Setelah casting selesai, Bintang meminta Senja untuk mengantarkannya pulang ke apartemen. Bintang melangkah gontai menyusuri lorong yang sunyi. Gema stiletto menemaninya sore itu. Rasa lelah mendominasi tubuh ramping Bintang. Dia hanya ingin segera merebahkan tubuh di atas ranjang, kemudian menutup mata untuk menunggu hari esok kembali datang.
Bintang tinggal di sebuah apartemen kalangan elit di pusat Ibu Kota. Bangunan mewah itu berhasil ia beli setelah bekerja di dunia hiburan selama tiga tahun. Awalnya, Bu Pelangi menentang keras saat ia memutuskan untuk tinggal terpisah dari keluarganya. Namun, Bintang berjanji akan menginap di rumah keluarga Dokter Langit, setiap akhir pekan.
Bintang memutar tuas pintu, sehingga kini menampilkan ruang tamu dengan perabot bernuansa coklat dan emas. Unit apartement yang ditinggali Bintang terhitung sangat besar, karena memiliki empat kamar dengan ukuran lumayan luas. Gadis itu melangkah menuju dapur dan meraih botol berisi air mineral dari lemari pendingin.
Setiap hari Bintang hanya berteman dengan kesunyian di dalam ruangan itu. Namun, justru ia lebih menyukainya. Dia selalu merindukan bangunan yang ia sebut sebagai rumah kedua itu. Setelah meneguk air dalam botol hingga tandas, Bintang melangkah masuk ke kamarnya.
Gadis bertubuh ramping itu merebahkan tubuhnya ke atas sofa berwarna putih di dekat jendela kamar. Matanya menerawang menatap langit-langit kamar yang berhiaskan tempelan stiker bintang yang menyala dalam gelap.
"Gala, apa tidak ada sedikit pun rasa penyesalan di hatimu, setelah menolak diriku dua kali?" gumam Bintang. Mata gadis itu terpejam. Ia hanyut dalam kenangan masa lalu. Bintang kembali mengorek rasa sakitnya, agar niat untuk membalas perbuatan buruk Bulan dan Gala, kembali menggebu.
***
"Jadi, sebenarnya apa yang terjadi hari itu?" Bu Pelangi menatap nanar ke arah Bintang yang sedang duduk di atas brankar. Dia bersandar pada tumpukan bantal.
"Aku dirundung oleh beberapa teman." Bahu Bintang merosot, kepalanya tertunduk dalam.
"Orang yang merundung dirimu bukanlah seorang teman! Mana ada teman yang menyakiti hati orang lain?" Bu Pelangi mendengus kesal.
"Mereka bahkan tidak layak untuk disebut manusia! Kenapa kamu tidak melawan?" Tatapan Bu Pelangi berubah sendu Keliat melihat kesedihan sang putri.
"Mereka ada belasan, Sedangkan aku hanya seorang diri." Bintang memainkan ujung selimut yang menutupi bagian bawah tubuhnya.
"Kenapa mereka melakukan hal tidak baik itu?" Bu Pelangi memicingkan mata sambil melipat lengannya di depan dada.
"Karena aku tidak cantik, terlihat aneh, dan jelek." Mata gadis itu mulai berkaca-kaca.
Bu Pelangi meraih jemari Bintang, kemudian mengusap lembut punggung tangannya. Perempuan paruh baya itu tersenyum tipis.
"Kamu itu cantik! penglihatan mereka saja yang terlalu buruk untuk menilai dirimu yang sangat cantik!" Bu Pelangi merangkum wajah tirus Bintang, lalu mengusap lembut pipinya.
"Terima kasih sudah menghiburku, Bun. Tapi puluhan kali aku menatap bayanganku di dalam cermin, hasilnya tetaplah sama. Aku terlihat aneh dengan bercak putih yang menghiasi kulit wajahku ini!" Air mata Bintang seketika lolos. Bu pelangi membawa tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.
Tanpa sepengetahuan keduanya, ternyata Dokter Langit mendengar curahan hati Bintang. Hatinya tergetar ingin membantu gadis yatim piatu itu lebih banyak. Dokter Langit menguatkan hati sebelum melangkah mendekati istri dan anak angkatnya itu.
"Jika kamu mau, aku bisa mengajukan prosedur operasi transplantasi kulit untukmu." Langkah Dokter Langit berhenti tepat di samping sang istri.
Bintang mendongak, menatap wajah Dokter langit. "Bagaimana cara melakukan operasi itu, Yah?"
Dokter Langit tersenyum datar. Lelaki matang itu menarik napas panjang kemudian mulai menjelaskan bagaimana prosedur operasi itu akan dilakukan.
Dokter Langit menjelaskan bahwa nantinya tim medis akan mengambil jaringan kulit bagian perut atau paha yang masih normal. Setelah itu, mereka akan mengambil sel melanosit, dan akan menempelkannya pada area kulit yang kehilangan pigmen.
