Bel pulang yang telah ditunggu sejak tadi, baru saja berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar kelas, tak terkecuali dengan Bitna dan Eunjo.
“Bitna, aku duluan ya. Hampir terlambat les Matematika, nih,” ucap Eunjo terburu-buru.
Bitna hanya menganggukkan kepala. Sudah menjadi rahasia umum, jadwal harian anak-anak kalangan atas selalu dipenuhi oleh jadwal les yang taka da habisnya. Demikian juga Eunjo. Gadis kaya raya itu bahkan mengikuti sembilan jenis les yang berbeda setiap harinya.
Bitna pun melangkah keluar halaman sekolah. Gadis itu berlari ke halte, untuk mengejar bus yang akan lewat beberapa menit lagi. Ia sudah tak sabar untuk ke kantor imigrasi dan menanyakan kabar terbaru tentang ayahnya.
"Hei, jelata! Mau ke mana kamu? Urusan kita belum selesai."
Sekelompok siswi menghadang Bitna sebelum ia sampai ke halte bus.
"Chae Rin? Min Ji?" Perasaan Bitna nggak enak.
"Seret dia ke gang samping sekolah. Amankan tasnya," perintah Chae Rin.
“Lepaskan! Atau aku akan berteriak!” seru Bitna
Beberapa siswa yang melintas, menoleh ke arah mereka.
Bet!
Salah Seorang siswi merebut tas Bitna, “Kalau kamu mau benda ini kembali, harap ikuti kami dengan tenang.”
Bitna tak bisa berbuat apa-apa. Semua benda penting untuk sekolah ada di dalam tas tersebut. Ia pun terpaksa mengikuti Geng Chae Rin ke dalam sebuah gang kecil di belakang sekolah.
Dengan cekatan, para siswa tersebut menyumpal mulut Bitna, dan memegang kedua tangannya agar tidak kabur.
Crashh... Crash...
Satu per satu helaian rambut berwarna hitam kecoklatan itu menjejak ke permukaan bumi. Para siswi tersebut memotong rambut Bitna sembarangan.
Ceplash...
Kali ini sebotol susu basi dan telur busuk mendarat di seragam sekolahnya.
"Inilah yang kau rasakan, kalau berani melawan kami," ujar para siswi tersebut.
“Kalau kau patuh dan mau menyerahkan PR-mu, pasti tidak akan berakhir begini,” seru mereka diiringi gelak tawa. Seolah-olah perbuatan mereka menghakimi Bitna adalah tindakan yang paling benar.
"Ingat, kau itu berada di paling bawah dari rantai makanan. Kau hanyalah pelengkap ekosistem yang ada. Kalau di dunia nyata, kau hanyalah seekor cacing yang menggeliat di tanah," seru mereka.
Bitna berusaha berteriak dan memberontak, akan tetapi kedua tangan dan kakinya dipegang erat. Mulutnya disumpal dengan sebuah ikat rambut.
Cekrik! Cekrik!
“Hahaha…. Hebat! Aku menemukan berita yang menarik untuk esok pagi,” bisik seseorang dari balik semak belukar dalam gang sempit tersebut.
Tidak ada yang menyangka, jika aksi brutal itu direkam diam-diam oleh seseorang.
...🍎🍎🍎...
"Pak Hwan... Apa yang Anda lakukan di sana? Anda mau sekalian pesan makan malam bersama kami?"
"Hmm... Sekarang sudah hampir jam tujuh malam. Sepertinya dia nggak datang hari ini," ucap Pak Hwan tanpa mempedulikan ajakan makan malam.
"Apa?"
"Seo Bitna. Gadis yang selalu datang ke sini, meski pun hujan salju di malam tahun baru. Tapi kali ini ia tidak datang di hari yang cerah," jawab Pak Hwan.
“Wah, jadi Bapak sekarang mencemaskannya?” kata Yul. “Anda berlebihan sekali, Pak. Bisa saja kan dia sekarang lagi ada les, atau kegiatan lain bersama teman-temannya. Apa lagi dia sudah SMA,” lanjutnya.
“Lagian, kabar tentang kapal itu juga masih simpang siur. Rasanya sangat kecil kemungkinan kapal yang sudah hilang lima tahun, tiba-tiba ditemukan lagi,” kata pegawai junior lainnya.
Pak Hwan menggeleng, "Dia bukan anak yang bisa melewatkan hari-hari seperti itu, tanpa menanyakan kabar ayahnya. Selarut apa pun, dia pasti akan tetap datang,” ujar Pak Hwan, pegawai senior di kantor imigrasi ini.
“Setelah bertahun-tahun, aku malah terbiasa dengan kedatangannya. Bahkan aku sampai menunda pensiun dan membuat kebijakan shift malam. Sekarang aku justru khawatir terjadi apa-apa dengannya," lanjut Pak Hwan.
