Teramat Pedih

Amarah. Terkadang sulit untuk kita kendalikan. Hingga kita akan menyesal karena tak bisa mengendalikannya dengan baik. Tapi terkadang, ia memang perlu untuk diungkapkan.

Aini berjalan ke dapur untuk membuatkan susu untuk putranya. Umar merengek minta susu pada Aini saat ia kembali ke kamar bermain Umar.

"Apa ini?" Gumam Aini seraya melihat sesuatu yang tak biasa ada di atas meja dapurnya.

Aini tak menyadarinya tadi, saat ia menyiapkan camilan untuk putranya, karena terburu-buru membangunkan Adit agar tak kesiangan untuk bekerja.

Tapi kini ia menyadari ada hal yang tak biasa di atas meja dapurnya. Ada bubuk halus berceceran di sana, meski tak banyak. Aini coba meraba lalu menciumnya.

"Ini bukan gula atau tepung. Ini seperti,," Gumam Aini lagi.

Aini menghela nafasnya. Ia mulai mengerti apa yang telah terjadi di rumahnya. Ia lalu melanjutkan niat awalnya membuatkan susu untuk Umar. Ia pun masih mendengar perdebatan sepasang ibu dan anak yang saling kekeh dengan argumennya masing-masing dari arah kamarnya.

Aini segera memberikan susu pada Umar yang sudah menantinya dengan tidak sabar. Putra semata wayang Aini itu, minum dengan cepat susu yang di buatkan ibunya dari gelasnya langsung.

"Umar main sendiri lagi ya Sayang! Bunda ke tempat Uti sebentar." Pamit Aini lagi.

Umar pun hanya mengangguk. Ia terlalu asik dengan mainan kereta barunya, yang baru dua hari yang lalu dibelikan oleh Adit untuknya. Aini kembali keluar kamar dan menutup pintu kamar bermain Umar. Ia lalu meletakkan gelas bekas susu Umar ke dapur lebih dulu.

"Cukup! Mau sampai kapan Ibu dan Mas akan beradu mulut? Kalian lupa, ada Umar di rumah ini?" Bentak Aini tanpa ragu.

Dua orang yang masih bersitegang itu segera diam. Mereka setuju dengan ucapan Aini. Ada Umar yang tak seharusnya mendengarkan hal seperti itu.

Ratri muncul dari dalam kamar. Ia sudah selesai membersihkan diri dan berpakaian rapi.

"Ibu akan segera ke rumahmu Nak Ratri, untuk melamarmu." Ucap Suharti tanpa ragu.

Ratri dan Adit membolakan matanya.

"Maaf Bu', ini rumah tangga saya dan Mas Adit. Dan ini masalah dalam rumah tangga kami. Biarkan kami menyelesaikan masalah rumah tangga kami." Pinta Aini tegas.

Mulut Suharti menganga lebar mendengar penuturan menantunya. Ia tak menyangka, menantunya itu berani membantahnya saat ini. Padahal, sebelumnya Aini tak pernah membantahnya sedikit pun.

"Kamu berani membantahku?" Tantang Suharti.

"Maaf Bu', Ibu tidak punya hak mencampuri urusan rumah tangga Aini dan Mas Adit, kecuali kami memintanya." Jawab Aini lagi.

Adit dan Suharti makin terkejut mendengar jawaban lantang Aini. Mereka tak pernah melihat sisi tegas Aini seperti saat ini.

"Aku akan adukan ini ke Bapak!" Ucap Suharti kesal.

Suharti lalu berjalan menuju pintu depan dengan hati yang sangat kesal. Ia tak menyangka, menantu yang tak pernah ia harapkan dan selalu menurutinya selama ini, tiba-tiba bisa membantahnya dengan sangat tegas.

"Setidaknya, rencanaku berhasil." Gumam Suharti sembari menaiki sepeda elektriknya dan segera melajukannya menuju rumahnya sendiri.

Sedang di dalam rumah, Ratri nampak kikuk berada dalam suasana saat ini. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada Aini dan Adit.

