Rumah kecil di bawah pohon rambutan itu tampak lengang. Pintu dan jendela masih tertutup. Lampu terasnya juga masih menyala.
Eh..Siapa tuh...
Hadeuh...trio ulat bulu rupanya..
"Kalian ngapain pada disini...kayak ngga ada kerjaan aja...ngintip..ngintip ntar bintitan loh.."
"Hah kamu Nia...bikin kaget aja."
"Kita tuh bertiga penasaran, kok jam segini lampu terasnya bang Sofwan masih menyala..."
"Kemarin dia pulang kerumah orang tuanya Wati," kataku.
"Mungkin mau meminta orang tuanya untuk melamarmu, Nia."
"Tau ah...emang gue pikirin", aku cuma mengangkat bahu.
"Halah...nanti kalau diambil orang baru nyesel loe?" Tini menimpali..
"Yah kalau diambil orang berarti namanya tidak jodoh."
"Enteng bener lidahmu, Nia.."
"Tapi benarkan, jangankan baru pendekatan sedangkan nyata-nyata janur kuning sudah melengkung aja bisa diambil orang."
"Ah..terserah loe deh Nia ..ntar kalau diambil orang, mewek..Mewek loe," Wati bersungut-sungut..
"Sudah ayo kita berangkat kerja...ntar kita telat."
Kami berempat memang tinggal tidak terlalu berjauhan.
Sama-sama kerja di pabrik...sama-sama jomblo...tapi mereka lebih muda dari pada aku.
"Nia, kenapa sih ngga terima aja bang Sofwan? dia baik, sama ibumu juga hormat, sama tetangga sini juga ramah."
Aku diam mendengar perkataan Tuti yang sedari tadi tidak ikut bicara. Mereka ini ngga tau aja sih, setiap aku suka sama seseorang atau sebaliknya, pasti ujung-ujungnya gagal. Entah kutukun apa yang ada pada diriku ini.
"Eh, para all my friend...apa Mas Sofwan pernah mengatakan sesuatu pada kalian tentang aku? aku mulai penasaran." Maklum secuek-cueknya manusia, pasti rasa keponya tumbuh juga.
"Sok inggris loe..Tini melempar kepalaku dengan tisu yang sudah di bejek-bejek di tangannya."
"Sialan loe Tin...nih tisu yang mampir di kepalaku bukan hasil ngelap ingusmu kan?"
'Sedikit sih, hehehe."
"Jorok abis loe Tin...pantes bau-bau ngga enak." Kulempar balik dia dengan tisu tadi pas seasonnya Tini lagi mangap ketawa.
"Kampret loe Nia...bau tau.." dia gelagapan ngga pernah menyangka senjata makan tuan.
Hahaha...kami bertiga menertawakannya.
"Ya sudah ayo cepat buruan kita hampir telat nih," kami berempat bergegas.
Secara kita telat dikit mukanya nyonya yang punya pabrik sudah kayak adonan roti ngga jadi..bantat...
*
*
Aku pulang agak terlambat sore ini, tiga temanku sudah pulang lebih dulu. Sementara aku ada kerjaan tambahan yang harus dikerjakan.
Tit...tit...tit...sontak aku menepi..kaget iya...jengkel, jangan ditanya lagi...
"Maaf non ngagetin."
Mataku sudah melotot hampir copot melihat siapa yang mengklakson.
"Heh...ulat bulu...kamu kalau ngajak ribut jangan mau maghrib gini juga kali."
"Cengangas..cengenges ngga jelas." Entah kenapa kalau ketemu nih ulat bulu bawaannya emosian aja.
"Sabar yang...jangan marah...ntar cepat tua."
"Yang...yang...kepala loe peyang..cepat tua...emang sudah tua..ngehina melulu loe ye.."
"Ya sudah...aku ngga mau ganggu, mau maghrib gini ntar loe kesambet lagi", aku duluan ya...dah..honey...
"hih..kurang ajarnya si ulat bulu bukan nawarin aku ikut naik motornya, ini malah ngacir ninggalin..
"Kampret loe," umpatku.
Akhirnya aku pulang sendiri jalan kaki. Emang sih sudah ngga terlalu jauh lagi dari rumah.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam..."
"Baru pulang Nia...teman-temanmu sudah pada pulang dari tadi."
"Iya bu...ada kerja tambahan.."
Kucium punggung tangan ibu lalu aku masuk kedalam meletakan tas ku di kamar.
Ibu hanya menggeleng kepala prihatin.
"Kasihan kamu nak...sejak bapakmu meninggal dan uang pensiun bapak sudah tidak terlalu mencukupi kebutuhan kita lagi, kamu jadi tidak bisa melanjutkan kuliah."
