Jantung Bintang seakan hampir meledak karena berdebar lebih cepat. Tangannya mulai berkeringat dan perutnya terasa mulas karena menanti jawaban dari Gala. Gadis itu sebenarnya hanya ingin menyatakan perasaannya. Namun, jika ternyata Gala memiliki perasaan yang sama dengannya, hati Bintang akan lebih bahagia.
"Bintang, sebenarnya ...." Gala menggantung ucapannya di udara. Lelaki itu menoleh ke samping, kemudian tersenyum miring.
Beberapa detik kemudian, Gala kembali menatap Bintang. Tatapannya terlihat serius. Dia menarik napas panjang kemudian menghembuskannya kasar.
"Sebenarnya aku enggan mengatakan hal ini. Namun, aku tidak mau kamu berharap kepadaku lebih jauh. Aku mendekati dirimu karena kasihan. Jangan terlalu percaya diri jika ingin menyukaiku. Sebaiknya buang saja perasaan itu." Ucapan terdengar dingin dan menusuk jantung.
"Kasihan? Karena aku jelek?" Suara Bintang bergetar karena menahan tangis di dalam tenggorokan.
"Bagaimana ya menjelaskannya? Aku tahu bagaimana rasanya kesepian. Dijauhi teman, sendirian, dan juga ada tapi tak terlihat. Aku memahami hal itu. Jadi, aku menemanimu agar tidak kesepian. Tapi sepertinya kamu sekarang, ada di posisi yang biasa disebut tidak tahu diri."
"Tidak tahu diri? Jadi maksudmu ... menyukai seseorang itu adalah hal yang tidak pantas untuk diriku yang tidak cantik ini?" Mata Bintang mulai berkaca-kaca, hatinya terasa nyeri karena ucapan Gala.
"Kamu pernah berkata bahwa setiap orang terlahir dengan keunikan masing-masing. Tapi apa ini? Sepertinya keunikan itu tidak berlaku untukku bukan? Aku bukan unik, tapi aneh." Air mata Bintang akhirnya lolos.
Seakan ada batu besar yang menghalangi tenggorokannya saat ini. Jika bisa, ia ingin berteriak sekencang-kencangnya di depan Gala. Memaki lelaki itu, dan menghujaninya dengan sumpah serapah. Akan tetapi, Bintang mengurungkan niatnya. Dia tidak ingin mengotori bibirnya dengan melakukan semua itu.
Bintang menyeka air matanya. Dia menatap Gala kemudian tersenyum miring. "Terima kasih karena sudah menemaniku ketika aku merasa kesepian."
Gala hanya menatap tajam ke arah Bintang. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya. Bintang balik badan, kemudian melangkah meninggalkan Gala yang masih mematung di pinggir lapangan voli.
Tiupan angin menerbangkan dedaunan kering. Matahari tiba-tiba redup terhalangi oleh gumpalan awan hitam. Rintik air hujan mulai membasahi bumi. Aroma tanah yang basah menguar ke udara dan tercium oleh dua anak manusia itu.
***
Keesokan harinya, Bintang dikejutkan oleh tatapan sinis semua siswa SMA 1 Andromeda. Mereka saling berbisik satu sama lain dan tertawa cekikikan saat Bintang melintas.
Ketika hendak masuk ke dalam kelas. Bulan menarik lengannya. Dia menyeret Bintang masuk ke gudang belakang sekolah. Kebetulan hari itu para guru sedang mengadakan rapat, sehingga siswa-siswi sekolah itu terlihat bebas berkeliaran.
"Lepaskan, Bulan! Sakit!" Bintang terus meronta dan mengibaskan lengannya agar lepas dari cengkeraman tangan Bulan.
"Aku mau memberimu pelajaran karena sudah berani mendekati Gala!" seru Bulan.
"Apa salahku? Aku hanya ingin mengungkapkan apa yang aku rasakan! Aku tidak pernah berharap lebih kepada Gala!"
Bulan melepaskan cengkeraman tangannya setelah masuk gudang. Mata Bintang melebar, karena ternyata di dalam gudang sudah ada belasan siswi lain yang menunggunya.
"Ka-kalian mau apa?" Bintang mundur beberapa langkah sampai tubuhnya menabrak dinding gudang.
"Mau apa? Kami hanya ingin memberimu pelajaran!" ucap seorang siswi berambut pirang.
Bintang tidak dapat mengenali mereka satu per satu. Dia hanya bisa mengenali Bulan, Venus, Mega, dan dua teman sekelasnya yang lain, yaitu Jingga dan Violet.
"Makanya, jadi orang itu sadar diri! Berkacalah sebelum melakukan tindakan bodoh yang memalukan!" seru Violet.
"Apa maksud ucapanmu, Vio?