"Maaf Mbak Ratri. Bukan maksud Aini mengusir Mbak Ratri, tapi, bisakah Mbak Ratri pulang lebih dulu? Ada yang ingin Aini bicarakan dengan Mas Adit." Ucap Aini sambil menahan gejolak hatinya.

"Tentu Ai, aku akan pulang sekarang." Jawab Ratri tak enak hati.

"Mbak Ratri bisa membawa mobil atau motor Mas Adit terlebih dahulu untuk pulang. Karena sepertinya, Mbak Ratri tidak membawa kendaraan semalam." Imbuh Aini.

"Aku akan panggil taksi saja." Jawab Ratri sungkan.

"Bawa mobilku! Besok aku akan mengambilnya." Usul Adit tiba-tiba.

Aini menoleh pada Adit dan menatapnya nanar. Hatinya mendadak lebih sakit hanya karena ucapan sederhana dari niat baik Adit.

"Tak usah Dit. Makasih." Jawab Ratri.

Aini hanya diam tak merespon.

"Maafkan aku Aini." Ucap Ratri tulus.

"Maaf untuk apa Mbak? Maaf karena tidur diranjangku bersama suamiku?" Ucap Aini pedih.

"Bukan maksudku seperti itu Ai."

"Tak apa Mbak, aku paham." Jawab Aini singkat dan datar.

Karena mendapatkan respon yang dingin dari Aini, Ratri makin tak enak hati. Ia lalu segera berpamitan pada Adit dan Aini. Ia lalu mengambil tasnya yang tertinggal di mobil Adit sejak semalam. Ia lalu berjalan menjauh dari rumah Adit sembari menunggu taksi pesanannya tiba.

Dan karena keputusan Ratri yang menolak niat baik Adit dan Aini, beberapa tetangga bisa dengan jelas melihat Ratri keluar dan berjalan menjauh dari rumah Adit pagi ini. Gunjang-gunjing para tetangga pun tak bisa dihindarkan. Apalagi, mereka tadi juga melihat Aini baru saja pulang bersama Umar menggunakan motor.

Sedang di dalam rumah, Aini segera menengok putranya yang sedang asik bermain di kamar bermainnya. Sedangkan Adit, segera berjalan ke meja makan untuk mengambil air putih.

"Siapa yang membuatkan minum untuk kalian semalam Mas?" Tanya Aini sambil menggendong Umar menghampiri Adit di meja makan.

"Biarkan aku jelaskan dulu Sayang!" Sahut Adit cepat.

"Siapa yang membuatkan minum untuk kalian semalam Mas?" Ulang Aini lebih tegas.

Adit terdiam.

"Ibu. Ada apa?" Jawab Adit penasaran.

"Jadi begitu rupanya. Ibu yang melakukan itu." Batin Aini.

"Ada apa Sayang?"

"Jelaskan padaku!" Pinta Aini singkat.

Adit pun dengan segera menceritakan alasannya bisa pulang bersama Ratri. Ia pun menceritakan bagaimana Ratri bisa bertemu dengan ibunya di rumah.

"Lalu?"

"Maafkan aku Sayang! Aku tak tahu bagaimana bisa sampai hal itu terjadi."

"Apa Mas tidak merasakan sesuatu yang aneh sebelumnya?"

Aini memejamkan matanya demi menahan buliran bening itu tumpah dari tempatnya. Hatinya teramat pedih memikirkan sesuatu yang tak pernah ia harapkan bisa terjadi di hidupnya. Ia pun berusaha memegangi erat putranya yang kini berada di pangkuannya.

Adit berusaha mengingat apa yang terjadi semalam. Ia pun menceritakan apa yang sempat ia rasakan sebelum akhirnya bisa berakhir di ranjang berdua bersama Ratri.

"Ibu yang melakukan itu padamu dan Mbak Ratri."

"Jangan menuduh Ibu begitu Sayang!" Kilah Adit.

"Ada sisa bubuk obat yang tercecer di meja dapur. Mas bisa melihatnya sendiri jika tidak percaya."

Adit segera beranjak dari kursinya. Ia lalu mencari apa yang Aini katakan di meja dapurnya. Dan ia pun menemukannya, meski sangat sedikit.

