“Bitna! Kamu kan yang bernama Bitna?” seorang guru datang menghampiri Bitna dengan wajah cemas.
“Benar, Bu. Saya Seo Bitna,” jawab Bitna dengan bingung. “Ada apa gerangan Bu Guru mencarinya?” pikir Bitna dalam hati.
“Bitna, sebaiknya kamu pulang sekarang. Ibumu… Ibumu…” Bu Guru tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.
“Ya?” Bitna bertambah bingung. "Ada apa dengan ibuku?" pikirnya.
“Ah, buka HPmu. Barangkali ada kabar penting di sana,” ucap Bu Guru kemudian.
Bitna pun mengecek HP-nya.
Tanpa disadari, ternyata terdapat puluhan pesan dan telepon dari berbagai nomor masuk diHP-nya. Beberapa di antaranya berasal dari tetangga dan pamannya.
“Ada apa, ya?” Bitna mulai gelisah. Ia membuka pesan itu satu per satu.
Jantung Bitna berdebar cepat ketika membacanya. Matanya berkunang-kunang dan tubuhnya melemah. Hampir saja HP itu terlepas dari genggamannya.
“A-astaga! I-ni… I-bu…” Air mata Bitna tumpah. “Ini berita bohong, kan?” ucap Bitna di sela-sela tangisnya.
“Nak, kabar itu benar. Pihak sekolah sudah dihubungi oleh pamanmu, Chae Do Hyuk,” kata Bu Guru.
Dunia Bitna seakan runtuh seketika. Ia baru saja mendengar jika sang ibu, satu-satunya keluarga yang ia miliki baru saja meninggal. Wanita itu tewas mendadak di restoran tempatnya bekerja.
Pihak restoran mengatakan, jika mereka sudah membawa ibu Bitna ke rumah sakit untuk menerima pertolongan medis. Sayangnya, perempuan muda itu benar-benar telah pergi.
“Nak, yang sabar, ya. Ibu turut berduka cita. Kamu akan segera diantar pulang oleh pihak sekolah. Ibumu sudah menunggumu di rumah duka,” ucap Bu Guru Hana.
Bitna tak mampu berkata-kata lagi. Hatinya terus menjerit meminta ibunya untuk kembali. Tak disangka, hari bahagianya memasuki SMA, berubah menjadi hari berkabung baginya.
“Nak… Nak…”
Seorang lelaki mengguncang tubuh Bitna.
“Y-ya, Paman.”
“Kamu turun di SMA Seodaemu-Gu, kan? Kamu sudah sampai,” tegur supir bus tersebut. Ia mengenali siswa sekolah elit itu dari seragamnya.
Bitna tersadar dari lamunannya. Ia melihat sekeliling dan menyadari, bahwa ia berada di dalam bus yang membawanya ke sekolah.
“Kenapa aku kembali mengingat kejadian tiga bulan lalu?” ucap Bitna sambil menyeka air matanya. Kejadian pilu saat ia pertama kali duduk di SMA sangat membekas di dalam ingatan.
“Terima kasih sudah mengingatkanku, Paman,” ucap Bitna pada supir bus sebelum ia turun.
...🍎🍎🍎...
“Hei, juara satu! Bagi PR-mu, dong,” pinta Chae Rin pada Seon Wooil, cowok tampan yang menjadi primadona para siswi.
“Wah, sayang sekali. Kamu salah orang Chae Rin. Bukan aku juara pertama di kelas ini. Lagian untuk apa juga aku berbagi PR padamu,” ucap Wooil.
“Apa? Kau yang jenius ini nggak juara satu. Lalu siapa yang berada di peringkat pertama?” Chae Rin terkejut mendengar pengakuan Wooil.
Wooil menunjuk seseorang dengan isyarat mata.
“Dia? Masa, sih? Kucing kampung itu peringkat pertama?” bisik Chae Rin tak percaya.
“Kau pikir aku ini siapa? Memberi kabar bohong?” ucap Wooil.
Chae Rin mendekati Bitna dengan ragu, “Hei, juara satu! Bagi PR Bahasa Inggrismu, dong. Kamu pasti sudah mengerjakannya, kan?” pinta Chae Rin sambil menendang kursi Bitna.
“Aku sudah mengumpulkannya,” sahut Bitna datar. Matanya yang indah sama sekali tidak memandang ke arah cewek cantik itu.
