Aduh!
Bu Tiwi tarik telinga Ajeng, tidak hanya satu, tapi keduanya, di depan banyak anak kecil dan beberapa warga yang ikut adu ayam malam ini.
Mau jadi seperti Dewi yang bagaimana, istri mas Hikam itu jago di rumah, ibu rumah tangga sejati, makanya punya suami sebaik itu, sempurna.
Lah, ini?
"Kamu itu loh, kok malah adu ayam, kam udah tahu kalau itu dilarang, kamu ya ngaji, masa iya malah ikutan, Jeng, kasih contoh yang baik sama anak-anak, bukannya ngajak adu ayam juga, kamu itu lagi butuh uang?" dari barat ke timur ocehan bu Tiwi.
Bisa sampai lumutan kalau tidak Ajeng iyakan.
"Udah, gini aja ya, kalau kamu nggak mau berubah yang bener, gimana kalau ibu jodohin kamu sama-"
"Eits, nggak ada yang namanya bakat pencarian jodoh, Bu Tiwi yang terhormat!" langsung memotong, dia sensitif dengan kata perjodohan, sekalipun belum laku. "Ibu tahu kan kriteria Ajeng itu kayak gimana, emas berlian, Bu. Jadi, cuman Ajeng yang bisa seleksi!"
"Iya, seleksi ya nggak sama adu ayam, model mas Hikam mana mau istrinya suka adu ayam, kayak nggak ada stok cewek lagi aja, jangan banyak alesan kamu ya, malu-maluin Ibu aja!"
Heuh, Ajeng memutar kedua bola matanya jengah, begini sudah kalau ibu negaranya marah, bisa meledak sampai dia dikunci di dalam kamar kalau parah.
Ya, bukan masalah dan bukan salah bu Tiwi, Ajeng tahu itu, wanita itu hanya bertanggung jawab, tidak, lebih tepatnya dia mencoba terus menjalankan tanggung jawabnya sebagai wanita yang pertama kali menerima Ajeng saat bayi, dia merasa mempunyai tanggung jawab atas masa depan Ajeng.
Bude Lastri diam-diam masuk ke kamar bu Tiwi, setelah dia pastikan Ajeng ke luar ruangan dan kembali ke kamarnya.
"Kenapa, Bu Tiwi?" tanyanya, suka gosip di malam hari.
Bu Tiwi membuang napas kasar berulang kali, dia tak akan tinggal diam dalam urusan hidup Ajeng, mana dia mau kalau nanti Ajeng jadi janda seperti bude Lastri, dia punya bayangan masa depan cerah untuk Ajeng.
Yang dipikirkan masa depannya malah adu ayam, rese!
"Sama anaknya pak Kades, Bu?" syok, mendekap dadanya, takut langsung serangan jantung mendadak, bahaya. "Gini loh, Bu!" mendekat, siap gosip lagi.
Bude Lastri berikan gambaran akan anak pak Kades yang akan dikenalkan pada Ajeng.
"Loh, yang dimaksud itu anaknya pak Kades siapa sih?"
"Loalah, dari tadi kamu dengerin aku itu nggak paham, Triiii ... bukan yang anaknya pak Kades kemarin, yang kemarinnya lagi!" maksudnya bu Tiwi mantan pak Kades, begitu saja susah dia menyebutnya.
Gubrak!
Bude Lastri justru terjungkal dua kali dari duduknya, maklum cuman kursi plastik grade bawah, plastiknya suka melengkung, bikin bokong bergoyang.
"Mas Arya, yang keluar masuk ajeb-ajeb itu? Yang pernah salah tahanan itu? Yang pernah jadi bencong buat ngamen itu? Yang-"
"Sssttttt, kok malah disebutin?!"
"Gini, Bu Tiwi-" lah, kok setan ketemu setan, kolaborasi ekstrim. "Begini loh, Bu. Coba Ibu lihat si Ajeng, dia itu udah demit banget, lah kalau sama mas Arya, kan jadi demit kuadrat, anaknya? Apa mau cetak demit?"
"Emangnya Arya itu kenapa? Pak Kades yang itu bilang kalau Arya sekarang baik, tiap kali ke masjid, terus dia suka bagi kue, dia udah jadi anak baik!"