Tubuh Adit mendadak lemas. Ia tak percaya, ibunya bisa menjebaknya melakukan hal memalukan seperti itu.

"Baiklah, jika memang seperti itu." Ucap Aini datar.

"Turuti kemauan Ibu! Jadilah lelaki yang bertanggung jawab atas apa yang telah kamu perbuat Mas!" Imbuh Aini seraya berdiri dari kursinya.

"Tidak Sayang! Aku tidak akan menikahi Ratri seperti permintaan Ibu." Tolak Adit cepat.

"Berarti Mas ingin membawa aib untuk keluarga Mas sendiri?"

"Aku sudah memilikimu dan Umar Sayang."

Aini tersenyum kecil. Ia melangkahkan kakinya menjauh dari Adit sambil menggendong Umar yang sedang asik dengan mobil-mobilannya yang ia bawa dari kamar bermainnya.

Aini kembali membawa Umar ke kamar bermainnya. Ia bermain bersama putranya di sana. Sedang Adit, menelepon asistennya dan mengabarkan bahwa ia tak akan berangkat bekerja hari ini.

Adit segera menghampiri istri dan anaknya. Ia pun ikut bermain di sana bersama mereka. Aini tak banyak bicara. Ia lalu berdiri dan keluar kamar setelah beberapa saat.

"Makanlah dulu Mas! Aku sudah siapkan makanan di meja." Ucap Aini datar setelah kembali ke kamar bermain lagi.

"Kamu sudah makan?" Tanya Adit perhatian.

"Sudah, di rumah Ibu." Bohong Aini.

Adit tahu, istrinya itu tengah berbohong. Karena ia sangat hafal, istrinya itu tak akan bisa sarapan sebelum melihat suaminya makan atau makan bersama dengannya.

"Ayo kita makan Sayang! Jangan bohong padaku!" Sanggah Adit.

"Aku sudah makan Mas. Mas makanlah! Aku akan menemani Umar bermain."

"Kumohon Sayang! Aku tahu, kamu pasti belum makan bukan?"

Aini hanya diam.

"Jagoan, ayo bantu Ayah rayu Bunda buat makan!" Ucap Adit sedikit berbisik di telinga Umar.

Umar melongo menatap ayahnya. Adit pun tersenyum melihat wajah polos putranya.

"Umar temani Ayah makan ya!" Ucap Adit seraya menggendong putranya.

Adit sangat berharap, dengan ia mengajak Umar bersamanya ke meja makan, Aini pun akan mengikutinya. Dan mereka bisa sarapan bersama seperti biasanya.

Tapi ternyata tidak. Saat Adit dan Umar sampai di meja makan, Aini keluar dari kamar bermain dan berjalan menuju kamarnya. Adit segera merutuki dirinya sendiri.

"Argh, kenapa aku lupa membereskan kamar."

Aini masuk ke kamarnya dengan langkah yang berat. Ia menatap nanar ranjangnya yang berantakan. Serta pakaian Adit yang berserakan di beberapa tempat. Ia segera menutup pintu kamarnya dari dalam.

Aini terduduk lemas di belakang pintu. Airmatanya menganak sungai dengan derasnya membasahi wajahnya yang sedikit sembab sejak tadi. Hatinya terasa teramat pedih mengingat apa yang baru saja ia alami.

Adit segera mengajak Umar kembali ke kamar bermain. Ia meninggalkan Umar sendiri di sana. Dan segera berlari menuju kamarnya untuk menghampiri Aini.

Adit mencoba membuka pintu kamarnya. Ia tahu, pintunya tidak terkunci. Tapi karena ada Aini di belakangnya, jadi tak bisa terbuka.

"Bukalah pintunya Sayang! Kumohon!" Ucap Adit dari depan pintu.

Beberapa kali Adit memanggil Aini. Tapi tak ada respon sama sekali dari Aini. Ia hanya mendengar isakan dari sang istri yang berada di dalam kamarnya.

Aini meringkuk di atas lantai di balik pintu. Membuat Adit memiliki celah untuk membuka pintunya. Ia pun segera masuk ke dalam.

"Sayang!"

