Di meja makan mamak menyajikan menu sarapan sederhana. Di saat yang bersamaan Nisa pun keluar dari kamar dengan seragam lengkapnya. Sungguh kilat. Hanya dalam beberapa menit mampu mandi dan bersiap diri sekaligus. Senandung paginya selalu terdengar dari mulutnya. Kata mamak sama bapak ocehan Nisa itu menandakan bahwa dia sehat lahir batin.
"Pagi mak," sapa Nisa menghampiri mamaknya.
"Pagi juga nis," sapa mamak sambil membawa wadah berisi nasi goreng.
"Bapak mana mak?" tanya Nisa.
"Tadi subuh dah berangkat ke sawah, mau semprot hama," jawab mamak. Nisa hanya ber- oh ria.
"Ohh iya panggilkan masmu. Kalau masih belum bangun, bangunkan lagi masmu dan suruh keluar sarapan. Keburu telat juga ngantornya," perintah mamak.
"Siyap komandan," Nisa memberi hormat pada mamaknya. Dia pun dengan cepat berlari ke kamar kakaknya.
Setyo memang berotak cerdas. Dia lulus kuliah di usia 20 tahun. Karena kecerdasannya ia bisa masuk di perusahaan besar dengan gaji yang cukup besar. Sekarang dia bekerja sudah satu setengah tahun lamanya.
brak brak brak brakk
"Mas bangun, disuruh mamak sarapan," teriak Nisa sambil menggedor - gedor pintu kamar Setyo.
"Bentar dek. Sampaikan ke mamak bentar lagi keluar," sahut Setyo dengan suara serak khas bangun tidur.
"Hemm," jawab Nisa kemudian bergegas ke ruang makan.
"Mak bentar lagi mas keluar katanya," Mamak hanya menganggukan kepalanya tanda mengiyakan.
Nisa menarik kursi lalu duduk. Beberapa saat dia menunggu Setyo, namun Setyo tak kunjung datang. Padahal hari sudah semakin siang untuk berangkat sekolah.
"Mas cepetan, keburu telat ntar akunya," kalimat sewot Nisa keluar juga haha.
"Iya iya dek. Nggak sabaran amat sih," geruntu Setyo. Kemudian dia keluar dari kamar ke ruang makan dengan tampilannya masih berbaju tidur dan rambut juga masih berantakan.
Srekk
Setyo menarik salah satu kursi untuk duduk, kemudian ia meraih segelas air putih dan menenggaknya hinggak habis. Nisa melirik sinis kakaknya itu karena Setyo kelamaan.
"Nisa tadi udah mandi?" tanya Mamak heran.
"Perasaan belum lama Nisa pamit mandi kok udah siap saja," batin mamak yang baru menyadari kecepatan bersiap Nisa.
Mamak sibuk mengambilkan makanan untuk Setyo. Disodorkannya piring itu ke Setyo. Namun Nisa menyerobot piring untuk Setyo.
"Yaelah dek, jatah mas tuh," sungut Setyo.
"Wlek," Nisa menjulurkan lidahnya. Mamak hanya berdecak dan menggelengkan kepalanya heran. Mamak mengambil piring kosong lalu mengisinya lagi.
"Udah dong mak, udah wangi gini kok," ujar Nisa kemudian memasukkan satu suapan penuh nasi goreng. Karena memang menu sarapannya nasi goreng.
"Kilat amat mandinya dek? Awas dakinya masih nempel tuh," tunjuk Setyo ke muka Nisa.
"Biarin. Yang penting sudah kena air dan pake sabun. Dan buktinya aku masih cantik kok," jawab Nisa menjulurkan lidahnya lagi.
"Helehh cantik apaan, rambut aja kayak rumput kering gitu. Gak ada bagus - bagusnya," cerca Setyo semakin menjadi.
"Iiihh mas ini tu anugerah Tuhan mas. Harus disyukuri," kedua tangan Nisa menengadah sambil terus mengunyah sarapannya.
"Diluar sana banyak cewek rambutnya lurus aja malah digelombangin dan diwarnai. Bayar pula? Nih aku malah dapet yang geratis. Lebih enak kan? Gak perlu keluar uang hahaha," imbuh Nisa.
"Emang ya anak kupon tetep anak kupon," ejek Setyo lagi.
"Yeee biarin. Dari pada buat kek gitu (nyalon) mending ditambahin buat uang jajan. Ya kan mak?" ujar Nisa mencari pembelaan pada mamaknya. Si mamak hanya tersenyum sambil menggeleng - gelengkan kepalanya mendengar perdebatan anak-anaknya.
