Sebulan berikutnya, di saat hujan deras bercampur dengan angin kencang, di kediaman Tuan Gahral kini di datangi kelompok penjahat bersenjata tajam, mengobrak-abrik isi rumah milik Rhihana.
Teriakan para pelayan hingga terdengar di kamar tuan Gahral dan putrinya yang sedang tidur pulas di kamar mereka. Peristiwa itu terjadi pukul dua dini hari saat tetangga lain terlelap tidur karena cuaca yang sangat mendukung membuat mereka tidak mengetahui ada peristiwa yang mengerihkan yang terjadi pada tetangga mereka Tuan Gahral.
Tuan Gahral menarik istrinya untuk bersembunyi, namun Nyonya Maya menolaknya karena memikirkan keselamatan Rhihana.
"Aku ingin ke kamar putri kita," bisik Nyonya Maya sambil beringsut keluar dari kamarnya dan berjalan mengendap-endap menuju kamar putrinya.
Tuan Gahral mengikuti langkah istrinya karena ia ingin melindungi dua orang yang sangat ia cintai ini.
"Ayah, bunda!" Pekik Rhihana ketika melihat kedua orangtuanya masuk ke kamarnya.
"Kamu tidak apa sayang? ayo kita tinggalkan tempat ini!" Titah tuan Gahral menuntun putrinya keluar menuju tempat yang lebih aman.
Baru saja mereka ingin keluar, tiba-tiba penjahat menyergap mereka. Ketiganya berusaha mundur. Tuan Gahral menghalangi istri dan putrinya dengan merentangkan kedua tangannya, agar penjahat tidak mendekati kedua orang yang sangat dicintainya.
"Mau ke mana kalian Tuan Gahral?" Tanya salah satu penjahat yang merupakan bosnya penjahat, seraya menodongkan pistolnya yang kedap suara tepat di kepala Tuan Gahral.
Rhihana dan ibunya saling berpelukan dan menyembunyikan wajah mereka satu sama lain.
"Bunda, aku takut bunda." Sekujur tubuh Rhihana gemetar.
Serahkan semua hartamu atau kedua wanita itu akan aku habisi" Titah bos penjahat itu seraya menyerahkan berkas pernyataan pemindahan semua aset milik Tuan Gahral padanya.
"Aku bekerja siang dan malam untuk mendapatkannya, kau datang seenaknya untuk merampok hartaku, tidak!" Aku tidak akan menandatanganinya." Tuan Gahral tidak bergeming sedikitpun, ia malah ingin meraih gelas yang ada di nakas putrinya untuk melemparkan ke arah wajah bos penjahat itu.
"Tarik putrinya!" Titah penjahat itu pada anak buahnya.
"Aaakkk!" Pekik Rhihana ketika penjahat itu menjambak rambut panjangnya." Ayah tolong Ana ayah...hiks..hiks!" Teriak remaja 19 tahun ini.
"Sayang turuti apa yang mereka minta agar mereka tidak menyakiti putri kita." Nyonya Maya membujuk suaminya agar mau menandatangani pemindahan kekuasaan atas segala asetnya.
"Sampai matipun aku tidak akan menyerahkan milikku, mereka akan tetap membunuh kita sekalipun kita sudah menyerahkan segalanya." Ujar Tuan Gahral yang sudah tidak takut lagi dengan para penjahat ketika melihat putrinya disandera.
"Kau masih seperti dulu Gahral, masih keras kepala dan tidak kenal takut. Baiklah lihat ini, apa yang akan aku lakukan pada putrimu." Penjahat itu mengambil pisau belati dan mengarahkan ke wajah Rhihana.
"Ayahhh!" Ucap Rhihana ketakutan saat penjahat itu dengan tega mengiris sedikit kulit wajahnya tepat dipipinya.
Tuan Gahral tidak tinggal diam melihat wajah putrinya di iris oleh lelaki biadab yang tidak punya hati itu yang merusak wajah putrinya. Iapun melempar gelas yang disembunyikannya ke wajah penjahat itu hingga Rhihana berhasil terlepas dari cengkraman tangan penjahat itu, tapi malang nasib Tuan Gahral karena dalam satu detik peluru menembus jantungnya.
"Dasar bodoh mengapa kamu membunuhnya, aku belum mendapatkan apa yang aku inginkan dari dia!" Bentak bos penjahat itu sambil memegang dahinya yang berdarah akibat lemparan gelas oleh tuan Gahral.
"Dasar bajingan!" Teriak nyonya Maya lalu menyerang penjahat itu.
Nyonya Maya berdiri dan menerjang musuhnya, ia pun sekuat tenaga melawan penjahat itu dan berhasil melepaskan penutup wajah lelaki itu. Dalam kebingungan, Rhihana berlari menyelamatkan dirinya, belum sempat jauh ia mendengar ibunya pun sudah dilumpuhkan oleh penjahat itu.
Ia ingin kembali melihat keadaan ibunya, tapi ibunya menggeleng lemah meminta Rhihana meninggalkannya. Rhihana pun melangkah mundur dan berlari melewati beberapa tembakan penjahat yang mengarah ke arahnya. Rhihana berlari tanpa memperhatikan di sekitarnya, ia pun menuju dapur yang mengarah ke pintu gudang bawah tanah, tempat penyimpanan makanan.
Beruntunglah pintu gudang itu yang dimodifikasi seperti rak penyimpanan peralatan masak menghalau para penjahat yang tidak mengetahui Rhihana masuk ke tempat itu karena rumah juga dalam keadaan gelap.
"Di mana gadis sialan itu!" Umpat bos penjahat sambil mengobrak-abrik isi dapur.
