Eh, Ajeng kira tak akan tersadar dari lamunannya, Dewi berjalan dan duduk di depannya, membawa nampan berisi dua mangkok bubur penuh, sudah seperti datang ke hajatan orang hamil muda saja.
"Mbak Dewi, permisi loh, ini ada apa kok pake dikasih bubur, ada apa?" celingukan bingung, kan tadi mau diajari soal kiat mendapatkan suami yang baik setara sama Hikam.
Srup!
Dasar tidak tahu malu, gambaran jadi dewi hancur seketika, belum dijawab buburnya buat apa, sudah main sruput.
Dewi tertawa sampai giginya terlihat semua, dia tepuk lutut Ajeng.
"Jeng, maksudnya ini buat latihan kamu jalan bawa nampan penuh sama latihan makan yang cewek banget, kan katanya mau belajar dapat suami idaman, jangan dimakan dulu!"
Lah,
Brak, Ajeng letakkan bubur yang tinggal setengah itu, berjalan membawa nampan, pikirannya melayang ke mana-mana, mencari hubungan suami idaman dengan berjalan membawa nampan.
"Jadi, ibu aku sering bilang dulu, kesan pertama cowok kalau ketemu cewek itu dilihat dari jalannya, kalau bawa nampan berat itu dia pasti sedikit nunduk, itu tandanya malu, terus dia kayak bungkuk, itu tandanya dia hormat, terus langkahnya pasti kecil dan cepat, itu tandanya dia nggak suka jadi pusat perhatian, cowok pasti langsung jeduar-jeduar kalau ketemu cewek gitu!" jelas Dewi, dia pun memperagakan.
Gluk,
Jalan nunduk, bungkuk, langkah kecil cepat, lah apa ya gila Ajeng selama ini begitu, jangankan nunduk, dia justru melihat dengan jelas, buru-buru membungkuk, dadanya membusung dengan penuh percaya diri, lalu langkah kecil, dia lari sambil ngomel.
Ahahahahahah, Ajeng salah alamat sepertinya di sini, dia bertanya pada orang yang tepat, tapi dia yang salah, bebek kok disamain sama merpati, kan ya beda.
"Sudah belajarnya sama Ajeng, Nda?"
"Ahahahahah, yang ada aku ketawa sama Ajeng, gimana mau belajar, buburnya malah dimakan sama dia, terus yang satu mau dibungkus bawa pulang, katanya dia salah alamat, Yah!" Dewi tak kuasa menahan tawa di depan Hikam.
Hikam intip dari jendela, gadis yang kerap memanggilnya dan bertanya aktif kepadanya itu memang berbeda dari gadis kebanyakan, gadis desa itu pemalu puluhan persennya, kalau Ajeng dia nomor satu berani malu.
Gelengan kepala Hikam dan decakannya, jangan berpikiran Hikam perhatian lebih, dia memikirkan bu Tiwi yang sempat sedih bila pergi sebelum Ajeng menikah, Hikam ingat ucapan wanita pengurus utama panti asuhan itu.
"Ayah tahu yang bikin dia semangat belajar jadi gadis desa setiap hari itu siapa?" Dewi mau tertawa lagi.
"Siapa lagi, ya suamimu ini yang jadi semangatnya!"
"Ahahahahahaahah, kamu punya fans di sini loh, Yah!"
"Lah, kamu kok malah ketawa, apa nggak cemburu?"
"Gimana aku mau cemburu, yang Ajeng mau kan yang mirip sama kamu, bukan kamu!"
Hikam raup wajahnya, setiap hari akan ada sesuatu yang baru dari Ajeng, entah tanya masalah apa dan apa yang tidak jauh beda dari tujuan utamanya tadi, bagaimana cara memikat hati pria seperti Hikam.
Bahkan, baru saja Dewi meminta suaminya memberikan tips yang ringan, yang sekiranya Ajeng itu mudah mencerna dan mempraktekkannya
"Lah, apa sih, Bu? Beratnya di mana?"
"Ya, berat buat Ajeng, dia malem masih adu ayam, ahahahahahah. Tapi, emang dia itu jadi semangat apa-apa demi dapat yang kayak kamu, Yah!"
"Kasih tahu dia, kan sosoknya ada di kamu!" Hikam menunjuk istrinya.
"Ya itu tadi, buburnya dimakan!" astaga, mereka tertawa lagi.
***
Bu Tiwi tersingkap kaget, mantan pak Kades yang kemarin dia bahas bersama bude Lastri mendadak datang ke panti.
Bukan, bukan pak Kadesnya, maklum bu Tiwi sudah tua jadi lupa-lupa dan sedikit rabun.
