Cuitan burung gereja menyapa Bintang dari balik jendela. Gadis cantik itu sudah rapi dalam balutan seragam putih abu-abu. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai bebas, berhiaskan bando kuning bermotif polkadot.
Bintang memasukkan buku pelajaran ke dalam tas ransel. Sebelum keluar, dia kembali mematut penampilan di depan cermin. Rasa gugup memenuhi dadanya. Bayangan masa lalu terlintas kembali. Dia takut akan pandangan orang lain terhadapnya.
Selain itu, dia merasa seperti seorang pembohong karena masuk sekolah lamanya menggunakan identitas baru pemberian Dokter Langit. Dulu namanya adalah Bintang Kejora. Sejak diadopsi oleh keluarga barunya, nama gadis itu diubah menjadi Bintang Bellatrix.
"Kamu bukan pembohong Bintang! Kamu hanya mengganti nama saja. Tidak ada niatan untuk membohongi teman lamamu!" Bintang bermonolog di depan cermin.
"Teman? Aku lupa kalau tidak pernah memiliki teman di sana." Bintang tersenyum kecut. Setelah menghembuskan napas kasar, dia meraih tas ransel, kemudian keluar dari kamar.
Di ruang makan, Bu Pelangi sudah menyiapkan sarapan untuk Bintang. Dokter Langit sudah berangkat karena ada operasi darurat. Sesampainya di meja makan, Bintang mengambil sepotong perkedel jagung dan mengunyahnya perlahan.
"Nanti berangkat diantar Bang Awan, ya? Ayah ada operasi darurat." Bu Pelangi mengisi piring dengan nasi putih hangat.
"Iya, Bun. Bang Awan sudah bangun 'kan?"
"Sudah, lagi mandi. Sebentar lagi juga turun." Sebuah senyum lembut menghiasi bibir Bu Pelangi.
Bintang meraih piring berisi nasi dari tangan sang ibu, kemudian meletakkannya di atas meja. Dia mengisi mangkok kecil di depannya dengan potongan kentang, beberapa butir telur puyuh, wortel, dan brokoli. Hari ini Bu pelangi memasak sup dan perkedel jagung kesukaan Bintang.
"Buruan, Dik! Nanti telat!" Awan setengah berlari saat menuju meja makan. Dia mendaratkan bokongnya ke atas kursi, kemudian mengambil mangkuk dan mengisinya dengan sup.
"Santai kali aje ...." Bintang terus menyuapkan nasi dan sup secara bergantian dengan santai.
"Santai aje kali!" Awan mengoreksi ucapan sang adik.
Bu Pelangi hanya terkekeh menyaksikan tingkah konyol kedua anak kesayangannya itu. Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah menyelesaikan sarapan. Keduanya saling bergurau dalam perjalanan. Saling mengejek dan berdebat kecil sambil terkekeh. Tidak ada rasa sakit hati. Orang lain pasti akan mengira bahwa mereka adalah saudara kandung, karena keduanya terlihat akrab dan kompak.
Laju mobil yang Awan kendarai, berhenti ketika sampai di depan gerbang sekolah SMA Negeri 1 Andromeda. Bintang melepas sabuk pengaman, kemudian berpamitan kepada Awan.
"Bang, Bintang masuk dulu ya?"
"Iya. Jangan macem-macem! Kamu ke sekolah buat belajar, bukan buat pacaran!" Awan mengacungkan jari telunjuk untuk memperingatkan sang adik.
"Bawel amat sih, Bang! Aku ini siswi teladan! Nggak mungkin lah buang-buang waktu buat pacaran!" Bintang melipat lengannya di depan dada.
"Iya ... percaya! Sudah, masuk sana!" Awan menyodorkan tangannya, dan Bintang menyambut jemari sang kakak. Dia mengecup punggung tangan Awan, kemudian keluar dari mobil.
Bintang memandang gedung di hadapannya dengan tatapan penuh rindu. Sejujurnya dia sangat merindukan suasana sekolah, walaupun tidak menyenangkan. Akan tetapi, para guru selalu mendukung Bintang karena prestasinya.
Gadis itu menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya perlahan. Dia mulai melangkahkan kaki melewati pagar besi yang menjulang. Dia mengangguk ketika melewati Pak Bambang, satpam sekolah.
Suasana gedung sekolah masih lengang. Baru ada beberapa murid yang datang. Biasanya mereka adalah murid teladan, siswa yang sedang bertugas piket, atau datang lebih awal karena ingin menyontek PR dari para murid teladan. Hati Bintang berdebar ketika sampai di depan ruang guru. Ruangan itu masih kosong. Dia menunggu sampai tiga puluh menit, sampai seorang guru datang.
Bintang beranjak dari bangku, kemudian menyapa Pak Eko, Guru Ekonomi yang terkenal galak. Pak Eko menautkan kedua alisnya, kemudian menatap Bintang dari pangkal rambut hingga ujung kaki.
