Sedikit berbagi cerita, bukan pada manusia, melainkan ayam, burung dara dan bebek-bebeknya.
Di halaman belakang panti yang selalu menjadi tempat favorit Ajeng bila hatinya penat dan dia butuh buku diary.
"Aku ya mau terima kasih sama kambing yang kemarin aku makan, kebayang kalau aku nggak makan kikil kambing, malam itu aku kehilangan aset berharga, bibirku yang seksi ini!" dia tegakkan kepala ayam aduannya.
Hampir saja Arya mencium bibirnya, kebetulan sekali bau kambing itu menjauhkan niat buruk Arya. Seharusnya Ajeng menghindar dan tidak tertarik dengan rayuan Arya, pria nakal yang tidak bisa diukur lagi kenakalannya sampai tingkat berapa.
Ke hotel bawa wanita, untung tidak hamil, ngeri Ajeng membayangkan, jadi pacar kontrak saja dia tidak betah, apalagi yang jadi orang tuanya, pasti ingin mati cepat.
"Ekhem!"
Ajeng tersentak, dia kenal suara itu, jarang-jarang loh mencari dia dan menemui dia di sini.
"Mas Hikam kok ke sini, bau loh!" Ajeng lepaskan ayamnya, kasihan sampai melayang.
Hikam tersenyum, dia menurut diajak duduk jauh dari kandang yang sebenarnya juga tidak bau, Ajeng rajin membersihkannya.
"Loh, dari mana Mas Hikam tahu?" Ajeng syok.
"Siapa yang nggak tahu info soal Arya, dia itu kan terkenal, banyak yang dibuat sakit hati sama dia di sini. Ajeng beneran jadi pacarnya dia?"
Kedua tangan Ajeng sontak mengelak, bergerak cepat di depan Hikam, memang benarnya begitu.
Kening Hikam terlipat dan tak lama dia menyemburkan tawa, bagaimana tidak, kandang ayam dan bonus ayam satu yang baru dia lihat tadi, itu bayaran yang Ajeng dapatkan setelah menjadi pacar sewaan Arya.
Bukan hanya itu, Ajeng ceritakan kisah pembelaan dari kikil kambing pada Hikam, tak bisa dipungkiri tawa Hikam meledak di sana, sampai-sampai bude Lastri lari ke belakang, memastikan Hikam tidak ikut gila.
"Aku kira kamu itu suka beneran sama Arya, Jeng!"
"Loh, Mas Hikam ini bagaimana sih, kan tahu kalau idolaku itu Mas Hikam, cowok itu ya nggak ada secuil komedonya Mas Hikam loh, dia nggak ada apa-apanya, nggak bisa disandingkan sama Mas Hikam. Mas Hikam tetap prioritas!" penuh percaya diri, membanggakan suami orang, ahahahaha.
Hikam selesaikan tawanya, "Yasudah, aku mau bilang ke bu Tiwi tadi misal kamu jadi sama Arya beneran, mau aku sewakan terop besar buat nikah, sekalian nikah, Jeng!"
Wajah Ajeng sontak berubah, tadinya ceria sekarang murung, dia memilin jemari sambil menahan kedutan di bibirnya.
Ya, dia mau menikah, siapa yang tidak mau, tapi kan Arya itu bukan manusia murni, masa iya dia nikah sama iblis, sedangkan targetnya seperti Hikam yang baginya malaikat.
"Kamu nangis, Jeng?"
"Nggak, lagi nembang!"
Hikam berikan kotak makan berisi roti bakar dan susu coklat, bekal yang biasanya Hikam berikan pada kedua anaknya yang masih TK.
"Kamu makan ini, jangan sampe nggak sarapan, ayam aja kamu kasih makan, masa iya yang punya nggak makan. Uang adu ayamnya buat apa emang?"
Perhatiannya Hikam ini yang semakin membuat Ajeng bangga, mengidolakan Hikam serasa tak sia-sia.
"Ajeng tabung, kan kalau udah ketemu sama yang mirip Mas Hikam, aku mau nikah pake uangku sendiri." dia diam sejenak, rotinya enak. "Bilang makasi sama mbak Dewi ya, Mas. Wenak emang buatannya, coba kalau aku yang buat, bisa kering gosong!"