“Wah, bohongmu terlihat sekali. PR Bahasa Inggris kan di kumpulkan setelah jam makan siang nanti,” kata Chae Rin.
"Memang benar. Tapi karena sudah selesai, langsung saja aku kumpulkan," sahut Bitna lagi.
Ia mengepalkan tangannya erat-erat dan menyembunyikannya di balik blazer, agar tak ada yang melihat jemarinya gemetar.
Dalam hati Bitna bertekad, ia akan berusaha melawan tindakan bully mereka. Ia tidak mau menjadi lemah tanpa perlawanan, seperti tiga bulan yang lalu.
"Wah, semakin berani kau sekarang, ya? Lihatlah, Eunjo bodyguardmu belum datang, jadi tak akan ada yang membelamu," Chae Rin menarik kerah baju Bitna.
"Kalian kan orang kaya raya. Bisa menyewa guru les terbaik di negara ini. Masa untuk bikin PR saja harus mengemis padaku yang miskin ini," balas Bitna dengan mata berapi-api.
Grep! Chae Rin menarik kerah baju Bitna hingga kancing paling atas terlepas.
"Chae Rin! Jauhkan tanganmu dari Bitna!" perintah guru Sejarah yang baru datang. "Ayo anak-anak. Kembali ke kursi kalian masing-masing, kita mulai pelajaran hari ini."
Chae Rin kembali ke tempat duduknya, "Cih, kenapa harus Pak Kang sih pelajaran pertama hari ini," gerutu Chae Rin. "Lihat saja nanti pulang sekolah. Dia nggak akan selamat," lanjutnya.
“Anak-anak. Buka buku kalian halaman 105. Pemerintahan Jepang di Korea telah membuat banyak perubahan. Diantaranya…”
Bitna mengambil buku Sejarah di dalam laci meja.
Pluk! Sebuah plastik kecil berisi roti melon dan sepucuk surat berwarna merah muda terjatuh dari sana.
“Kamu pasti mengalami hari yang berat. Ini untuk mengisi semangatmu. J.H,” Bitna membaca isi surat tersebut.
“Dari penggemar misterius lagi?” bisik seseorang di samping Bitna.
Bitna mengangguk, “Eunjo, kamu terlambat?” bisik Bitna.
“Hu’um. Tadi mengantar ayah ke bandara dulu,” balas Eunjo.
“Yang di tengah, jangan berisik. Eunjo, kamu terlambat! Berdiri di depan, bacakan halaman 106 – 107,” perintah Pak Kang.
Eunjo terpaksa maju ke depan, mematuhi perintah Pak Guru. Bitna tertawa kecil melihat sahabatnya dihukum.
...🍎🍎🍎...
“Bitna, kamu masih belum tahu siapa pengirim hadiah itu?” tanya Eunjo ketika jam istirahat.
Bitna mengangguk.
“kamu nggak penasaran?” tanya Eunjo.
“Entahlah. Di antara sekian banyak orang di membullyku, rasanya aneh saja ada orang yang menjadi penggemarku,” kata Bitna.
“Hei, tidak semua orang membencimu. Aku kau anggap apa?” tanya Eunjo.
“Kalau kamu sih sudah tidak diragukan lagi. Di saat semua teman SD menjauh, kamu tetap berada di sisiku. Sayangnya, kita tidak satu SMP. Kenapa kamu mau berteman denganku?” tanya Bitna.
“Memangnya ada alasanku untuk membencimu?” Eunjo balik bertanya.
“Dari pada itu, aku lebih penasaran sama si J.H ini. Di kelas kita siapa ya yang berinisial J.H? Ataukah siswa dari kelas lain?” kata Eunjo.
“Bitna? Kamu nggak mendengarku? Kamu lagi ngapain, sih?” kata Eunjo lagi.
Sudah hampir lima menit Bitna memandangi papan pengumuman di depan ruang guru tersebut.
“Ah, aku lagi mencari pengumuman makalah imiah yang ku ikuti. Seharusnya hari ini sudah keluar pengumumannya,” gumam Bitna. Matanya menelusuri setiap sudut papan pengumuman tersebut.
Sayangnya, pengumuman yang ia cari tidak ketemu. Bola mata Bitna malah menangkap sesuatu yang menarik.
“Pertukaran pelajar ke Indonesia? Semua biaya ditanggung. Hmm… Kenapa belakangan ini aku selalu mendengar nama Indonesia, ya?” pikir Bitna.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments