Pinangan Kedua
Dua orang wanita tengah sibuk di ruang guru sebuah sekolah dasar swasta yang ada di Kabupaten Demak. Mereka tengah menyusun berkas. Salah satu diantaranya membacakan urutan berkas yang harus dilengkapi. Satu orang lagi mencari dokumen yang dimaksud oleh temannya itu.
Jika dilihat dari umurnya, sepertinya mereka sepantaran. Wajah mereka sangat serius dalam menyusun berkas tersebut. Disa Nur Izzah sedang menyusun dokumen penting bersama Rifana. Mereka sedang berkutat dengan persyaratan untuk pendidikan profesi guru atau sering disebut PPG.
Disa mendapatkan surat dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Demak, yang menyatakan dia akan ikut seleksi pendidikan profesi guru. Beberapa orang iri melihat kesibukan mereka. Ada sebagian guru yang tidak bisa mengikuti program sekolah lanjutan karena sebab tertentu. Mereka tidak ambil pusing soal itu.
"Astaghfirullahal 'adzim! Aku telat masuk kelas ..., kamu bisa menyusunkan berkasku nggak, Rif?" Disa menepuk dahinya dengan kepanikan yang luar biasa.
"Ya sudah, sana ngajar dulu! Ini biar aku yang selesaikan. Kita ke dinas jam berapa?" tanya Rifana mengambil berkas yang berada di tangan Disa.
"Jam sepuluh, makasih ya sahabatku sayang. Nanti aku traktir bakso sama es teh! Hi-hi-hi." Disa melenggang pergi meninggalkan Rifana
Bu Prapti tersenyum sinis mendengar ucapan Disa. "Rif ..., Rif ..., kamu jadi orang kok polos banget, sih! Mau saja dimanfaatkan Disa! Coba kamu pikir, apa mungkin dia nggak pakai orang dalam? Secara masa kerja kamu lebih lama disini." Bu Prapti mencoba menghasut Rifana.
Rifana hanya tersenyum dan melanjutkan aktivitasnya. Dia mencoba menyembunyikan perasaannya sendiri. Hanya mencoba untuk ikhlas menerima rencana Allah. Sebenarnya, ia juga kecewa tidak mendapatkan panggilan seperti Disa. Tapi, wanita itu bisa berbuat apa?
Rifana menghela napasnya. Setelah selesai membantu Disa menyusun berkas, Rifana berencana untuk ke kantin. Dia butuh asupan minuman kesukaannya, es teh. Sang pelepas dahaga yang sangat menyejukkan kerongkongan.
Disa telah selesai mengajar. Tepat pukul sepuluh pagi, dia sudah menenteng berkas dan tas punggungnya. Dia menunggu Rifana yang tidak kunjung kembali dari kantin.
Klunting!
Sebuah pesan masuk ke gawai Disa. Dia segera membaca isi whatsapp itu. Ternyata dari Rifana yang meminta maaf tidak bisa menemaninya ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan karena harus menggantikan guru lain yang sedang sakit mengajar. Dengan sedikit kecewa akhirnya ia berangkat sendiri.
Bu Prapti yang melihat wajah Disa yang kecewa bertanya padanya. "Lha kok sedih kenapa, Dis?"
"Hmm? Ah, nggak papa, Bu. Cuma sedih saja nggak ada temannya ke dinas," ujar Disa jujur.
"Lha Rifana?"
"Bu Rifana harus menggantikan Pak Yanto mengajar di kelas, Bu."
"Heleh, bohong! Palingan dia iri sama kamu! Ia nggak siap lihat kamu bahagia, makanya Rifana beralasan begitu!"
Disa mengernyitkan dahinya. Dia hanya mengangkat bahu tanda tidak paham maksud Bu Prapti. Ia enggan untuk menanggapi ucapan lawan bicaranya, dan memilih untuk segera menuju dinas.
Disa berjalan menuju parkiran. Melenggang menaiki motor maticnya dan memakai helm berwarna biru itu. Seseorang menyapa dengan sopan.
"Assalamu'alaikum, Bu Disa!" ucap seorang pria yang memakai seragam batik sama seperti Disa.
Disa menoleh dan tersenyum, "Wa'alaikum salam, Pak Adi."
"Mau kemana, Bu?" tanya Adi.
"Ke dinas pendidikan, Pak!" jawab Disa singkat dan mulai menghidupkan mesin motor.
"Mau saya temani, Bu?"
"Oh tidak perlu, Pak! Mari, Assalamu'alaikum!" Disa melajukan motor meninggalkan gedung sekolah.
Adi, merupakan salah satu guru yang masih lajang disana. Sama seperti Disa dan Rifana. Dia memang menghindari Adi yang jelas-jelas menunjukkan rasa suka padanya. Ia tidak ingin persahabatannya dengan Rifana renggang dan rusak hanya karena lelaki.