"Bakar rumah ini cepat...!" Perintah bos penjahat tersebut.
"Jangan bos, jika kita melakukannya, urusan ini akan melibatkan banyak pemangku kepentingan untuk melacak kekacauan ini." Seru asisten dari bos penjahat itu.
"Baiklah, kita juga tidak bisa mendapatkan apa yang kita inginkan, karena bajingan itu keburu mati, satu-satunya cara adalah mendapatkan putrinya karena dia adalah pewaris tahta kerajaan bisnis kedua orangtuanya." Para penjahat itu meninggalkan mansion megah milik Tuan Gahral dengan kehancuran tempat itu yang mereka lakukan.
Dari dalam gudang bawah tanah, Rhihana mendengar semua percakapan bos penjahat itu, dari balik pintu, ia juga mengingat wajah bos penjahat itu.
Rihanna masih berdiam diri di ruang gudang penyimpanan segala jenis makanan mentah yang tersimpan rapih di dalam gudang itu. Iapun kembali menangis mengingat kedua orangtuanya.
"Hiks... hiks...hiks!" Apa yang harus aku lakukan sekarang jika kedua orang tuaku sudah terbunuh." Rhihana menunggu keadaan aman di luar sana sambil menangis sedih.
Di luar sana hujan petir masih berlangsung demikian dahsyatnya hingga komplek itu sepi tanpa ada para petugas keamanan melakukan patroli.
Penjahat berdasi yang sengaja menyewa rumah di dalam komplek itu dengan mudahnya melakukan aksinya untuk membunuh semua penghuni mansion milik tuan Gahral.
Sekarang sudah pukul jam empat pagi, Rhihana yang sempat tertidur di dalam gudang, terbangun ketika merasakan pipinya terasa perih karena goresan pisau yang sempat mengiris wajahnya oleh bos penjahat itu.
Ia bangkit berdiri menuju pintu gudang dan mendengar pergerakan di luar sana sudah tidak terdengar. Ia memberanikan diri untuk membuka pintu gudang itu dengan perlahan dan setelah dirasanya aman, Rhihana melangkah keluar berjalan ke arah kamarnya untuk mengambil sesuatu di dalam sana agar dirinya bisa kabur dari kediamannya.
Ia mendapati ayahnya yang tergeletak sudah tidak bernyawa. dan ibunya yang telungkup.
"Ayah...!" Ucap Rhihana lirih lalu mengecup pipi ayahnya. Saat sedang menangisi ayahnya, tiba-tiba bahunya di pegang oleh seseorang membuat Rhihana terperanjat. Ketika ingin berteriak ibunya memanggil namanya.
"Sayang!" Ucap ibunya lemah.
"Bunda masih hidup, aku akan bawa bunda ke rumah sakit" Ucap Rhihana senang bercampur sedih ketika mengetahui ibunya masih hidup.
"Sayang, bunda sudah tidak kuat untuk bertahan, bunda ingin memberi tahumu sesuatu padamu. Pergilah ke kamar bunda carilah deretan Alquran berwarna hijau, jika sudah kamu temukan kamu akan mendapatkan brangkas.
Ambillah semua berkas dan juga uang serta perhiasan dan pergilah ke villa kita karena di sana tidak ada yang tahu kita memiliki villa di bawah kaki bukit, jangan muncul memperlihatkan dirimu karena para penjahat itu akan mengincarmu, jangan percaya siapapun, bisa jadi di saat ini orang dekat bisa menjadi musuhmu, selamat tinggal putriku, maafkan bunda karena tidak memberikan kasih sayang yang selalu kamu butuhkan." Nyonya Maya menghembuskan nafas terakhirnya dalam pangkuan putrinya.
"Bunda...bunda ..bunda!" Ucap Rhihana dengan suara yang sudah parau. Iapun meletakkan tubuh ibunya dan mencium wajah perempuan yang telah melahirkannya itu bertubi-tubi. Ia lalu melakukan apa yang di pinta ibunya.
Tapi sebelumnya itu, Rhihana menggeser tubuh orangtuanya yang sudah tidak bernyawa itu berjejer dan mengambil seprei putih di kasurnya, menutupi tubuh kedua orang yang sangat ia cintai itu.
"Ayah, bunda, Rhihana berjanji akan membalas dendam pada orang yang telah membunuh kalian, mereka tidak akan aku lepaskan sampai ke ujung dunia." Ucap Rhihana sambil menangis.
Ia melihat keadaan rumahnya yang sudah seperti kapal pecah. Semua barang yang pecah dan darah bercampur jadi satu.
Tubuhnya yang masih gemetar perlahan kembali tenang seakan ketakutannya berubah menjadi suatu keberanian yang tertancap di dalam jiwanya karena terbakar dendam pada pembunuh kedua orangtuanya.
"Ya Allah, lindungilah hambaMu ini dari para penjahat itu." Ucapnya sambil berurai air mata.
Walaupun hatinya sekarang terasa tenang, tapi pikirannya masih sangat kalut. Ia tidak tahu apakah hari ini ia bisa selamat dari kejaran para penjahat itu. Tapi ia sudah berjanji kepada orang tuanya agar tetap bertahan walau apapun yang terjadi.
"Ayahku tidak pernah menyerah dan juga mempertahankan harta kekayaannya sampai diakhir hidupnya, aku juga harus menyelamatkan semua aset milik orangtuaku." Rhihana memantapkan tekadnya untuk kembali bangkit walaupun tanpa kedua orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Septi Wariyanti
semoga orang yg membunuh orang tua ana TDK ada hubungannya dengan Roby
2022-09-23
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
makin menarik ceritanya
2022-03-09
1