"Sudah - sudah nanti tambah kesiangan loh kamu Nis. Kamu juga mas. Jangan meledek adikmu terus," mamak melerai perdebatan mereka berdua. Kalau nggak dilerai mah sampai tahun depan nggak bakalan kelar, pikir mamak.
Mereka akhirnya pun memakan sarapan dengan tenang. Hanya dentingan sendok dan piring yang terdengar.
********
"Mak aku berangkat dulu ya," pamit Nisa seraya mencium punggung tangan mamak.
"Mas berangkat dulu," tengok Nisa beralih pada kakaknya.
"Heem. Sono - sono, belajar yang bener," usir Setyo.
Nisa hanya bergeming. Dia masih berdiri di depan kakaknya. Tangannya menjulur seakan meminta sesuatu.
"Apa?" tanya Setyo dengan wajah curiga.
Nisa masih tetap berdiri dengan memperlihatkan deretan gigi putihnya.
Setyo pun akhirnya paham. "Kagak - kagak. Minta tambah aja sana sama Mamak."
Wajah Nisa seketika cemberut. Dia gagal dapat uang jajan tambahan dari kakaknya.
sejenak....
"Yaudah nih - nih ambil." Setyo tidak tega melihat wajah cemberut adiknya. Ia mengambil selembar uang dari dalam saku baju tidurnya.
"Pelit amat sih mas!! " Nisa melongo tak percaya.
Seorang karyawan di perusahaan terkenal dengan gaji cukup besar tapi pelitnya kebangetan sama adiknya. Hanya selembar uang seribuan yang Nisa dapat. Setyo tertawa jahil.
"Biarin wlee," Setyo menjulurkan lidahnya.
"Ihh mass..... " wajah Nisa semakin menekuk.
"Hahahaha lucu amat mukamu dek," Setyo tertawa terbahak - bahak sambil memegangi perutnya.
"Nih dek, begitu aja marah hahahaha," imbuh Setyo masih belum bisa menghentikan tawanya. Ia memberikan uang selembar dua puluh ribuan kepada Nisa.
"Nah gini dong mas," ucap Nisa menerima uang tambahan dari Setyo dengan wajah sumringah. Setyo hanya menggelengkan kepalanya.
"Dasar bocah," batin Setyo.
"Oh iya mas. Jangan lupa mandi, jangan lupa gosok gigi mas. Biar gak bau jigong. Ntar gak laku lagi hahahaha," ujar Nisa sambil mengibas - kibaskan tangan di depan hidungnya.
"Jangan salah dek, gini - gini banyak cewek di luar sono yang ngantri sama masmu ini," dengan bangga Setyo menegakkan tubuh sambil menepuk - nepuk dadanya.
"Terserahlah Mas terserah. Auk ah gelap," Nisa jengah dengan kenarsisan kakaknya itu. Sedangkan Setyo hanya terkekeh melihat tingkah adiknya tersebut.
"Berangkat dulu semua, bye," pamit Nisa melambaikan tangannya.
"Hati hati Nak, gak usah ngebut," ucap mamak.
"Iya Mak," Nisa pun mengeluarkan sepeda bututnya dari dalam rumah. Nisa menggunakan sepeda untuk pergi ke sekolah.
Setyo juga beranjak untuk bersiap - siap pergi ke kantor perusahaan tempat dia bekerja.
*** Sementara di dapur ***
"Punya anak 2 aja bikin pusing sembilan keliling... wes wes," gumam mamak heran dengan kedua anaknya sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Jarak usia Nisa dan kakaknya sekitar 6 tahun. Cukup jauh memang. Tapi kelakuan? Gak pernah akur mereka.
Mamak bernama Christina, biasa dipanggil Bu Tin. Umurnya 40 tahun. Dulu mamak nikah muda. Meskipun kadang bawel, tapi justru itulah yang membuat Nisa dan Setyo merasa disayangi.
Sedangkan bapak namanya Agustiman, biasanya dipanggil Pak Man. Bapak adalah sosok yang bijaksana dan hangat sama keluarga.
Yah begitulah suasana keluarga mereka. Sederhana namun penuh warna.
.
.
.
.
.
.
.
Terima kasih para readers yang sudah berkenan mampir ke lapakku
Jangan lupa klik favorite, baca, like, komen dan vote ya ka 😉😉
Ikuti terus ceritanya. Terimakasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
☾↳€⊙ ⓢꍏr_♨️
pengen punya mas kayak nisa
2021-02-18
0
Leddy
up
2021-01-31
0
AniaH
semangt kk asa
2021-01-18
0