"Mas Arya mau ajak Ajeng kencan?" kan, ibu pengasuh dari kecil saja mau mati bunuh diri mendengar Ajeng diajak kencan.
"Iya, kemarin saya sudah ketemu Ajeng, dia di mana ya sekarang?" Arya tidak punya pilihan lain selain Ajeng, dia harus membatalkan pertunangannya dengan gadis nomor satu desa sebelah, dengan membawa pasangan lain, yang di bawah standart, biar sekalian dia tidak dijodohkan lagi dan otomatis orang tuanya tidak suka ke Ajeng. "Tadi-"
"Gini, Mas Arya-" duh, anak asuhnya kalau malam itu adu ayam, ahahahahah. Bu Tiwi tolah-toleh mencari bude Lastri, sudah ketemu belum si Ajeng ini. "Sebentar lagi pasti pulang anaknya, Ajeng itu kalau malem, sukanya les bikin kue-"
Brak!
Ayam? Suara ayam siapa?
Bu Tiwi sontak berdiri tanpa tongkatnya, les kue gundulmu, yang datang bukan bawa kue tapi bawa ayam, bahkan dapat ayam bonus karena menang, ada uang dikucir di jambulnya lagi.
"Mas Arya, anu ini Ajeng itu-"
Ajeng menoleh pada Arya, pemuda yang terkenal sampai penduduk bawah tanah, begitu juga Arya, dari puluhan penjara yang dia masuki, baru kali ini ada manusia yang membuat dia syok berat.
Ini yang katanya mau sama Hikam, adu ayam berjambul uang?
"Lastri, ambil ayamnya, Tri!" bu Tiwi geram, mau tidak mau bude Lastri rebut ayam jagoan dan bonus dari tangan Ajeng.
Baunya, jangan ditanya, Arya sampai mual.
Tapi, dia butuh Ajeng di kencan malam ini. Dia harus membawa Ajeng, dia harus membuat bapak dan ibunya urung menjodohkan dia dengan gadis desa nomor satu desa sebelah itu.
"Heh, Mas Arya apa nggak denger aku nolak kemarin, hah?" kedua tangan di pinggang. "Aku jadi dandan bagus gini ya cuman karena pengen narik perhatian cowok kayak mas Hikam, kok yang dateng malah kamu sih?"
"Semangat lo sama usaha lo itu loh beda jalan, satu ke surga satu ke neraka, adu ayam kok mau Hikam, ya masih untung orang turunan kota kayak gue masih mau ajakin lo kencan, siapa yang mau sama model kayak lo?!" Arya melipat kedua tangannya ke depan dada.
Lah, kok malah perang? Bu Tiwi bingung mau membela siapa, panti ini juga pernah disumbang ayahnya Arya.
Wajah Ajeng memerah, ini mau ngajak kencan atau adu panco sampai mengusik keyakinannya mendapatkan yang seperti Hikam, merendahkan dia lagi.
"Kamu mau bukti aku dapet kayak mas Hikam, iya? Hiloooo, jangan ngeremehin aku ya, Mas Arya!" dia tepuk dadanya yang membusung. "Kalau bukan karena motivasi yang mas Hikam bawa, bekupon di belakang panti itu nggak akan jadi, aku nggak bakal rendah diri atau malu kayak gadis desa yang jalannya kayak siput, itu dulu, kitab lama, aku bangkit waktu mas Hikam masuk kampung ini!"
Duar!
Dulu, bu Tiwi akui itu, sempat Ajeng down, banyak yang meledeknya dan dia merasa tak sama seperti anak-anak lain, gadis muda lain, ada yang meledek fisiknya terkadang.
Tapi, begitu Hikam datang, disapa Hikam, meledak semua.
"Aku nggak mau kencan sama kamu, dibayar ember-ember ya nggak mau!" tolaknya, menghindari Arya.
"Jeng!" Arya keluarkan dompetnya, ada uang setumpuk di sana. "Uang ini cukup buat beli kandang ayam baru, gimana?"
Waduh, kandang ayamnya lapuk!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Trisna
ajeng lbh sayang ayamny drpd merias diriny....suwer ngakak bacany 😃😃😃😃
2022-04-04
1
Adfazha
Dkt Ajeng dijamin awet gila ehhh awet muda sampe pipi jd longgar 🤣🤣Dksh duit buat bli kndg ayam lsg oleng😂
2022-03-15
2
Endah S
🤣🤣🤣 terima aja udah, klo kandang ayam lapuk, ayamnya bisa jamuran, ga jago lagi nanti..
2022-03-05
1