Setelah mendapat anggukan dari Brandon. Pria itu langsung mengambil langkah seribu dan jurus seribu bayangan agar cepat menghilang dari pandangan Brandon.
"Sial! Lain kali aku harus lebih berhati-hati. Jika berita ini sampai tercium oleh Kak Embun, maka habislah aku!" gerutunya.
...*****...
Bia keluar dari area Rex Club dengan jantung yang berdegup kencang luar biasa. Dia melihat ke sekeliling, belum terlalu banyak kendaraan yang berlalu lalang.
Bia melihat jam yang tertera di benda layar pilihnya. "Masih jam setengah tujuh, masih sempat untuk pulang dan bersiap-siap pergi ke kampus," cicit Bia.
Cahaya matahari masih berwarna Jingga, belum memberikan kehangatan apapun. Bia menarik nafasnya dalam-dalam. Dia kembali mengingat, sedari kecil rasanya dia belum menemukan kebahagiaan yang bisa ia kenang sampai dewasa.
Hanya kebahagiaan sekali lalu yang selalu menghampirinya.
Namanya Haninbia Asfara, orang-orang sekelilingnya memanggilnya Bia. Begitu singkat bukan panggilan orang-orang untuknya? Namun, permasalahan yang selalu datang tak pernah sesingkat nama panggilannya itu.
Selalu saja ada masalah yang datang bertubi-tubi padanya, ingin ia menangis tapi air matanya terasa sudah kering. Sampai saat ini, hanya ada dua orang yang selalu merangkulnya kala kesedihan datang melandanya. Yaitu, sahabat dan Bibinya.
"Huh... Apakah aku tidak pantas untuk bahagia?" gumamnya yang kini kembali menarik nafas panjang. Sepanjang beban hidup.
Angin pagi berhembus pelan, hawa dingin menerpa kulit putih Bia sampai dia memeluk dirinya sendiri.
"Sudahlah, memang tidak ada gunanya aku merenungkan nasibku yang tidak pernah baik. Takdir memang selalu mempermainkan hidupku yang sudah kacau ini," gumamnya sambil berdengus pelan.
Bia memesan taxi online, hanya berselang waktu lima menit taxi yang dipesan olehnya tiba di depan matanya.
Selama perjalanan, hanya keheningan yang terjadi. Bia kembali termenung, memikirkan nasibnya di masa depan yang mungkin akan lebih sulit lagi untuk mendapatkan rasa kebahagiaan.
"Apa yang harus aku lakukan? Setiap pria menginginkan wanita suci untuk dijadikan pendamping hidupnya. Lalu, aku? Tidak akan ada yang mau bersama wanita kotor seperti diriku ini." Bia menggosok-gosok tubuhnya, rasanya dia ingin menangis, tapi terlalu malu jika dilihat oleh orang lain.
"Pak, berhenti di sini saja," ucap Bia pada sang supir taxi. Mereka belum sampai di titik tempat yang seharusnya.
"Di pertigaan ini?" tanya sang supir taxi memastikan.
"Ya." jawaban singkat Bia langsung menghentikan laju taxi itu. Setelah membayar tagihan biaya penumpang, Bia turun dan berlari menuju kawasan perumahan yang tampak sederhana.
Bia mengendap-endap, mendorong pintu perlahan agar tak menimbulkan bunyi decitan pintu yang begitu memekakkan telinga.
"Bibi?" Bia memanggil penghuni rumah, namun senyap tak ada sahutan sama sekali.
"Bibi Wila?" panggilnya lagi dengan menaikkan volume untuk memastikan. Takut kalau sang Bibi berada di dalam dan tak mendengar panggilannya karena terlalu pelan.
Bia berjalan berjalan jinjit, masih takut menimbulkan suara. Karena dia belum benar-benar memastikan, apakah Bibinya sudah pergi atau belum.
"Sepertinya Bibi sudah pergi," gumamnya dan langsung meluncur ke dalam kamarnya.
Bia menanggalkan pakaiannya perlahan-lahan. rasanya kini tubuhnya sudah remuk.
"Ah, Uncle itu sangat perkasa. Bagaimana bisa dia membuatku sampai seperti ini, apakah dia tidak tahu kalau ini pertama kalinya untukku?" gerutu Bia.
Bia menyambar handuk di gantungannya, berjalan perlahan masuk ke dalam kamar mandi. Matanya tak sengaja melihat pantulan dirinya di sebuah cermin besar dalam kamarnya. Matanya membeliak kaget saat melihat tubuhnya yang mengenaskan.
"A-apa ini?" Bia menggosok-gosok tubuhnya yang terdapat tanda merah di mana-mana.
"Apakah ini yang dinamakan tanda ci-cinta?" bibirnya begitu kelu saat menyebutkan kata aneh itu.
Bia menyapu wajahnya kasar. "Apa ini semua?" dia bertanya sambil menunjuk tanda merah yang tidak hanya ada satu atau dua, tapi hampir memenuhi bagian atas tubuhnya.