Rifana memang tidak pernah bercerita padanya jika dia suka dengan Adi. Tapi, Disa bisa membaca hal itu dari sorot mata sahabatnya. Tergambar jelas ada binar kekaguman saat Rifana berbicara dengan Adi.
Tidak perlu memakan waktu lama untuk sampai di dinas pendidikan dan kebudayaan. Disa memarkirkan motornya dengan rapi berjajar dengan motor lainnya. Dia memasuki gedung besar itu dan bertabarakan dengan seorang lelaki bertubuh tinggi dan gagah.
"Maaf-maaf-maaf!" ucap lelaki itu dengan menyesal.
Disa mengambil kunci motor yang jatuh akibat tabrakan itu. Dan tangan lelaki itu juga meraih benda yang hendak diambilnya. Disa langsung melepaskan kunci motornya. Lelaki itu mendongak dan memperhatikan lawan jenisnya itu.
Muhammad Ardani, seorang staff kepegawaian di dinas pendidikan dan kebudayaan Kabupaten Demak adalah orang yang bertabrakan dengan Disa. Dani melihat tampilan wanita itu sekilas, memberinya petunjuk bahwa lawan bicaranya saat ini sangat menjaga adab ketika berhadapan dengan lawan jenis.
Dani meletakkan kembali kunci motor Disa di lantai. Hanya itu satu-satunya cara agar Disa tidak bersentuhan dengannya. Disa menunduk dan tersenyum melihat cara lelaki tersebut mengerti keinginannya.
"Terima kasih!" ucap Disa masih tetap menundukkan pandangannya.
"Sama-sama, dan ..., maaf karena saya terburu-buru dan menabrak Anda. Permisi."
Disa mengangguk dan mengambil kunci motornya. Dani meninggalkan gedung menuju mobil, dan menoleh sebentar. Dia tersenyum entah karena apa. Lalu masuk ke dalam kendaraan roda empat itu.
Disa menuju ruang kepegawaian. Dia melihat beberapa orang sedang antri sambil membawa berkas. Ia berpikir, mungkin mereka sama seperti dirinya. Disa diminta untuk mengumpulkan berkas terlebih dahulu dan diberikan nomor antrian.
"Duduk dulu, Bu. Nanti dipanggil sesuai antrian," terang petugas yang memberikan nomor pada Disa.
Banyak yang berbisik-bisik kemana petugas yang harusnya melayani mereka. Disa tidak mau ikut bergosip. Dia memilih membuka mushaf kecil miliknya dan mulai melantunkan ayat demi ayat. Hingga dia terhanyut dan tidak sadar bahwa tinggal dirinya yang ada di depan ruang tunggu.
"Sadaqallahul azim." Disa menutup mushafnya dan memasukkannya kembali ke tas.
Namanya dipanggil dan dia masuk ke dalam. Disa duduk dihadapan seorang lelaki. Berkasnya sedang ditinjau oleh pria tersebut. Saat orang tersebut mendongak mata mereka tidak sengaja bertatapan.
Jantung Disa berdetak lebih cepat dari biasanya. Dia segera menundukkan pandangannya lagi. Sedangkan lelaki tersebut langsung tahu siapa orang yang ada di hadapannya. Dani dipertemukan kembali dengan wanita yang ditabraknya.
Dani menerangkan bahwa berkas Disa sudah lengkap dan akan segera dikirim ke pusat. Dia meminta agar wanita itu bersabar dan menantikan jadwal selanjutnya. Disa segera pamit setelah urusannya selesai. Dia menuju mushola karena kumandang adzan memanggilnya.
"Alhamdulillah." Disa menghela napas lega dan tersenyum.
Bersyukur atas apa yang dia lalui hari ini hingga bertemu kembali dengan adzan dzuhur. Disa menuju tempat wudhu. Dia melepaskan jilbab biru dan mulai menyalakan keran air. Saat sedang kusyu' membasuh wajah, jilbab biru itu raib dengan cepat.
Disa baru sadar saat wudhunya usai. Dia kebingungan mencari dimana jilbab birunya. Seorang ibu menghampirinya dan bertanya.
"Ada apa, Mbak?" tanya Ibu itu.
"Saya kehilangan jilbab, Bu." Disa masih celingukan mencari barang miliknya.
"Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Kok bisa?"
***
Like
Vote
Komen
Tip
Please, jangan jadi silent readers ya gengs
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Try Susilowaty
makkkk aq ksini lagiiiiiii
kngen ama krya2 mu makkkkk
2023-02-02
0
Ida Lailamajenun
Dani jadi Jaka Tarub Disa jadi bidadari nya klu Jaka Tarub mencuri selendang bidadari klu Dani mencuri jilbab Disa😂😂
mampir lagi dikarya mu Thor
2022-10-12
0
Bidadarinya Sajum Esbelfik
novel ke 5 author yg aqu bca.
2022-10-01
0