"Duh, Bu Tiwiiiii ... kalau cuman ke masjid sama bagi kue aja ya Tarno nggak kalah, tapi ya miring dia, alias edan. Kenapa nggak sekalian Bu Tiwi kenalin Ajeng sama Tarno, biar klop, satu demit satunya lagi dibayangin demit, nanti anaknya jadi dedemit group." emosi sendiri dengan ide bu Tiwi.
Apa di kampung ini cuman mas Hikam yang baik? Kok bisa kepikiran anaknya pak mantan Kades?
***
"Halah, lo biasanya mangkal di taman kota kan?"
Ajeng berkacak pinggang, "Heh, aku itu jelek emang, Mas, tapi ya nggak doyan kerjaan mangkal, kayak nggak ada kerjaan lain aja, daripada manggal ya baikkan aku adu ayam!"
Arya Pratama, anak mantan pak Kades yang kedua, nakalnya jangan diukur lagi, habis penggaris hanya untuk mengukur kenakalannya, entah penjara mana yang belum dia kunjungi, sejauh ini hanya masalah obat-obatan yang dia hindari, lainnya sikat sampai habis.
Termasuk menyewa wanita, mungkin disuruh masak di kos-nya.
"Nggak sudi aku jalan sama kamu malam ini, apalagi ngaku jadi pacar kamu di depan buapakmu itu, rusak harga diri Ajeng!"
"Halah, lagian lo juga pasti udah nggak perawan, nggak usah jual mahal!" balas Arya.
Nggak perawan?!
Penghinaan sejati ini namanya, jangankan ada yang merobek selaput keperawanannya, yang mendekat bilang suka saja satu tidak ada,
Brak!!
"Seleraku itu nggak kayak kamu yang iblis sejati, Mas Arya harus tahu, kiblatku itu ke mas Hikam, suaminya mbak Dewi, itu malaikat," jelasnya.
"Ahahahahahahahaha, dekil kayak lo mau sama Hikam, beuuuhhhh ... bisa gantung diri Hikam cuman gara-gara lo sukain, bego!"
"Lah, kenapa gantung diri?" meletakkan kembali sapunya, mendekat penasaran. "Selama ini mas Hikam biasa aja ketemu aku kok!"
"Ya, biasa, ditahanlah, dia kan imagenya baik di sini!" jawab Arya.
Cih,
Ajeng berikan sapunya pada Arya, meminta pemuda itu pergi dari pandangannya, malas dan merusak mood bertemu dengan titisan demit satu itu, bapaknya saja sampai turun jabatan karena dia.
Masih teringat jelas saat pertama kali Ajeng melihat Hikam, jantungnya berdegub sangat kencang, bertalu-talu, keringatnya bercucuran, rambutnya gatal semua, dadanya sesak, tangan dan kakinya kesemutan.
Dia baru merasakan sengatan cinta yang katanya teman SMU dulu sampai seperti ada yang mencubit dalam hati, itu ya karena melihat Hikam.
Dia langsung menjadikan Hikam itu karakter suami atau gambaran suami masa depannya.
"Dari mana, Jeng?"
"Eh, Mas Hikam, ya ampun perhatian deh!"
"Ahahahag, enggak gitu, kan kita ketemu di jalanan ini-"
"Iya, ini jalan kenangan Mas Hikam kan?"
'Kenangan apa?"
"Ketemu bidadari kayak-" sadar, dia sudah seperti orang gila di depan Hikam. "Kayak mbak Dewi, masa lupa gimana dulu ketemunya, aku aja masih inget beritanya waktu itu!"
Untung ada alasan!
Hikam terdiam sebentar sebelum akhirnya dia tertawa dan tersenyum lebar, dia iyakan pertemuannya dengan Dewi memang di jalan, tapi bukan jalan ini, intinya sama di jalanan.
"Kiat dapat suami baik?" Hikam lipat keningnya. "Suami baik itu menurut kamu yang kayak gimana?"
Les hati dimulai!
Malu-malu Ajeng menjawab, " Yang kayak Mas Hikam gini, se-kampung tahu sebaik apa Mas Hikam jadi suami di sini, sumpah!"
"Aku nggak sebaik itu, Jeng!"
Hmm, ucapan orang yang sebenarnya baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 103 Episodes
Comments
Adfazha
hahaa demit kuadrat ngakak so hard 🤣
2022-03-15
1
Endah S
jadi si Arya klo sewa awewe cuma disuruh masak??? masak pisang?? pisang apa??
apa juga boleh..
2022-03-05
1