"Bagaimana jika teman-temanku melihat satu saja tanda merah ini? Mereka pasti akan bertanya-tanya. Lalu, aku harus menjawab apa? Tidak mungkin, kan, aku katakan kalau semalam aku digigit oleh kutu busuk?" gumamnya begitu frustasi.
"Lagi pula, apakah tidak cukup Uncle itu membuat pinggangku patah dan tubuhku menjadi remuk? Apakah harus memberikan begitu banyak tanda cinta seperti ini? Dasar kadal!" Bia terus menerus mengeluarkan sumpah serapah yang tiada habisnya.
Dia memutar bola matanya merasa jengah dengan keadaan, dan matanya melirik jam yang tergantung di atas kepalanya.
"Astaga... Sudah jam delapan? Sial! Aku akan terlambat," pekiknya dan buru-buru berlari masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
...*****...
Bia baru turun dari taxi, hari ini penampilannya begitu berbeda. Biasanya dia hanya akan mengenakan kaus dan celana jeans, tapi kali ini dia mengenakan sweater, agar lehernya terbungkus sempurna.
Dia juga mengendap-endap, berharap tidak bertemu dengan Tasya, sahabatnya. Jika mereka bertemu sekarang, Tasya pasti akan memborbardir Bia dengan jutaan pertanyaan yang belum Bia siapkan jawabannya.
Tingkah laku Bia yang berlagak seperti maling sepeda motor mengundang banyak perhatian teman-temannya. Tapi dia tidak peduli, keselamatannya lebih penting.
Bia tak lagi jalan mengendap-endap saat ekor matanya menangkap sepasang kekasih sedang bercanda ria di bangku taman. Meskipun wajah sang wanita terlihat sangat malas dan ingin sesegera mungkin untuk mengakhiri semuanya. Namun tetap saja, hal itu mencubit jantung dan hati Bia.
Bia meringis, dia tentu tahu Tasya melakukan hal itu hanya sandiwara belaka. Tapi, cinta yang sudah terukir bertahun-tahun tidak akan bisa hilang hanya dalam satu malam.
Bia memasang earphone ke telinganya dan menaikkan topi sweaternya. Dia berjalan tanpa mau menoleh ke arah manapun.
Tasya melihat ke arah Bia, dia menjauhkan duduknya dari jangkauan Jonathan sambil tersenyum kikuk.
"Jo, aku masuk ke kelas duluan, ya?" ucap Tasya.
"Aku antar, ya?" tawar Jo.
"Ah? Ti-tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri kok," tolak Tasya.
"Kalau nanti kamu disakiti oleh Bia, bagaimana? Lebih baik aku antar kamu," ucap Jonathan sedikit memaksa.
"Tidak perlu. Kalian kan sudah tida memiliki hubungan apa-apa lagi. Lagian, dia tidak akan peduli lagi.dengan pria kadal seperti dirimu," ucap Tasya mengejek.
"Pria kadal? Apa maksudmu, Tasya?" Jonathan mengerutkan keningnya.
"Tidak, tidak. Maksudku bukan seperti yang kamu pikirkan. Kalau begitu, aku pergi sekarang, ya! Dah... Jo!" Tasya langsung mengambil langkah seribu dan melarikan diri dari sana.
Setibanya di kelas, Tasya melihat Bia sedang membaca buku. Dia langsung mengambil tempat di sebelah Bia.
"Sejak kapan kau suka membaca buku?" tanya Tasya tapi tak dapat respon apapun dari Bia.
Kesal dengan sikap sahabatnya, Tasya langsung berteriak di telinga Bia.
"Haninbia Asfara!" teriaknya lantang.
"Tasya, apa kau gila? Gendang telingaku hampir pecah karenamu," sungut Bia.
"Kau cemburu karena aku bersama Jo tadi di taman, iya, kan?" Tasya berbisik menggoda.
"Cemburu? Mana mungkin. Aku bersyukur karena sudah putus hubungan dengannya!"
"Benarkah? Tapi, sepertinya tidak seperti itu. Aku mencium bau-bau kecemburuan dari dirimu," Tasya semakin gencar menggoda. sahabatnya yang masih menekuk wajahnya itu.
"Tasya, kau seperti itu sangat mirip dengan...." Bia sengaja tidak melanjutkan ucapannya.
"Seperti apa?" Tasya menautkan kedua alisnya.
"Seperti hewan yang bertugas mencari keberadaan babi hutan!" cetus Bia kemudian tertawa puas.
Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.
Berikan juga rate 5 ya guys ❤️❤️❤️
Terima kasih karena sudah berkenan untuk mampir di karyaku ini ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Nur Lizza
semangat bia
2023-02-18
1
Mara
Lanjut kak seru💪
2022-03-15
0
anggrek merah
lanjut Thor
2022-02-21
0