"Apa kami harus mengulanginya lagi? Kamu itu tidak pantas berada di dekat Gala! Untuk apa kemarin kamu menyatakan perasaan kepadanya?" Mega menatap sinis ke arah Bintang sambil tersenyum miring.
"Apa harus menjadi cantik supaya boleh menyukai seseorang?" Bintang menyipitkan mata. Suaranya kembali bergetar karena menahan sesak di dalam dada.
"Oh, tentu saja boleh. Tapi, harus tahu diri! Jika orang cacat sepertimu menyukai seorang Gala, itu namanya penghinaan bagi kami yang normal ini!" Venus melipat kedua lengan di depan dada.
"Aku tidak cacat! Aku hanya memiliki kelainan pada kulitku!" teriak Bintang.
"Iya, kelainan itu sama dengan cacat! Tidak normal!" Jingga mendekati Bintang kemudian mendorong dadanya dengan jari telunjuk.
Tiba-tiba Bulan melempari Bintang dengan telur busuk. Gadis dengan wajah belang itu sontak mendongak. Aroma tidak sedap dari telur itu, kini melekat di tubuh Bintang. Semua yang ada di gudang juga melakukan hal yang sama.
Air mata Bintang tertahan, sehingga membuat mata gadis itu memerah. Setelah puas dengan semua perbuatan keji itu, mereka meninggalkan Bintang di dalam gudang. Aroma busuk membuat perut Bintang bergejolak. Gadis itu hanya bisa memuntahkan angin karena sama sekali belum mengisi perutnya sejak kemarin malam.
Bintang malu jika harus berjalan menyusuri koridor dengan kondisinya saat ini. Gadis itu memanjat pagar tembok sekolah, dengan bantuan bangku usang yang ada di gudang. Setelah berhasil melewati pagar sekolah, Bintang berjalan sambil menundukkan kepalanya.
Setiap orang yang ia lewati menutup hidung mereka. Langkah kaki Bintang terasa berat. Tanpa ia sadari, kakinya melangkah menyebrangi jalan ketika lampu lalulintas berwarna hijau. Dia baru tersadar ketika sebuah mobil melaju kencang ke arahnya.
Mata Bintang melebar, begitu juga dengan bibirnya. Kaki gadis itu seakan terpaku di atas aspal. Badan kurusnya tertumbuk oleh mobil sedan berwarna hitam itu hingga terpelanting ke udara. Dia sempat menghitung berapa kali tubuhnya terguling di atas badan mobil sebelum akhirnya tidak sadarkan diri.
***
Sinar matahari mengintip dari balik tirai berwarna putih. Suara mesin pendeteksi denyut jantung terdengar oleh telinga Bintang. Gadis itu perlahan mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan cahaya sekitarnya.
Siluet seorang perempuan paruh baya tertangkap oleh netranya. Ia mendekati Bintang, kemudian menggenggam jemarinya.
"Kamu sudah sadar?" Sebuah senyum terukir di bibir perempuan anggun itu.
Bintang mengangguk perlahan. Kerongkongannya terasa kering. Dia merasakan tubuhnya remuk redam dan sulit untuk digerakkan.
"Jangan tergesa-gesa untuk bergerak. Pelan-pelan saja. Kamu mengalami beberapa patah tulang di kaki dan tubuhmu. Kami sudah meminta pihak rumah sakit untuk memberikan perawatan terbaik untukmu." Perempuan itu meraih jemari Bintang dan mengusapnya lembut.
Hati Bintang menghangat mendapatkan perlakuan lembut perempuan itu. Tanpa terasa ujung mata gadis itu basah karena air mata.
"Jangan bersedih. Mulai hari ini, panggil aku Bunda. Bunda Pelangi. Aku dan suamiku berniat untuk mengadopsimu. Kami sedang mengurus dokumen untuk memproses semuanya."
"Bunda ... Bunda ... Bunda ...." Bintang mengucapkan panggilan itu dengan suara lemah, hampir tidak terdengar.
Bu Pelangi menangis haru, kemudian memeluk tubuh kurus Bintang. Gadis itu terus menyebutkan kata 'Bunda' berulang kali. Ini adalah momen pertama kali ia merasa benar-benar dicintai. Bintang berharap apa yang sedang ia alami ini bukanlah mimpi.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🌹🪴eiv🪴🌹
otak halu aku kenapa nggak bisa menerima ya kalo ada perundungan bersifat kriminal
ini kriminal ,,ih sebel sama otakku padahal tahu cuma cerita 🙈
2022-10-04
2
Shaqueena Delima
semoga keluarga baru bintang bisa membawa kebahagiaan untuk bintang..
2022-03-07
1
Titik pujiningdyah
jangan sedih Bintang! akan ada saatnya dimana kamu menemukan cinta dan dicintai😘
2022-03-06
0