Flashback On
"Oke Bro, kita kumpul-kumpul lagi lain kali!" Ucap seorang laki-laki berperawakan tinggi dan sedikit gemuk.
"Oke. Kalau nunggu reuni lagi, kelamaan." Sahut laki-laki lain yang berperawakan lebih kurus.
"Bener tuh." Sahut laki-laki satu lagi, dengan postur tubuh yang tinggi tegap, yang tak lain adalah Adit.
Adit dan dua temannya baru saja keluar dari sebuah restoran dimana acara reuni SMA-nya diselenggarakan. Acara sudah berlangsung sejak siang dan selesai sejak pukul tujuh tadi. Tapi, banyak diantara mereka yang masih tinggal dan mengobrol sebelum pulang ke rumah masing-masing.
"Kenapa Rat?" Tanya laki-laki paling gemuk diantara ketiga laki-laki tadi, Edo.
"Mobilku mogok Do kayaknya." Sahut seorang wanita yang baru saja keluar dari mobilnya.
"Dit, rumah kalian kan searah, anterin Ratri gih, sekalian pulang!" Usul laki-laki yang satu lagi, Erik.
"Eh, nggak usah Rik! Aku naik taksi online aja." Jawab wanita itu, yang tak lain adalah Ratri.
"Udah malem gini Rat! Kamu nggak takut naik taksi online sendirian? Ini udah jam sembilan lho." Sahut Edo perhatian.
"Iya Rat, bener tuh kata Edo. Mending kamu pulang bareng Adit aja, kan rumahnya searah. Ya kan Dit?" Imbuh Erik.
Adit hanya diam tak merespon. Ia kebingungan menanggapi usulan dua temannya. Ia sebenarnya kasihan dengan keadaan Ratri, tapi ia takut, jika akan ada yang salah mengartikan niat baiknya. Mengingat, Adit dan Ratri memiliki kenangan indah saat SMA dulu.
"Nggak papa Rik! Nggak enak sama istrinya Adit." Sahut Ratri menengahi, karena tak mendapat respon dari Adit.
"Setahuku, istrinya Adit baik kok. Lagi pula, Adit bilang tadi, istrinya baru ke rumah ibunya. Ya kan Dit?" Sahut Erik lagi.
Adit masih diam.
"Maksud lo gimana bilang gitu?" Geram Edo pada Erik dengan tatapan tajam.
"Eh? Maksud aku, selama mereka nggak aneh-aneh, kan nggak akan ada yang salah paham juga." Ucap Erik gelagapan.
"Lo pikir gue laki apaan?" Geram Adit sambil memukul kepala Erik.
"Laki beneran." Sahut Erik cengengesan sambil mengusap kepalanya.
"Udah nggak papa, aku naik taksi online aja. Makasih ya." Sahut Ratri kemudian.
"Bareng aku aja! Rumahmu belum pindah kan?" Ucap Adit tiba-tiba.
Semua menoleh pada Adit.
"Dari tadi kek Bro!" Timpal Erik.
"Nggak usah Dit! Makasih! Nggak enak sama istrimu nanti." Ucap Ratri tulus.
"Nanti aku yang jelasin ke Aini." Jawab Adit santai.
"Udah Rat, nggak papa! Kondisi Jogja kan baru nggak aman akhir-akhir ini." Timpal Erik.
Ratri terdiam. Ia memikirkan apa yang Erik ucapkan baru saja. Memang benar, keadaan kota Jogja sedang kurang kondusif belakangan ini. Banyak terjadi kejahatan tanpa alasan di jalan raya. Dan korbannya pun tak pandang laki-laki atau perempuan, tua atau muda. Dan itu sudah sangat meresahkan warganya.
"Udah sana! Mobil Ratri, biar aku sama Edo yang nitip ke pihak resto."
Erik mendorong Ratri dan Adit bersamaan menuju mobil Adit yang terparkir tak jauh dari mobil Ratri. Sedang Edo, hanya menggelengkan kepalanya.
Adit pun berpamitan sekenanya pada dua temannya itu. Ia dan Ratri segera masuk ke mobil. Dan saat mereka sudah masuk, ponsel Adit berdering.
"Aku terima telepon sebentar ya!" Ucap Adit sungkan.
"Iya, silahkan." Sahut Ratri.
Ratri sedikit menyibukkan diri dengan ponselnya sembari menunggu Adit menelepon. Yang ternyata, ibunya Adit lah yang menelepon.
"Kamu dimana Dit? Ditelepon dari tadi nggak diangkat? Istri kamu juga kemana? Ibu udah nunggu dari tadi di depan rumah nggak ada yang bukain pintu."
"Maaf Bu', Adit baru reuni di daerah Godean. Aini sama Umar baru ke rumah Bu Ratmi sore tadi. Mereka mau nginep di sana Bu'." Jujur Adit.
"Yaudah, cepet pulang! Ibu ditinggal Bapak ke rumah Pak Joyo."