Adit segera meraih tubuh Aini yang tergeletak di atas lantai. Merengkuhnya dalam pelukannya. Aini menangis keras dalam pelukan Adit.

"Apa salahku Mas? Kenapa kamu melakukan ini padaku?" Racau Aini dalam pelukan Adit.

Hati Adit terasa pedih mendengar ucapan Aini. Ia bisa merasakan betapa pedihnya hati Aini dari suara tangisannya yang begitu memilukan.

"Maaf Sayang! Bukan inginku ini terjadi." Ucap Adit.

Entah kenapa, Aini malah semakin keras menangis. Airmatanya semakin deras mengalir dan membasahi wajah dan jilbabnya.

"Berhentilah menangis Sayang! Aku tak bisa melihatmu seperti ini."

Aini masih saja terus meluapkan perasannya melalui bulir-bulir bening dari kelopak matanya. Ia tak tahu, harus bagaimana mengungkapkan isi hatinya saat ini.

Aini tak pernah seperti ini sebelumnya. Meski ia dimaki apapun oleh sang mertua, ia bisa dengan tegar menghadapinya. Dan ini kali pertamanya Aini menangis seperti ini setelah menikah dengan Adit. Jadi, Adit sangat kebingungan menenangkan Aini saat ini.

"Aku sungguh tak mengharapkan ini terjadi Sayang." Ucap Adit berusaha menenangkan Aini.

"Benarkah Mas?" Sahut Aini cepat sambil menarik tubuhnya dari pelukan Adit.

"Tentu saja Sayang."

"Lalu, kenapa Mas diam-diam bertemu dengan Mbak Ratri selama dua bulan ini?" Tembak Aini sambil sesenggukan.