"Lalu, berapa persen kemungkinan operasi ini berhasil?"
"Berdasarkan penelitian, dari 32 pasien, hanya satu orang yang gagal, 23 pasien mengalami perbaikan kulit 52 persen, dan 8 lainnya kulitnya membaik hingga 74 persen." Dokter Langit menjelaskan secara rinci mengenai tingkat keberhasilan operasi itu.
Setelah mendengarkan penjelasan sang ayah, akhirnya Bintang bertekad untuk menjalani proses transplantasi kulit. Keesokan harinya, Bintang melakukan operasi itu. Dia berada di dalam ruang operasi selama dua jam.
***
Waktu bergulir begitu cepat, selama enam bulan sejak kecelakaan yang menimpanya, Bintang justru menemukan kehidupan barunya bersama keluarga Dokter Langit. Selama masa pemulihan, Bintang tetap belajar di rumah. Dokter Langit dan Bu Pelangi sepakat untuk memanggil guru privat terbaik. Selain itu, Bu Pelangi merawat anak gadisnya itu dengan sabar. Dokter Langit juga mencurahkan perhatian dan kasih sayangnya kepada Bintang.
"Bintang, Abang pergi kuliah dulu! Jangan bikin Bunda kerepotan! Bunda juga jangan terlalu menjakan Bintang! Gadis nakal ini harus banyak bergerak biar lemak perutnya tidak semakin menumpuk!" Awan, kakak angkat Bintang meledek sang adik sambil terkekeh.
Bintang mencebikkan bibirnya mendengar ledekan sang kakak. Sebuah pukulan manja mendarat mulus di dada bidang Awan. Bu Pelangi hanya tertawa kecil melihat pertikaian kecil kedua anaknya itu.
"Sudah, Awan! Jangan goda adikmu! Bisa-bisa dia tua lebih cepat karena ulahmu!" Bu Pelangi menarik telinga Awan.
"Tahu nih, Abang! Kecantikanku akan ternodai dengan garis halus karena candaanmu yang nggak lucu itu, Bang!"
"Aduh, ampun, Bunda! Iya, maaf! Tolong lepasin! Abang sudah terlambat ini!" Awan menarik lengan sang ibu, berharap perempuan itu segera melepaskan jarinya dari telinga.
Bintang menjulurkan lidah untuk mengejek sang kakak. Awan yang kesal melemparkan tatapan tajam ke arah adiknya. Layaknya bocah kecil, Bintang mengadukan kembali perbuatan Awan. Alhasil, Bu Pelangi kembali menarik telinga Awan. Namun, kali ini Mahasiswa Kedokteran itu berhasil lolos. Dia berlari keluar rumah sambil terbahak. Bu Pelangi menggelengkan kepala melihat tingkah kekanakan anaknya itu.
"Bun ...." Ucapan Bintang yang terdengar manja, mengalihkan perhatian Bu Pelangi.
"Ada apa, Sayang?" tanya Bu Pelangi.
"Bintang kan sudah bisa jalan lagi. Kulit Bintang juga semakin membaik pasca operasi. Boleh nggak Bintang kembali bersekolah?" Bintang menunduk sambil memainkan pulpen yang ada dalam genggamannya.
"Boleh." Bu Pelangi menjawab dengan singkat.
Bintang yang tidak menyangka mendapat jawaban kilat dari sang ibu mendongak. Dia mengerutkan dahi, dan melemparkan tatapan penuh tanya kepada Bu Pelangi.
"Ya? Boleh? Segampang itu?"
"Loh? Jadi, mau Bintang gimana? Meminta ijin untuk dilarang, gitu?" Bu Pelangi tersenyum tipis, kemudian mengusap dagu Bintang.
"Bu-bukannya begitu, Bun. Apa Bunda nggak khawatir, nantinya Bintang dapat perlakuan buruk seperti beberapa bulan lalu?"
"Khawatir? Bunda rasa, hal itu tidak akan kamu alami lagi. Bintang yang sekarang, semakin bersinar. Bunda rasa, orang yang dulu menghinamu justru akan menjilat ludahnya sendiri. Mereka akan berbalik mengagumimu." Bu Pelangi tersenyum lebar, matanya berkilat mencoba menyalurkan energi positif untuk sang putri.
"Baiklah! Terima kasih, Bunda! Aku sangat menyayangimu!" Bintang memberi sang ibu sebuah pelukan, dan Bu Pelangi mengusap lembut punggung putrinya itu.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
Shaqueena Delima
oohh,jadi begitu ceritanya....
2022-03-07
1
🅶🆄🅲🅲🅸♌ᶥⁱᵒⁿ⚔️⃠
baiknya Bu pelangi dan ayah langit yg MW mengadopsi bintang dan memberi perawatan terbaik dgn transpalantasi kulit
2022-03-05
1