gendis, perempuan cantik di depannya itu menampar Gendis membuat wajah perempuan gendut itu terlempar ke samping.
"Arabella, kau ...."
"Ya! Seperti yang kau lihat, aku dan Arga adalah sepasang kekasih!"
"A-a-apa?"
"Ti-tidak mungk-in."
"Tidak mungkin? Kau pikir aku berbohong?" Arabella menatap Gendis dengan congkak.
"Ta-tapi, Arga adalah kekasihku dan kau sangat tahu itu bukan?"
"Kekasihmu?" Arabella tertawa terbahak-bahak, begitupun Arga yang tersenyum mengejek.
"Ar-Arga! Katakan padaku kalau semua itu tidak benar?" Gendis menatap pria yang dicintainya itu dengan tatapan memohon. Gendis sangat mencintai pria itu, hanya pria itulah yang selama ini selalu dekat dengannya.
"Apa kata-kataku tadi siang kurang jelas?"
"Aku tidak pernah mencintaimu, Gendis! Tidak pernah dan tidak akan pernah!"
Kata-kata itu bagaikan palu yang menghantam hati Gendis. Rasanya sungguh sangat sakit, hingga membuatnya susah bernapas.
Tidak mungkin ....
"Gadis jelek sepertimu, tidak pantas berjalan di sisiku! Apa kau tahu Gendis, selama ini aku menahan jijik dan mual saat berdekatan denganmu!" Arga meluapkan emosinya pada perempuan malang itu.
Sementara Gendis semakin menangis, menatap tak percaya pada pria itu. Pria yang selama ini menjadi penyemangat hidupnya di saat semua orang merundungnya.
Rasa sakit semakin menjalar ke seluruh ruang hatinya.
"Kalau bukan karena Arabella, aku tidak akan sudi terus berpura-pura menjadi kekasih rahasiamu!"
"Apa maksudmu, Arga?" Meskipun semuanya sudah jelas, tampaknya Gendis benar-benar ingin mengetahui semua kebenaran dari mulut pria itu.
Hatinya berdenyut nyeri, jantungnya serasa diremas-remas.
Pria itu, pria tempat menggantungkan semua harapan hidupnya setelah semua orang yang sangat disayanginya meninggal dunia.
Namun, lelaki pujaannya itu ternyata tidaklah sebaik yang dia kira selama ini. Dia ....
Gendis berteriak sambil meringis kesakitan saat Arabella menarik rambutnya dengan kencang. Gendis memegangi tangan Arabella.
"Sa-sakit ... A-Ara ...." Gendis kembali berteriak, saat tangan Arabella justru semakin menarik rambutnya, hingga wajahnya mendongak menatap Arabella.
Air mata mengalir di kedua pipi gadis malang itu. Sorot matanya pilu menatap sang sahabat yang kini menatap tajam ke arahnya.
Arabella Alexa, sahabat yang paling dekat dengannya. Hampir semua milik Gendis pun menjadi miliknya karena gadis gendut itu begitu mempercayai Arabella sebagai sahabat baiknya.
Namun, siapa sangka, perempuan yang menjadi sahabat baiknya itu ternyata mengkhianatinya. Gendis bahkan tidak lagi mengenali Arabella. Gadis cantik yang selama ini terlihat anggun dan selalu berjalan di sisinya.
Arabella bahkan tidak memedulikan tatapan-tatapan orang yang menatapnya rendah karena berjalan dengan monster besar paling jelek di kampus.
Monster adalah julukan Gendis di kampus. Tubuhnya yang tinggi dan berat badannya yang super gendut membuat Gendis terlihat seperti monster karena ukuran tubuhnya yang serba besar.
"Kau pikir, selama ini aku benar-benar senang menjadi sahabatmu?" Arabella menatap Gendis dengan penuh kemarahan.
"Gara-gara kamu, aku harus menanggung malu karena setiap orang menghinaku dan memandang rendah diriku saat aku berjalan di sisimu!"
"Ara ... akh ...!" Gendis kembali berteriak, saat tangan Arabella kembali menarik rambutnya.
"Aku sangat membencimu, Gendis! Kenapa gadis jelek sepertimu harus menjadi orang yang sangat beruntung di dunia ini?"
"A-apa maksudmu, Ara?"
"Harusnya aku yang berada di posisimu, Gendis! Bukan monster jelek seperti dirimu!"
"Ara ...." Wajah Gendis terlempar ke samping saat tangan Arabella kembali menampar wajahnya dengan keras.
"Monster seperti dirimu tidak pantas memiliki kekayaan yang berlimpah. Gadis jelek seperti dirimu pantasnya menjadi pengemis di jalanan!" teriak Arabella.
"Wajahmu sangat jelek, tubuhmu seperti gajah bengkak, semua orang membencimu, tetapi kenapa nasibmu sangat beruntung?"
"Kenapa?" Arabella berteriak marah. Sementara Gendis menatap sahabatnya tak percaya.
