Bu Mar ikut panik melihat Disa yang kelimpungan mencari keberadaan jilbab biru itu. Dia ingat betul meletakkan jilbabnya di keran air sebelah tempat wudhunya. Ia berpikir mungkinkah terbang? Tapi mana mungkin, ruang wudhu wanita tertutup rapat. Bu Mar menepuk bahunya dan membuat Disa tersadar.
"Saya kurang tahu, Bu. Tadi saya sedang wudhu, dan setelah itu hilang. Saya nanti pulangnya bagaimana ya, Bu?" tanya Disa sambil menggigit bibirnya. Raut wajah cemas sangat kentara.
"Bawa mukena?" tanya ibu itu. Disa mengangguk. "Sementara pakai itu dulu. Nanti kita cari solusi setelah salat."
Disa mengangguk. Iqomah sudah mengudara. Mengharuskan mereka harus cepat bergegas. Empat raka'at telah usai ditunaikan. Disa kembali bingung tatkala mengingat jilbabnya.
"Mas Dani!" panggil ibu yang ada disamping Disa.
"Dalem, Bu Mar." Dani duduk di samping Bu Mar.
"Bawa barang dagangan mamahmu? Mbaknya ini kehilangan jilbab di tempat wudhu tadi."
Dani melihat wanita yang ditunjuk Bu Mar. Disa lagi. Entah kenapa sudah tiga kali dia selalu dipertemukan dengan Disa.
"Ada. Bentar Dani ambil dulu. Kebetulan tadi baru ambil dari yang nyetorin mamah."
Dani bergegas pergi mengambil jilbab yang diminta Bu Mar.
Dani bergegas menuju mobil dengan tersenyum sendiri. Dia merasa aneh kenapa Disa bisa kehilangan jilbab di area perkantoran itu. Selama Dani bekerja disana, keamanan selalu terjaga dengan ketat. Tuna wisma saja hanya sampai di depan gerbang.
Rekan Dani, Reza menyapanya. Dia heran melihat partner sekaligus teman dekatnya itu tersenyum sumringah menuju mobil.
"Mas Dan! Ngapain senyam-senyum begitu?" tanya Reza merangkul bahu Dani.
"Ha? Emang aku senyam-senyum?" tanya Dani terbodoh.
"Dih, dia nggak sadar! Ada apa, sih?"
"Nggak papa." Dani membuka bagasi mobil dan berkacak pinggang.
Dia tengah melihat barang dagangan mamahnya. Melihat beberapa model yang sudah tertulis jelas di atas kantong kresek hitam itu. Bergo, segiempat syar'i, pad kecil, pad besar. Dani agak bingung untuk memilih. Akhirnya ia mengambil model bergo dan segiempat syar'i. Mengambil dua warna yang tidak terlalu mencolok.
Reza yang masih setia membuntuti sahabatnya langsung mengernyitkan dahi. Dani memilih jilbab untuk siapa? Kira-kira seperti itulah suara hati pria itu. Dani menutup kembali bagasi dan bergegas menuju mushola kantor.
Reza hendak mengikuti langkah Dani, sayang sekali dia dipanggil oleh Pak Burhan. Mereka sudah janjian makan siang. Dia gagal mengetahui untuk siapa jilbab yang dipilih oleh Dani? Kenapa Dani serius sekali memilihnya? Seperti berhati-hati agar tidak salah.
Dani menghampiri Disa yang masih bersama Bu Mar di teras mushola. Ia memberikan dua model itu pada Disa.
"Terima kasih," ucap Disa menerima jilbab yang masih terbungkus plastik.
"Sama-sama. Silahkan dilihat dulu. Hanya dua model itu yang menurut saya cocok untukmu."
Disa mengenali suara itu. Itu adalah suara lelaki yang menabraknya, menemuinya di ruang staff kepegawaian, dan sekarang. Disa memberanikan diri mendongak dan membuktikan kebenaran. Orang yang sama, ya, Dani adalah orangnya.
Disa kembali menundukkan pandangannya. Bu Mar melihat interaksi singkat yang terjadi diantara keduanya. Beliau hanya mengulum senyum agar mereka tidak salah tingkah. Disa membuka bungkus plastik jilbab itu. Aroma khas yang dikeluarkan kain baru menguar hinggap di hidung Disa. Membuatnya bersin-bersin karena dia memiliki intoleransi terhadap aroma kain yang masih baru.
"Kenapa, Mbak?" tanya Bu Mar.
"Saya ada alergi sama bau kain baru, Bu. He-he-he. Saya coba boleh, Pak?" tanya Disa sambil tertunduk.
"Silahkan!" balas Dani. Disa langsung bergegas ke kamar mandi untuk mencobanya.
Dani duduk di samping bu Mar. Bertanya apakah Bu Mar mengenal Disa? Bu Mar menjawab baru mengenalnya.
"Menurutmu dia gimana, Mas Dan?" tanya Bu Mar menggoda Dani.
