"Inget loh, kalau ditanya namanya siapa, kamu harus jawab Serena!" Ajeng tegaskan pada Arya.
Arya mengangguk, bodo amat mau memanggil Serena, Serelak juga, yang penting dia malam ini membawa pulang seorang gadis.
Matanya melirik lagi ke Ajeng, masih gadis atau tidak? Ah, masa bodoh, toh dia sudah banyak kencan dengan wanita, rasanya ya begitu saja.
Malam ini dia tampil sempurna dari malam biasanya yang pulang adu ayam, terus mandi dan tidur, kali ini dia memakai baju terbaik yang bahkan bajunya saja tidak mau dia sentuh sejak lama.
Hadiah dari bu Tiwi dilebaran tahun lalu, masih hangat dan baru, fresh from the oven.
"Ini rumah kamu, Mas?"
"Yaiyalah, masa rumah satpam?!" Arya buka kunci pintu mobilnya. "Turun!"
Ada tiga aturan yang tadi Arya katakan pada Ajeng :
Dilarang keras membahas apa yang tidak ditanyakan.
Mengaku kalau sudah kenal Arya lama, jadinya sudah tahu kenakalannya.
Hobby menjahit, bukan adu ayam.
Nomor 1 dan 2 itu sangat mudah, Ajeng pastikan mulutnya tak akan salah menjawab atau mungkin menjawab kurang ajar, lebih dari kadar pertanyaannya.
Tapi, yang ketiga ini loh, nyentuh mesin jahit saja tidak pernah, masukin benang ke jarum saja sampai dijilat berulang kali, akhirnya capek sendiri, benangnya lemes.
Ganteng sih orangnya, cuman kok ya nakal itu loh, jadi orang mbok ya memanfaatkan kegantengan yang Tuhan kasih, ini enggak, masuk penjara sama mabuk aja sukanya, bocah kok nggak tahu diuntung, ngimpi apa pak Kades punya anak demit begini?!
Arya ambil jaket jeans-nya, dia pakai dengan gaya play boy yang mempesonanya, sampai-sampai mulut Ajeng jadi sarang nyamuk.
Dia berikan tangannya pada Ajeng.
"Minta apa, Mas?" ngek, malah tanya.
"Ya gandengan, bego banget sih lo nggak ngerti ginian, cupu!"
"Heh, cupu itu ya buat anak sekolah, aku udah bongkotan gini ya nggak pantes dibilang cupu!" balas Ajeng.
"Terserah lo!"
Ajeng balas uluran tangan itu, mau melompat saat tangannya digenggam Arya, dingin-dingin basah.
Gandengan dari turun mobil sampai masuk rumah, lah dikira aku buta apa?!
Ingat, dia harus tampil elegan, lembut, sopan, sepertinya pelajaran Dewi soal nampan bubur itu merujuk pada takdir yang harusnya Ajeng lewati malam ini, sialnya dia malah makan buburnya, bukan belajar.
Kedua orang tua Arya yang sangat familiar, mantan bapak dan ibu Kades yang turun jabatan waktu itu karena anaknya masuk penjara, rusak memang.
"Loh, Ya'. Kok ini, siapa?" bu Ratih tergopoh-gopoh menyambut tuan putri semak belukar.
Arya melirik Ajeng, mengingatkan sekali lagi akan tiga aturannya tadi.
"Malam, Bu Ratih. Maaf baru ke sini dan kenalan, saya pacarnya Mas Arya, Serena." aku Ajeng.
Mata bu Ratih membulat sempurna, ujung bibirnya berkedut seolah tak percaya.
"Lah, kok bisa kamu mau sama Arya?"
Astaga, Ajeng sudah mau meledak, dikiranya bakal diusir, ternyata bu Ratih justru heran kenapa dia bisa mau sama Arya, si penghuni penjara ini.
"Mama jangan gitu deh, katanya kemarin minta aku bawa cewek, nih udah, ya selama ini aku sama dia, tahu juga aku nakal gimana, dia nerima aku apa adanya kok!"
Nerima kamu apa adanya, gundulmu. Kan, ini dibayar kandang ayam!
Pak Damar ikut tidak percaya, dia sampai melihat Ajeng dan bertanya berulang kali akan hati Ajeng yang diakui serius dengan Arya.
"Nak Serena, iya namanya itu?" pak Damar ragu malah sama namanya Ajeng.
Ajeng pejamkan matanya, menyikut perut Arya yang tertawa terbahak-bahak.