"Kamu selalu beralasan kasihan pada ibu."
"Setiap ada lowongan pekerjaan yang tergolong jauh dari rumah, kamu tidak jadi menerimanya karena kamu bilang takut jika penyakit ibu kumat...kamu tidak bisa cepat pulang."
"Usiamu sudah 27 tahun, tapi sampai kapan kamu bisa berkeluarga."
"Bu...Nia mau angkat air sebentar kesumur ya...gentong air kita isinya tinggal setengah...nanti ibu tidak bisa mandi besok subuh."
"Emang kamu tidak merasa capek kah...lagian ini sudah mau maghrib lho..."
"Ngga apa-apa bu masih sempat dua kali angkat kok.'
Tanpa banyak berkata kubawa dua ember besar kesumur.
"Heh..wonder woman.."
"Ish..dia lagi..."
"Sini biar aku yang bawa airnya pulang...ntar kamu kebanyakan angkat air jadi tambah kekar tambah pendek nanti."
Pengennya tinju ku ini melayang ke muka jeleknya itu. Tapi bukan Sofwan namanya kalo tidak cuek bermuka badak.
Diambilnya alih ember air yang ada ditanganku dan diangkatnya menuju rumah.
Sebenarnya sih bukan hari ini saja dia membantu..sering dia membantu ibu menyabit rumput di halaman samping, sampai memperbaiki atap yang bocor.
"Tipe-tipe menantu idaman.."
"Idih...apa-apaan sih aku ini..pait..pait...pait..segera kutepis jauh-jauh pikiran ngawurku dari kepala ini."
"Tidak usah berpikiran yang macem-macem ah...ntar aku kesambet setan sumur lagi..hih..." aku bergidik lalu lari menyusul Sofwan.
"Lambat amat jalan loe kayak penganten...sudah pengen cepet-cepet nikah kayaknya bu."
Merah padam mukaku mendengar celotehnya yang tanpa dosa itu. Andai tidak ada ibu sudah kulempar dia pakai sandal jepitku ini.
"Sudah..sudah..ibu menengahi," nak Sofwan makan malam disini ya...bu masak banyak nih!
"Bah...yang anaknya siapa..yang ditawari siapa..."
"Nggeh bu..sekalian tadi ada titipan ibu sama bapak dirumah buat ibu sama ayang mbeb..." nanti sekalian Sofwan bawa kemari.
Lalu dia berlari pulang sambil tertawa karena sudah melihatku melepas sebelah sandal jepitku.
"Telat loe..melayang ni sandal ke kepala loe," sentakku kesal.
"Nia...sudah..jangan marah-marah melulu sana cepat mandi kita sholat maghrib".
"iya bu," sungutku sambil berlalu.
Kami melaksanakan sholat maghrib berdua, setelahnya ibu segera kedapur menyiapkan makanan dan menatanya dimeja makan.
"Bantuin ibu, Nia...kok malah nonton televisi sih?"
"Ibu memang tidak takut kalau Nia bantu, terus Nia khilaf tuh makanannya si ulat bulu Nia kasih sianida."
"Siapa ulat bulu?" bu malah balik bertanya dan membuatku terkekeh..
"Sofwanlah..jawabku enteng.."
"Emang kamu tega...?"
"Ya ngga sih bu...ntar Nia masuk penjara."
"Makanya kalau ngomong dipikir...memang enak anak orang mau kamu kasih sianida."
"Ah ibu..bercanda kali bu...gitu saja diambil hati."
"Habis kamu kalau ngomong sering ngawur sih."
Kami diam kutata makanan di meja. Ada sayur bening, ikan lele dan tempe goreng, sambal terasi dan ibu juga menaruh toples krupuk dimeja.
"Assalamualaikum..."
"Waalaikum salam," jawabku dan ibu berbarengan.
"Buka pintunya Nia."
Dengan rasa malas aku melangkah untuk membukakan pintu.
"Aku masuk ya..ya iya..mssuk saja.." tanpa menunggu jawabanku dia melangkah besar-besar masuk kedalam.
"Wong edan...ngomong sendiri jawab sendiri...dasar stres." Aku mencibirnya..
Bersambung.......
jangan lupa like dan komennya...dan jika berkenan votenya🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 266 Episodes
Comments
💞Amie🍂🍃
Sofwan ulat bulu jenis apa ya, ada ada aja sih nia nih
2022-10-23
1
auliasiamatir
ahh nyicil lagi bacanya Thor, jangan lupa singgah ke cerita ku yah, cinta tak pernah mati.
2022-09-10
2
Ayu Andila
tambah satu lagi kak, aku juga jomblo nih 🤭
2022-08-24
2