Perempuan itu meringis sambil berteriak kesakitan saat Arabella sengaja menginjak tangannya dengan sepatu hak tinggi yang dipakainya.
Arabella tersenyum puas. Wajah cantiknya terlihat begitu menyeramkan. Sama seperti Arga yang juga terlihat menyeramkan saat wajah aslinya terlihat.
Ternyata, dua orang di hadapannya ini selama ini memakai topeng. Mereka memakai topeng kebaikan seperti malaikat untuk menutupi wajah iblis mereka.
"Kenapa harus ada nenek-nenek bodoh yang mewariskan hartanya pada gadis jelek seperti dirimu?" teriak Arabella dengan kemarahan yang memuncak.
Kedua tangannya memukul, menampar dan menjambak rambut Gendis, sementara kedua kakinya pun tak kalah jahat. Perempuan yang selama ini menjadi sahabat baik Gendis itu beberapa kali menendang, menginjak, tanpa belas kasihan.
Arabella bahkan tidak menghiraukan Gendis yang terus berteriak kesakitan sambil menangis.
Perempuan itu seolah melupakan, kalau gadis yang saat ini sedang disiksanya itu adalah orang yang sangat berjasa padanya karena telah mengangkat dia dari jalanan dan memberinya kehidupan yang layak seperti gadis-gadis seusianya.
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Gendis. Tangannya masih gemetar karena mengingat kejadian yang dialaminya saat itu. Beberapa bulir keringat menetes di pelipisnya.
Rasa sakit di tubuhnya akibat siksaan dua manusia jahat itu bahkan masih Gendis ingat dengan jelas.
"Laura!" teriak seseorang dibalik pintu.
Suara ketukan itu kembali terdengar, bahkan berubah menjadi gedoran.
"Buka pintunya!"
"Laura!"
Gendis mengusap air matanya. Gadis itu melangkah dengan gemetar menuju pintu. Saat membuka pintu, wajah cemas Gama terlihat. Belum sempat Gendis mengatakan sepatah kata pun, pria itu tiba-tiba memeluknya.
"Kau tidak apa-apa?" Gama melepaskan pelukannya.
"Hah?"
"Meira bilang, kau izin dari kafe dan buru-buru pulang. Apa ada sesuatu yang terjadi sampai kau harus pulang terburu-buru?" Gama meneliti wajah dan seluruh tubuh Gendis.
"Wajahmu terlihat pucat dan kau ... kau menangis?" pekik Gama sedikit terkejut. Pria itu terlihat khawatir, apalagi saat melihat wajah sembab perempuan di depannya itu.
"Ga-Gama aku ...."
"Katakan siapa yang membuatmu menangis?"
"Katakan, Laura!" Pria itu memegang bahu Gendis.
"Gama, stop!" kesal Gendis. Pria tampan di depannya ini lama-lama membuat kepalanya bertambah sakit.
Gama menghela napas panjang.
"Aku hanya khawatir, aku takut terjadi apa-apa sama kamu." Gama mencoba menetralkan perasaannya, entah mengapa, akhir-akhir ini dia merasa aneh saat berdekatan dengan Gendis alias Laura.
Gendis menarik tangan Gama, kemudian mereka berdua berdiri di depan cermin.
"Kau lihat, tubuhku masih gendut. Perutku masih terlihat besar, padahal aku sudah bekerja keras." Bibir Gendis mengerucut.
"Jadi ini yang membuatmu menangis?" Gama menatap gadis itu tak percaya.
*Aku berlari dari kafe sampai ke rumah kontrakan ini hanya untuk melihat gadis ini menangis karena ini? Karena berat badannya belum turun?
Kau benar-benar bodoh, Gama*!
Gama menertawakan dirinya sendiri dalam hati, tetapi merasa lega karena apa yang dikhawatirkan Meira dan dirinya tidak terjadi.
Semenjak bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, Gendis memilih tinggal di rumah kontrakan yang tidak jauh dari kafe milik Gama tempatnya bekerja.
"Kau benar. Tapi masih lebih baik dibandingkan saat pertama kali aku melihatmu," ucap Gama sambil memperhatikan Gendis dari atas sampai ke bawah.
"Kau hanya perlu bekerja keras sedikit lagi, biar terlihat sempurna." Gama menatap perempuan itu sambil tersenyum.
"Ingat tujuan kamu, Laura. Kau bilang, kau ingin mengubah takdir untuk membalas perbuatan orang-orang yang menyakitimu, bukan?"
Bersambung ....
Jangan lupa like, komen, hadiah dan juga votenya ya, teman-teman ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
PeQueena
lucu ketika ada orang yg iri dengan keberuntungan orang lain..
trus knp msti marah ke laura
harusnya marah ketuhan donk
2022-07-08
0
Usermaatre
menunggu saat itu datang..
pembalasan untuk para penghianat
2022-03-31
0
Nuah Lira
semangat up yaa kaa. dan biar Laura/gendis semangat diet untuk balas dendam pda penghianatan
2022-03-18
3