"Iya Bu, Adit pulang sekarang. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Adit pun mematikan teleponnya. Ia menoleh pada Ratri yang masih sibuk dengan ponselnya.
"Sorry Rat! Kita ke rumahku dulu ya! Ibu datang ke rumah, nggak ada yang bukain pintu." Jujur Adit.
"Kalau gitu, aku naik taksi aja. Aku nggak enak sama ibumu." Sahut Ratri sungkan.
"Nggak papa. Biar nanti aku yang jelasin ke Ibu."
Adit pun segera menyalakan mobilnya dan segera melajukannya ke rumahnya. Memang jarak tempat reuni dengan rumah Adit sedikit jauh, tapi karena Adit memacu mobilnya lebih kencang dari biasanya, ia pun segera sampai ke rumah. Ia merasa tak enak hati dengan ibunya karena membiarkannya menunggu di luar.
"Maaf Bu', tadi keasyikan ngobrol sama teman lama." Ucap Adit cepat setelah turun dari mobil dan menyalami ibunya.
Suharti kesal bukan main dengan putra dan menantunya. Ia bukan hanya batal bertemu dan bermain bersama cucunya, bahkan malah harus menunggu putranya pulang dari reuninya bersama teman lama.
Tapi seketika kekesalannya hilang. Saat tiba-tiba, Ratri turun dari mobil Adit. Ratri awalnya tak ingin turun, tapi ia tak enak hati jika tak menyapa orang yang ia kenali dan sudah lama tak ia temui.
"Kamu Ratri kan?" Tanya Suharti cepat.
"Iya Bu', ini Ratri." Jawab Ratri setelah menyalami Suharti.
Kedua orang tua Adit sudah mengenal Ratri sejak SMA. Mengingat, Adit memang dekat dengan Ratri sejak kelas satu SMA. Mereka sering mendapat tugas kelompok bersama saat itu. Jadi, mau tak mau, kedua orang tua Adit pun mengenal beberapa teman SMA Adit. Salah satunya Ratri.
"Ayo masuk dulu!" Ajak Suharti ramah.
"Tidak usah Bu', terima kasih." Jawab Ratri sungkan.
"Adit anter Ratri pulang dulu Bu'! Mobil Ratri tadi mogok, jadi sekalian pulang bareng Adit karena searah." Jelas Adit.
"Tamu ya disuruh masuk dulu sebentar!" Pinta Suharti sambil menggiring Ratri masuk ke rumah.
"Nggak usah Bu', sudah malam. Lain kali saja." Jawab Ratri.
Suharti tak menggubris jawaban Ratri. Ia tetap menggiring Ratri masuk ke rumah dan duduk di ruang tamu.
"Sebentar, Ibu buatkan minum!" Ucap Suharti cepat.
"Nggak usah Bu', terima kasih." Sahut Ratri bingung.
"Bu', ini sudah malam Bu'. Nanti Adit kemaleman nganter Ratri pulang." Cegah Adit.
"Cuma sebentar." Kilah Suharti.
Suharti segera menuju dapur sambil menenteng tasnya. Ia membuatkan minum untuk tamunya.
"Sedikit saja cukup." Gumam Suharti sembari membuatkan minum.
Sedang di ruang tamu, Adit merasa tak enak hati dengan Ratri karena ulah ibunya. Perasaan Ratri pun sedikit tak tenang karena memang waktu sudah cukup malam untuk bertamu.
"Ini, diminum dulu!" Tawar Suharti seraya menyajikan teh yang tadi dibuatnya.
"Terima kasih Bu'." Jawab Ratri.
Mereka bertiga pun sejenak mengobrol sambil menikmati teh buatan Suharti. Tak lama, terdengar suara mobil berhenti di depan rumah Adit. Suharti pun segera melihat keluar.
"Ibu pulang dulu ya! Itu Bapak sudah jemput. Tadi Ibu udah ngabarin Bapak kalau nggak jadi nginep sini." Ucap Suharti setelah melihat mobil suaminya terparkir di tepi jalan.
"Iya Bu', hati-hati! Terima kasih minumannya." Ucap Ratri tulus.
"Iya. Kamu hati-hati juga ya!" Sahut Suharti ramah.
"Iya Bu'."
Suharti lantas berpamitan juga pada putranya. Ia pun segera keluar rumah untuk menghampiri suaminya dan segera pulang ke rumahnya.
"Dit, bisa pinjem toilet?" Tanya Ratri setelah Suharti pergi.
"Iya, di sana." Tunjuk Adit pada pintu berbahan PVC yang tak jauh dari ruang tamu.
Ratri pun segera ke toilet. Ia merasa ada yang aneh pada tubuhnya. Kepalanya sedikit pusing dan ada yang aneh di tubuhnya. Ia berusaha menetralkan sesuatu yang tiba-tiba bergejolak dalam dirinya. Tubuhnya pun terasa sedikit kepanasan.