"Saya murid baru, Pak." Bintang tersenyum lembut sambil menundukkan kepala.
"Oh. Anak Pak Langit Al Laabia?" Raut wajah Pak Eko berubah ramah.
"Iya, Pak. Saya Bintang Bellatrix." Bintang mengulurkan tangan dan disambut oleh Pak Eko.
"Baik, sudah dibawa berkas yang kemarin saya minta?"
"Ini, Pak." Bintang menyodorkan sebuah map kertas berwarna merah muda kepada Pak Eko.
"Sebentar, duduk dulu ya, Bintang. Saya akan mengecek ulang semua berkasnya."
***
Bel tanda masuk berbunyi. Bintang mengekor di belakang Pak Eko menuju ruang kelasnya. Dia menunggu di depan kelas sampai Pak Eko memanggilnya. Tanpa sengaja, Bintang melihat Gala yang keluar dari toilet sambil mematikan puntung rokok.
"Apa lihat-lihat? Cari mati?" ancam Gala.
Bintang hanya tersenyum sopan sambil mengangguk. Gala melenggang tanpa dosa, kemudian masuk ke kelasnya. Ketika Gala melintas di hadapannya, Bintang dapat mencium dengan jelas aroma tembakau yang menempel pada tubuh laki-laki itu.
"Dasar! Nggak pernah berubah! Pakai parfum kek abis merokok!" Bintang mengibaskan tangannya di depan hidung, untuk mengusir aroma rokok yang Gala tinggalkan.
Tak lama kemudian, Pak Eko memanggil namanya. "Bintang, masuk!"
Semua mata tertuju pada Bintang, saat gadis itu memasuki ruang kelas. Murid perempuan menutup mulut karena terpukau dengan kecantikan Bintang yang terlihat alami. Para murid laki-laki bersiul sahut-menyahut sebagai bentuk sambutan meriah untuk Bintang.
Gadis itu tersenyum kecut menyaksikan situasi kelas pagi itu. Jika dia masih seperti Bintang yang dulu, akankah mereka bersikap seperti itu?
"Ayo, Bintang. Perkenalkan diri!" Pak Eko meminta Bintang untuk segera berkenalan dengan teman sekelasnya.
"Nama saya Bintang Bellatrix. Saya tinggal di perumahan Bima Sakti Blok X Nomor 1. Barang kali ada dari kalian yang ingin berkunjung? Pintu rumah orang tua saya terbuka lebar untuk kalian." Bintang tersenyum penuh arti. Dia bisa melihat beberapa murid saling berbisik. Ada juga yang matanya terbelalak dan mulut mereka menganga lebar.
"Weh, anak orang kaya nih!" celetuk salah seorang siswi berambut pirang.
Bintang langsung memicingkan mata begitu melihat gadis itu. Dia adalah salah satu murid yang merundungnya di dalam gudang. Tanpa dia sadari, jemari Bintang mengepal kuat hingga kuku gadis itu melukai telapak tangannya sendiri.
"Sebelumnya sekolah di mana?" tanya salah seorang murid laki-laki.
"Home schooling. Saya mengalami kecelakaan beberapa bulan lalu, jadi ayah membayar guru pribadi untuk membantu saya belajar di rumah."
"Benar-benar anak sultan!" seru Biru, si ketua kelas.
"Sudah cukup perkenalannya. Kalian bisa saling mengenal di luar jam pelajaran!"
"Baik, Pak!" jawab seluruh murid kelas itu.
"Bintang, kamu duduk di sana, ya?" Jari telunjuk Pak Eko mengarah ke bangku deretan nomor dua dari belakang, dekat tembok kelas.
"Baik, Pak. Terima kasih." Bintang mengangguk, kemudian melangkah menuju kursi yang ada di belakang siswi berambut pirang.
Tatapan Bintang dan gadis itu beradu. Bintang tersenyum tipis dan mengangguk perlahan. Sedetik setelah dia menduduki bangkunya, gadis itu memutar tubuh, dan menyodorkan tangan. Bintang menyambut uluran tangannya lalu tersenyum ramah.
"Kenalin, aku Aurora." Gadis cantik itu tersenyum lebar.
"Bintang," jawab Bintang singkat.
"Aku jadi ingat, beberapa bulan lalu. Gadis dengan nama sepertimu tiba-tiba menghilang. Aku rasa dia pindah dimensi!" Aurora elepaskan tautan jemarinya dari tangan Bintang, kemudian tertawa kecil.
Mendengar candaan menyebalkan Aurora, rahang Bintang mengeras. Dia mengepalkan tangan di bawah meja. Sebuah senyum miring terukir di bibirnya. Bintang mencondongkan badan ke depan, kemudian berbicara lirih.
"Bintang yang kamu maksud, apakah secantik diriku?"
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
kembali ke sekolah yg menyimpan kenangan pahit
2022-03-05
3