"Ahahahahaah, kamu ini. Aku kerja dulu, kalau ada info lowongan kerja di kelurahan, kamu mau? Admin gitu, Jeng. Biar nggak adu ayam aja!"
"Emang Ajeng bisa apa kerja di sana, SMU-nya Ajeng itu komputernya pada rusak loh, Mas!"
Astaga, Hikam mau pingsang karena tawa.
"Nanti diajari, pokoknya kamu harus semangat, nggak boleh ngerasa nggak bisa, semua bisa dipelajari, ya Jeng!"
Ajeng sontak berdiri, dia kepalkan kedua tangannya, biar saja dia dibilang sudah tua belum laku, biar saja dia dibilang pengangguran, intinya dia tidak akan pernah menyerah, setiap kesempatan akan dia ambil, apalagi Hikam yang menawarinya.
***
Bu Tiwi bergeleng tidak percaya, dia berharap dan selalu berdoa akan masa depan Ajeng, walau dia tak bisa bekerja dan berkarir yang bagaimana, setidaknya Ajeng punya pekerjaan halal.
"Beneran, Tri. Duh, aku jadi hutang budi sama mbak Dewi dan mas Hikam loh, mereka itu sejak masuk ke kampung ini banyak bawa perubahan, ya kan? Ajeng sampe ditawarin kerja, kalau sampe Ajeng kerja di kelurahan, Tri. Aku bakal beliin dia baju baru buat kerja!" wajah senang bu Tiwi tak terbantahkan.
Celengan ayam yang ada di kamar bu Tiwi itu uang adu ayam dan semua yang Ajeng lakukan, masih utuh dan tak pernah bu Tiwi ambil, dia mau bila nanti dia tidak ada, Ajeng masih punya tabungan.
Bude Lastri setengah berlari ke kamar Ajeng, ada yang datang mendadak dan tidak disangka, bukan Hikam atau Dewi, bukan juga Arya.
Tapi,
"Heh, yang bener, Bude?!" Ajeng kelabakan. "Yang bener mereka ke sini?"
Iya, itu jawaban paling tepat, bude Lastri dan bu Tiwi saja mau mati di depan tadi, syok melihat siapa yang datang, bukan orang sembarangan.
"Loh, lah terus aku harus pake baju apa, Bude?" bingung, satu lemari tak ada yang cocok, baju terbaiknya semalam ada di bak cucian, mau dia ucek. "Pinjem baju kondanganmu aja ya!"
"Heh, kamu mau nyambut tamu apa mau makan piringan kok pake baju kondangan, udah pake kemejamu biasanya itu loh!"
"Kemeja apa? Yang kotak-kotak itu udah jadi kemul kandang!"
Ya ampun,
Bude Lastri ke luar lewat pintu belakang, tak ada pilihan lain selain datang ke rumah Dewi, pasti ada baju lama yang masih bagus untuk Ajeng, paling tidak itu pantas.
"Tunggu, ada kok. Mau aja besok aku kasih ke Ajeng, yang kapan hari itu ke mana?" tanya Dewi.
"Ada yang dimakan rayap, ada yang jadi kemul kandang ayam, ada yang dijahit jadi satu terus jadilah sprei, Mbak Dewi!"
Apa?!
"Ahahahaahahahah, aku nggak bisa ngomong soal Ajeng. Ini ada lima, bawa semua aja, biar dia pilih!"
Untung masih ada orang baik dan terbuka seperti Dewi, kalau tidak, bisa apa mereka yang pinggiran seperti Ajeng dan lainnya.
Bukan baju yang mahal, melainkan yang pantas dipandang mata, orang pertama kali pasti melihat penampilan dulu.
Bu Ratih dan pak Damar sontak berdiri begitu Ajeng ke luar dari balik korden, ini tamu besar yang membuat mereka heboh.
Bu Tiwi senggol bude Lastri, "Aku tadi salah minum obat apa, Tri. Ini Ajeng beneran?"
"Lah, tadi saya juga ngira salah lihat kok, Bu. Tapi, beneran ini Ajeng!"
Bu Tiwi berbisik lagi, "Dia udah mandi belum?"
Waduh!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
iose
kocak bgt thor
2022-09-13
0
Adfazha
Ajeng slalu jd hiburan dmnpun berada 😆
2022-03-15
0
Endah S
🤣🤣🤣🤣 cuma blm sikat gigi aja koooo
2022-03-05
1