Terpopuler

Comments

ya

ya

,dilema

2022-06-30

0

Aswaly Timahery

Aswaly Timahery

Adit diLema😌☹️

2022-06-28

1

lihat semua
Episodes
1 Kejutan
2 Tak Terduga
3 Teramat Pedih
4 Terbongkar
5 Kemarahan
6 Madu
7 Kembali
8 Semakin Jauh
9 Masa Lalu Part 1
10 Masa Lalu Part 2
11 Masa Lalu Part 3
12 Bekerja
13 Prahara Rumah Tangga
14 Tuduhan Part 1
15 Hamil
16 Tuduhan Part 2
17 Tuduhan Part 3
18 Pilihan Sulit
19 Gugatan
20 Hanya Sapaan
21 Kabar buruk
22 Lembaran Baru
23 Sepenggal Kisah
24 Siapa Aini?
25 Panggilan
26 Perdebatan
27 Kecewa
28 Urusan Pribadi
29 Tawaran
30 Kedatangan Aini
31 Keputusan Aini
32 Bertemu
33 Dokter Gilang
34 Perdebatan
35 Rencana Adit
36 Gara-Gara Kenzo
37 Tindakan Ardi
38 Kamar 507 Part 1
39 Kamar 507 Part 2
40 Pindah
41 Reaksi
42 Kabar Bahagia
43 Perhatian Ardi
44 Kedatangan Ardi
45 Sapaan Othor
46 Pembelaan
47 Diam-Diam
48 Tamu Tak Diundang
49 Telepon
50 Syarat
51 Permintaan Oliv
52 Perubahan Sikap Ardi
53 Kejahilan Ardi
54 Teringat
55 Pertemuan Tak Terduga
56 Mulai Romantis
57 Kecurigaan
58 Obrolan Part 1
59 Obrolan Part 2
60 Hal Mendebarkan
61 Pengakuan
62 Penuh Teka-Teki
63 Ancaman
64 Tukang Sosor
65 Ketahuan
66 Liburan Part 1
67 Liburan Part 2
68 Keraguan
69 Kencan
70 Bukan Saingan
71 (Masih) Kencan
72 Kencan (Lagi)
73 Kalah Telak
74 Rekan Senasib
75 Perhatian
76 Jalan-Jalan
77 Menjenguk
78 Rasa Sayang
79 Operasi
80 Kunjungan Part 1
81 Kunjungan Part 2
82 Gagal
83 Reno
84 Kemarahan Ardi
85 Mencurigai
86 Mencari Jalan Keluar
87 Menghadapinya
88 Maksud Lain
89 Mengelabuhi
90 Sebuah Pertemuan
91 Author Menyapa
92 Perlakuan Buruk
93 Terasa Nyata
94 Ditemukan Part 1
95 Ditemukan Part 2
96 Ditemukan Part 3
97 Mengatakannya
98 Kabar Aini
99 Dijemput
100 Kebingungan
101 Terkejut
102 Kebenarannya
103 Sebuah Awal
104 Pembalasan Part 1
105 Pembalasan Part 2
106 Sapaan Othor Lagi
107 Interogasi Part 1
108 Sedikit Manja
109 Permintaan
110 Bukti Baru
111 Kunjungan Ardi
112 Permainan Kata Part 1
113 Permainan Kata Part 2
114 Permainan Kata Part 3
115 Interogasi Part 2
116 Obrolan Pagi
117 Pengakuan
118 Kebahagiaan Ardi
119 Sisi Gelap Ardi Part 1
120 Sisi Gelap Ardi Part 2
121 Kekasih Aini
122 Kenyataannya
123 Nasehat
124 Cemburu
125 Penyesalan Part 1
126 Penyesalan Part 2
127 Firasat
128 Kepergian Ardi
129 Pilihan Aini
130 Kemarahan
131 Mencari Aini Part 1
132 Mencari Aini Part 2
133 Mencari Aini Part 3
134 Menemukanmu
135 Kehidupan Baru
136 Bertemu Denganmu
137 Calon Suami
138 Papa
139 Manjanya Umar
140 Mulai Romantis (Lagi)
141 Menemui Kenzo
142 Rival
143 Gagal Fokus
144 Cemburu Buta
145 Gangguan
146 Ulah Mama
147 Reuni
148 Jawaban Aini
149 Keseriusan Ardi
150 Sambutan
151 Di Rumah Imron Part 1
152 Di Rumah Imron Part 2
153 Kekhawatiran
154 Keputusan Ratna
155 Lamaran
156 Persiapan Acara
157 Sikap Ardi
158 Berjalan Lancar
159 Pengantin Baru
160 (Masih) Pengantin Baru
161 Nakalnya Ardi
162 Kejujuran
163 Biro Jodoh
164 Keputusan Ardi
165 Rencana Kunjungan
166 Mengunjungi Lapas Part 1
167 Mengunjungi Lapas Part 2
168 Menutupi
169 Menyelesaikan
170 Kesalnya Aini
171 Poligami
172 Madu (Lagi)
173 Kecurigaan Niken
174 Menanyakan
175 Mengigau
176 Bayi Kembar
177 Pesanan
178 Kelelahan
179 Pingsan
180 Memastikan
181 Permintaan Maaf
182 Rencana Membujuk
183 Dian
184 Keputusan Umar Dan Kenzo
185 Kelelahan
186 Kondisi Aini
187 Nakalnya Bumil
188 Bahagia
189 Sapaan Othor
Episodes