"Ah, kenapa mendadak gini sih tubuhku?" Gumam Ratri di dalam toilet.
Sedang Adit, memilih menyandarkan tubuhnya di kursi ruang tamunya setelah menutup pintu depan, sembari menunggu Ratri selesai di toilet. Ia pun merasa kepanasan. Ia pun ke kamarnya untuk berganti baju.
"Dit!" Panggil Ratri saat tak mendapati Adit di ruang tamu.
"Sebentar!" Jawab Adit dari dalam kamarnya.
Ratri yang merasa tubuhnya kurang nyaman, berniat meminta air putih pada Adit dan agar segera mengantarnya pulang. Ia pun menghampiri Adit, dengan mengikuti arah sumber suara.
Sebuah kebetulan yang sangat kebetulan, Adit lupa menutup pintu kamarnya. Saat Ratri tiba, Adit tengah bertelanjang dada hendak memakai baju gantinya.
Gejolak itu tiba-tiba menyeruak begitu kuat dalam diri Ratri. Bukannya ia menghindari Adit, ia malah menghampiri adit ke kamarnya. Ia segera memeluk tubuh kekar Adit begitu saja.
Adit yang juga merasakan sesuatu yang aneh dalam tubuhnya, tak kuasa menahan gejolak itu. Ia pun membalas pelukan Ratri tanpa ragu. Dan sejurus kemudian, mereka sudah saling memagut bibir dan bermain lidah tanpa ragu.
Adit menggiring Ratri kesana kemari. Menumpahkan gejolak yang tiba-tiba hadir dalam dirinya. Ia bahkan memojokkan Ratri di balik pintu kamarnya, hingga pintu itu tertutup begitu saja.
Dan tanpa mereka sadari, mereka sudah saling tak mengenakan apapun di atas ranjang di kamar itu. Ratri bahkan sudah mendesah dan melenguh untuk yang kesekian kalinya di bawah kungkungan Adit. Hingga entah berapa lama mereka melakukan itu. Dan mereka pun kelelahan lalu tertidur bersama.
Flashback Off
"Nggak ada tapi. Nikahi Ratri secepatnya!"
JEDUAR.
Tubuh Aini seakan disambar petir ribuan volt saat mendengar ucapan mertuanya. Tubuhnya mendadak makin lemas hingga terduduk bersimpuh di lantai dapurnya. Airmatanya pun langsung deras mengalir tanpa permisi. Hatinya terasa lebih sakit lagi saat ini.
"Bunda!" Panggil Umar polos.
"Iya Sayang." Jawab Aini disela isakannya.
"Bunda nangis? Bunda sakit?" Tanya Umar lagi sambil mengusap pipi ibunya.
Aini berusaha tersenyum pada Umar. Ia pun menggelengkan kepalanya.
"Umar main sendiri di kamar bermain sebentar ya!" Pinta Aini halus.
Umar pun mengangguk. Ia pun mematuhi ibunya yang memintanya untuk bermain sendiri sebentar.
Aini segera membawa Umar ke kamar di mana khusus untuk bermain Umar sehari-hari. Sudah ada banyak mainan di sana. Umar pun segera bermain dengan mainannya. Aini pun menutup pintu kamar itu perlahan. Ia lalu menghampiri mertuanya yang sedang nampak sangat marah dan beradu argumen dengan putranya.
"Adit tak bisa menikah lagi Bu'! Adit sudah memiliki Aini dan Umar." Bantah Adit.
"Lalu kenapa kamu bisa berada di kamar bersama Ratri dan bahkan tanpa busana?" Cecar Suharti.
"Adit tak tahu Bu'."
"Aini tak akan mengizinkan Mas Adit menikah lagi! Dengan siapapun itu." Ucap Aini lantang.
Suharti dan Adit terkejut mendengar Aini berbicara begitu lantang pagi ini. Aini yang biasanya nampak begitu lembut, saat ini nampak sangat berbeda dari biasanya.
"Kamu mau membuat aib keluarga Subrata tersebar?" Bentak Suharti keras.
"Terserah! Pokoknya Aini tak akan mengizinkan Mas Adit menikahi wanita lain. Meskipun itu Mbak Ratri." Ucap Aini makin tegas.
Aini pun meninggalkan ibu dan anak yang sama-sama terkejut dengan sikapnya. Ia kembali menghampiri putranya yang sedang asik bermain dengan mainan-mainannya demi meredam sakit hatinya yang teramat pedih pagi ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 189 Episodes
Comments
Rita Leo
maaf berasa kurang enak di ucapin nya ya nama nya ratri. terasa gak nyaman ngucapin nya. kirain ranti
2024-02-02
1
Masiah Cia
lucu jg sih cerita nya masa sih orang tua tiba-tiba punya stok obat perangsang ,aneh
2023-10-15
2
Enih Rustini
dasar mertua tak berakhlaq
2023-02-14
1