"Hmm? Maksud Ibu apa?" tanya Dani sembari menahan senyum.
"Jilbabnya cocok apa nggak sama mbaknya?"
"Ooh ..., Dani kira apaan. He-he-he." Dani menjadi malu mengira yang lain.
"Emang kamu mikir apaan? Aa ..., Ibu tahu nih, kamu pasti mikir kalau dia cocok sama ...,"
"Ada telepon masuk tuh, Bu!" Dani hampir saja malu karena ucapan Bu Mar. Pasalnya Disa sudah selesai mencoba jilbab.
Bu Mar menutup telepon itu dan bergegas menuju gerbang. Dani sangat tahu jika beliau sudah begitu. Bu Mar pasti akan menemui anaknya yang hanya mampir sebentar di gerbang.
"Pak, saya ambil yang ini. Berapa harganya?" tanya Disa membuyarkan lamunan Dani.
"Alhamdulillah cocok dan cantik. Eh, maksudnya jilbabnya. Bawa saja. Sudah dibayar bu Mar." Dani terpaksa berbohong. Dia melakukan hal itu karena kasihan dengan Disa yang tertimpa musibah.
Disa menahan senyumnya mendengar ucapan Dani. Mengapa dia merasa hatinya berbunga-bunga hanya karena ucapan seorang lelaki yang baru dia temui hari ini? Entahlah, Disa sendiri belum tahu jawabannya. Ia segera merespon ucapan Dani.
"Hah? Ibu yang tadi?" tanya Disa.
Dani mengangguk meskipun Disa tidak bisa melihatnya. Disa mengembalikan jilbab yang tidak dipilih kepada lelaki iti. Mereka tidak tahu langkah selanjutnya harus apa. Tapi satu yang membuat Disa tersadar, bahwa mereka hanya berdua. Dan itu membuatnya harus segera pamit sebelum ada hal yang tidak diinginkan.
Disa pamit kepada Dani. Dia mengucapkan terima kasih karena sudah dibantu. Ia melangkah pergi menuju parkiran motor. Saat akan melintasi gerbang, ia melihat Bu Mar dengan raut wajah sedih. Disa menyalaminya dan mengucapkan terima kasih karena sudah dibelikan jilbab baru.
"Ternyata Dani tidak salah memilih, jilbab ini cocok untukmu, Mbak." Bu Mar tersenyum melihat kecantikan Disa yang memancar meskipun masih bersin-bersin.
"Terima kasih, Bu. Terima kasih juga sudah dibelikan jilbab ini. Saya malah tidak enak hati," terang Disa.
Bu Mar mengernyitkan dahinya bingung. Membelikan jilbab? Untuk Disa? Lamunan Bu Mar lenyap ketika Disa berpamitan padanya. Disa sudah meninggalkan kantor dan kembali ke sekolahan. Yang sekarang menjadi masalahnya adalah mengatasi alerginya agar tidak bersin.
Disa terpaksa menggunakan masker saat kembali mengajar di kelas. Rifana mengernyitkan dahinya melihat warna jilbab sahabatnya berbeda.
Sedangkan di kantor, ada sesuatu yang berbeda. Dani bekerja dengan penuh semangat. Bak baterai yang baru saja diisi ulang, dia terlihat lebih giat dan sumringah dari biasanya. Bu Mar sengaja menggodanya dengan berbisik tentang Disa.
"Mbaknya yang tadi cantik ya Mas pakai jilbab pilihan kamu?" tanya bu Mar setengah berbisik.
"Iya!" jawab Dani semangat dan tanpa sadar membuat bu Mar cekikikan.
Dani memukul mulutnya. Apa yang terjadi padanya hari ini? Sungguh, ini diluar kendali dirinya. Ia merasa ini bukanlah dia. Dani yang dikenal orang di kantor adalah orang yang cuek dengan semua wanita cantik yang coba dipersandingkan dengannya.
Tapi hari ini, keajaiban itu muncul. Hanya karena wanita yang tidak sengaja ditabrak dan kehilangan jilbabnya mampu membuatnya tersenyum sepanjang hari.
"Tadi berapa harganya? Kok mbaknya tadi bilang saya yang belikan?" pancing Bu Mar lagi.
"Nggak usah, Bu. Biar saya saja yang membayar barang dagangan mamah," jawab Dani.
Bu Mar ingin menggodanya lagi, tapi waktu tidak berpihak padanya. Dani harus segera ke ruang meeting untuk membahas jadwal peninjauan sekolah.
***
Like
Vote
Komen
Tip
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments
Rahma Inayah
bgus ceritanya..
2023-03-30
0
Patrish
ada cerita dari kalangan biasa.... jadi berasa ikut di dalamnya... apalagi di dunia sekolah... serasa di tempat kerja....imajinasi langsung masuuukkk👍🏻👍🏻👍🏻
2023-01-23
0
Bunda Aish
sweet ceritanya, berasa kisah keseharian di sekitar kita❤️
2023-01-17
0