Updated 189 Episodes

1
Kejutan
2
Tak Terduga
3
Teramat Pedih
4
Terbongkar
5
Kemarahan
6
Madu
7
Kembali
8
Semakin Jauh
9
Masa Lalu Part 1
10
Masa Lalu Part 2
11
Masa Lalu Part 3
12
Bekerja
13
Prahara Rumah Tangga
14
Tuduhan Part 1
15
Hamil
16
Tuduhan Part 2
17
Tuduhan Part 3
18
Pilihan Sulit
19
Gugatan
20
Hanya Sapaan
21
Kabar buruk
22
Lembaran Baru
23
Sepenggal Kisah
24
Siapa Aini?
25
Panggilan
26
Perdebatan
27
Kecewa
28
Urusan Pribadi
29
Tawaran
30
Kedatangan Aini
31
Keputusan Aini
32
Bertemu
33
Dokter Gilang
34
Perdebatan
35
Rencana Adit
36
Gara-Gara Kenzo
37
Tindakan Ardi
38
Kamar 507 Part 1
39
Kamar 507 Part 2
40
Pindah
41
Reaksi
42
Kabar Bahagia
43
Perhatian Ardi
44
Kedatangan Ardi
45
Sapaan Othor
46
Pembelaan
47
Diam-Diam
48
Tamu Tak Diundang
49
Telepon
50
Syarat
51
Permintaan Oliv
52
Perubahan Sikap Ardi
53
Kejahilan Ardi
54
Teringat
55
Pertemuan Tak Terduga
56
Mulai Romantis
57
Kecurigaan
58
Obrolan Part 1
59
Obrolan Part 2
60
Hal Mendebarkan
61
Pengakuan
62
Penuh Teka-Teki
63
Ancaman
64
Tukang Sosor
65
Ketahuan
66
Liburan Part 1
67
Liburan Part 2
68
Keraguan
69
Kencan
70
Bukan Saingan
71
(Masih) Kencan
72
Kencan (Lagi)
73
Kalah Telak
74
Rekan Senasib
75
Perhatian
76
Jalan-Jalan
77
Menjenguk
78
Rasa Sayang
79
Operasi
80
Kunjungan Part 1
81
Kunjungan Part 2
82
Gagal
83
Reno
84
Kemarahan Ardi
85
Mencurigai
86
Mencari Jalan Keluar
87
Menghadapinya
88
Maksud Lain
89
Mengelabuhi
90
Sebuah Pertemuan
91
Author Menyapa
92
Perlakuan Buruk
93
Terasa Nyata
94
Ditemukan Part 1
95
Ditemukan Part 2
96
Ditemukan Part 3
97
Mengatakannya
98
Kabar Aini
99
Dijemput
100
Kebingungan
101
Terkejut
102
Kebenarannya
103
Sebuah Awal
104
Pembalasan Part 1
105
Pembalasan Part 2
106
Sapaan Othor Lagi
107
Interogasi Part 1
108
Sedikit Manja
109
Permintaan
110
Bukti Baru
111
Kunjungan Ardi
112
Permainan Kata Part 1
113
Permainan Kata Part 2
114
Permainan Kata Part 3
115
Interogasi Part 2
116
Obrolan Pagi
117
Pengakuan
118
Kebahagiaan Ardi
119
Sisi Gelap Ardi Part 1
120
Sisi Gelap Ardi Part 2
121
Kekasih Aini
122
Kenyataannya
123
Nasehat
124
Cemburu
125
Penyesalan Part 1
126
Penyesalan Part 2
127
Firasat
128
Kepergian Ardi
129
Pilihan Aini
130
Kemarahan
131
Mencari Aini Part 1
132
Mencari Aini Part 2
133
Mencari Aini Part 3
134
Menemukanmu
135
Kehidupan Baru
136
Bertemu Denganmu
137
Calon Suami
138
Papa
139
Manjanya Umar
140
Mulai Romantis (Lagi)
141
Menemui Kenzo
142
Rival
143
Gagal Fokus
144
Cemburu Buta
145
Gangguan
146
Ulah Mama
147
Reuni
148
Jawaban Aini
149
Keseriusan Ardi
150
Sambutan
151
Di Rumah Imron Part 1
152
Di Rumah Imron Part 2
153
Kekhawatiran
154
Keputusan Ratna
155
Lamaran
156
Persiapan Acara
157
Sikap Ardi
158
Berjalan Lancar
159
Pengantin Baru
160
(Masih) Pengantin Baru
161
Nakalnya Ardi
162
Kejujuran
163
Biro Jodoh
164
Keputusan Ardi
165
Rencana Kunjungan
166
Mengunjungi Lapas Part 1
167
Mengunjungi Lapas Part 2
168
Menutupi
169
Menyelesaikan
170
Kesalnya Aini
171
Poligami
172
Madu (Lagi)
173
Kecurigaan Niken
174
Menanyakan
175
Mengigau
176
Bayi Kembar
177
Pesanan
178
Kelelahan
179
Pingsan
180
Memastikan
181
Permintaan Maaf
182
Rencana Membujuk
183
Dian
184
Keputusan Umar Dan Kenzo
185
Kelelahan
186
Kondisi Aini
187
Nakalnya Bumil
188
Bahagia
189
Sapaan Othor

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!