"Bukan, Pak Damar. Nama saya itu Ajeng, iya Ajeng aja, biar nggak serangan jantung, panggil Ajeng aja," jawab Ajeng, masih ada senyum di bibirnya.
Pak Damar menoleh pada Arya, "Jadi, kamu lebih milih sama dia, daripada sama Kartika gadis desa sebelah?"
Arya mengangguk, dia malas dengan gadis desa tercantik yang namanya Kartika, intinya dia tidak mau diatur, dia masih mau keluyuran, lagipula gadis terlalu cantik itu merepotkan.
"Yang buat kamu suka sama Ajeng apa? Apa jangan-jangan kalian sudah-" pak Damar hentikan ucapannya.
Ajeng menganga barengan sama bu Ratih, bola mata mereka saling melirik, sedangkan Arya justru menyulut rokoknya.
Buull,
Asap rokok bulat-bulat bertebaran.
"Nggak perlu negatif gitu dong, Pap!" dia buat asap lagi. "Kalau aku suka sama cewek ya palingan aku cium doang, nggak bakal aku ajak ke hotel!"
Loh, lah anaknya siapa aja di ajak ke hotel? Kok bisa aku ketemu buwaajingan model gini?!
Arya tarik Ajeng mendekat, kamus kencan Arya jelas berbeda dari kamus kencan yang ada di kepalanya Ajeng.
"Mau lihat aku nyium dia sebagai bukti serius, Pap?"
Ajeng blingsatan, tubuhnya sudah menempel pada Arya, dia tidak bisa lepas.
Pak Damar dan bu Ratih syok, mau bergeleng sampai salah mengangguk.
Arya berdecih, dia dekatkan wajahnya dan mengunci pandangan Ajeng, semakin dekat dan dia pejamkan matanya.
Klik,
Pindah, belakang rumah.
Hoeek, hoeeeek, hooeekk ....
Ajeng pijat tengkuk Arya, belum sempat dicium, jarak dua senti saja sudah dipukul mundur.
"Lo makan apaan, hah?!"
"Halah, tadi itu kan aku menang adu ayam, ya aku selain dapat uang, aku dapet makan gratis, kikil kambing, Mas!"
"Brengsek lo, mulut kayak tong sampah!" maki Arya.
"Heh, kamu yang nyuruh aku cepetan tadi, ya nggak sempet aku sikat gigi. Lagian, ini aku dibantu supaya nggak ciuman sama buwajingan model kamu, enaknya kencan bayaran minta bonus cium, makan tuh bau sampah kambing!"
"Bang-sat!"
Arya yakin, kalau Kartika atau siapa saja gadis desa yang dijodohkan dimaki seperti itu, pasti akan menangis dan kabur darinya, tidak akan mau kembali lagi.
Berbeda dari Ajeng, debat kusir sampai subuh ya dia jalani, kadang malah tertawa dimaki begitu, dia sudah kebal.
***
Masa Kelam,
"Ajeng jelek, Ajeng jelek, Ajeng jelek!"
"Weh, anak nggak jelas!"
"Ajeng jangan-jangan anak cinta satu malam, malu terus dibuang!"
"Jangan berteman sama dia, nanti sial!"
"Apa orang tuanya malu kalinya, dia lahir udah jelek gitu?"
"Kayaknya, udah item, cungkring, pendek, alisnya tipis kayak tuyul, rambutnya kriting model gendruwo!"
"Ahahahahah."
Ajeng lempar batu-batu kecil ke sungai tempat biasanya dia buang hajat bersama-sama penduduk dulu, satu jembatan bisa lima orang sebaris.
Dulu, jangankan teman, di panti saja jarang mau ada yang berteman sama dia, kecilnya saja Ajeng bantu, begitu remaja, mereka malu di dekat Ajeng.
Di sungai ini, dia sering menghabiskan waktu sendirian, menelan mentah-mentah ledekan dari teman dan orang di sekitarnya.
"Jeeengggg!"
Satu orang yang selalu mencarinya, bude Lastri.
"Heh, ngapain di sini, ayo pulang!" dia minta Ajeng memakai jaket. "Bu Tiwi nggak bisa tidur kalau kamu belum pulang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Arin
Nyoba baca...... Ya Allah ketawa terkikik-kikik.... waktu Arya lepas cium Ajeng. Bisa termuntah-muntah dia 🤭🤭🤭
2024-09-19
0
buk e irul
mantan bu kades tergopoh-gopoh menyambut putri semak belukar 🤣🤣🤣🤣🤣
2022-09-12
0
Fitri Rafif
asli ngakak🤣
2022-09-12
0