"Tapi apa itu nggak berlebihan, Pak? Hanya demi dia, kita justru harus bekerja lembur begini?” kata pegawai junior.
"Menurutku ini nggak berlebihan. Aku nggak bisa membayangkan, bagaimana jika istri dan putriku yang mencariku setiap hari. Ah... Rasanya Bitna sudah seperti putriku sekarang." Pak Hwan mengelap sudut matanya yang berair.
"Semoga kali ini ada kabar baik tentang kapal itu," ucap Pak Hwan tulus.
“Ah, kalian boleh pulang, kok. Biar aku saja yang berjaga di sini,” kata Pak Hwan kepada para juniornya. Ia sadar, setiap orang memiliki kesibukan masing-masing, dan ia tidak bisa memaksanya.
“Kami di sini saja, deh. Udara di sini lebih hangat dari pada di luar. Lagian kami juga sudah pesan jjajangmyeon dan mandu untuk kita semua,” kata para junior.
Pak Hwan hanya tersenyum. Ternyata di balik sikap kritis para pegawai muda tersebut, mereka adalah orang-orang yang peduli.
...🍎🍎🍎...
Bitna berjalan mengendap-ngendap melalui pintu belakang. Jantungnya berdegup kencang. Ia berharap, semoga saja orang di rumah sedang sibuk dan tak memperhatikannya pulang.
"Kak Bitna?" gumam Ara dari balik pintu. Sepertinya ia hendak ke kamar mandi yang terletak di belakang.
"A-ara."
Bitna cepat-cepat menyembunyikan pakaian kotornya dalam bak. Untung saja ia sudah mandi di pemandian air panas dan berganti pakaian dengan seragam cadangan yang dibawanya.
"Kakak sudah pulang? Dari mana saja sampai terlambat makan malam?" tanya Ara.
"Tadi ada kegiatan lain bersama teman-teman. Jadi pulang terlambat. Apa Bibi di rumah?" ucap Bitna hati-hati.
Ara menggeleng, "Ayah dan ibu belum pulang kerja. Sementara Kak Yeon Woo masih di kampus. Untung kakak sudah pulang.
"Fyuh... Syukurlah..."
"Kenapa? Kakak takut kena marah ibu karena pulang telat, ya?" Ara terkikik melihat Bitna.
Bitna hanya tersenyum. Semoga saja tidak ada yang tahu, apa yang terjadi padanya hari ini.
“Eh, sebentar. Kakak potong rambut, ya? Tapi kok modelnya aneh?” ucap Ara.
Deg! Jantung Bitna serasa berhenti mendengar pertanyaan adik sepupunya.
“Yah… Tadi kakak mencoba potong rambut di tempat kawan kakak yang baru buka salon. Ternyata hasilnya aneh gini. Heheheh...” ucap Bitna terpaksa berbohong.
“Wah, harusnya minta ganti rugi, tuh,” protes Ara.
Bitna tertawa kecil melihat tingkah polos Ara. Untung saja bocah SMP itu percaya. Tetap tak ada yang tahu kalau sebenarnya Bitna membayar mahal untuk merapikan rambutnya yang dipotong sembarangan oleh geng Ahn Chae Rin tadi.
“Yah… Seminggu ini aku libur dulu deh jajannya. Nggak enak kalau minta uang sama bibi lagi,” pikir Bitna.
Pagi harinya...
"Seo Bitna! Cepat kemari! Apa yang sudah kamu lakukan? Kamu pikir tinggal di sini sebagai anak kos?" marah Bibi Dami padanya.
Bitna yang sedang bersiap ke sekolah, berlari tergopoh-gopoh menemui sang bibi.
“Ada apa, Bi?” tanya Bitna.
“Kau lihat apa yang kau lakukan? Merendam pakaianmu sendiri sampai bau begini?” ujar bibi.
“Astaga! Aku melupakannya!” Bitna melihat sebaskom cucian berisi pakaiannya yang bau telur busuk semalam.
“Kau pikir biaya air itu murah? Sudah bibi katakan berulang kali, jangan mencuci masing-masing! Letakkan saja pakaianmu di dalam mesin cuci.” Bibi benar-benar marah.
“Maafkan aku, Bi,” ujar Bitna menyesal.
Karena kelelahan, ia benar-benar melupakan soal seragamnya itu.
“Hhhh… Kamu urus sendiri deh, baju busukmu itu,” ucap bibi dengan nada kesal.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments
Ayy_
Sayang sekali,padahal ceritanya bagus,tapi like masih sedikit.
Semangat Othor,jgn berhenti sebelum tamat yaa...😁
2022-03-12
2