Mereka melakukan aksi itu hingga keduanya merasa kelelahan dan tertidur saling berpelukan.
*****
☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️☀️
Cahaya hangat mentari pagi mulai masuk ke dalam kamar, membias ke wajah mereka yang masih bergelung di dalam selimut. Membuat mereka silau dan mengerutkan dahi dalam tidur.
Dan akhirnya, memaksa mereka untuk bangun karena sadar hari sudah mulai siang. Tak lagi pantas untuk mereka melanjutkan mimpi panjangnya.
Bia bangun sambil meregangkan tubuhnya, mengucek matanya yang belum sempurna terbuka. Namun, matanya dipaksa membola saat melihat ada seorang pria yang masih tertidur di sampingnya.
Bia berulang kali mengucek matanya, berusaha memastikan penglihatannya yang mungkin masih buram. Namun, entah sudah berapa kali dia mengucek matanya hingga memerah dan terasa perih, penglihatannya tetap sama.
"Aaaaaaaa...!" teriak Bia. Suaranya sangat besar, sampai membangunkan pria di sampingnya.
Sang pria terbangun, duduk dan langsung menatap wajah Bia yang sedang menatapnya dengan tatapan was-was. Pria itu juga terkejut dengan kehadiran Bia di sampingnya. Apalagi, saat ini mereka sama-sama tidak mengenakan sehelai benang pun yang tersangkut di tubuhnya.
"Ka-kau, kenapa bisa ada di si-sini?" tanya Brandon terbata-bata.
"Uncle, bukankah seharusnya aku yang bertanya padamu? Kenapa kita bisa berada di sini? Dan lagi, tidak memakai baju!" cecar Bia menuntut.
"Tadi kau lihat aku sedang apa?" tanya Brandon.
Bia mengerutkan keningnya, tapi dia tetap menjawab. "Tidur!" sahutnya.
"Jadi, mana mungkin aku tahu. Kita sama-sama baru terbangun," protes Brandon kesal.
Bia berdecak kesal. Dia mencoba memutar memori ingatannya semalam. Namun nihil, dia tidak mengingat apapun.
Sedangkan Brandon juga melakukan hal yang sama. Dia mengingat semuanya dengan jelas, tapi malu untuk mengakui.
Sial! Apa yang sudah kulakukan pada gadis kecil ini.
"Kalau begitu, pakailah pakaianmu terlebih dahulu. Setelah itu kita rundingkan apa yang harus kita lakukan setelah ini," usul Brandon.
Bia mengangguk, dia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tapi, malah memperlihatkan tubuh polos Brandon.
Melihat hal tak lazim itu, Bia cepat-cepat memunguti pakaiannya yang tercecer di bawah. Dia langsung mengambil langkah seribu dan lari kocar-kacir ke dalam kamar mandi.
Brandon mengulas senyum melihat kebodohan gadis kecil yang telah melakukan one night stand dengannya. Saat dia masih tertawa, tak sengaja matanya menangkap bercak noda merah di atas sprei putih yang menjadi saksi bisu pergulatan panas mereka.
Brandon menepuk jidatnya, rasa bersalah bertambah menyeruak dalam dirinya. Dia meringis jika mengingat keganasannya semalam.
"Kau memang keterlaluan, Brandon! Bisa-bisanya kau meniduri dan merenggut kesucian gadis belia itu," dia mengumpat dirinya sendiri.
Brandon mulai memunguti pakaiannya dan memakainya kembali. Tepat setelah dia selesai, Bia pun keluar dari kamar mandi.
Dengan sikap sok elegant yang terlihat dibuat-buat, Bia duduk di sofa. Dia bermaksud menyilakan kakinya agar terlihat lebih keren. Tapi, dia langsung meringis saat bagian bawahnya tergesek dengan kakinya dan meninggalkan perih.
Brandon dan Bia saling menatap.
"Aku ingin bicara!" ucap mereka bersamaan.
Bia menghela nafas panjang.
"Aku akan bertanggung jawab," ucap Brandon.
"Kita harus melupakan kejadian ini!" ucap Bia. Lagi-lagi mereka mengucapkannya secara bersama.
"Kalau begitu, kau dulu yang bicara!" titah Brandon.
"Uncle, kita harus melupakan semua kejadian ini. Anggap saja hari ini tak pernah ada, dan tidak pernah terjadi apa-apa. Jika nanti kita tidak sengaja bertemu di manapun, kita bisa seperti biasa saling tidak mengenal satu sama lain,"
"Tapi, kamu sudah kehilangan ke--"
"Sssstttt!" Bia memberikan isyarat agar Brandon diam.
"Tidak perlu melanjutkan kalimat janggal itu, Uncle."
"Kita sudah sama-sama dewasa. Permintaanku ini juga tidak merugikan dirimu, kan? Jadi, bisakah kamu menuruti permintaanku ini?" tanya Bia sekali lagi. Dia merasa harus memastikan dengan jelas kalau ke depannya dia tidak akan berurusan dengan pria itu lagi.
"Tapi hal ini merugikan dirimu," protes Brandon.
"Ini adalah permintaanku, keputusanku! Berarti aku sudah memikirkannya matang-matang. Jadi Anda tidak perlu memikirkan hal ini lagi," tungkas Bia.
Dasar gadis keras kepala! Tapi, apakah aku harus memberikan sejumlah uang ganti rugi untuknya?
Brandon tahu bagaimana kisah Kakaknya. Kejadian mereka juga hampir sama persis dengan kejadian yang menimpanya kali ini.
Dia memang tidak suka berdekatan dengan wanita. Tapi, petaka ini sudah tidak dapat ia hindari lagi. Jadi, dia masih tetap berusaha sebijak mungkin untuk menyelesaikan perkara yang telah ia buat sendiri
Wanita miskin yang menjadi bertambah miskin setelah menikah dengan Kakaknya. Dia tidak ingin hal itu terjadi padanya. Lagipula, ini juga pertemuan terakhir mereka, tidak ada salahnya memberikan sejumlah uang ganti rugi pada gadis yang masih berdiri di hadapannya ini dengan wajah datar dan bengis.
"Tinggalkan nomor bank milikmu dan sebutkan saja jumlah uang yang kau minta. Aku akan segera mengirimkannya," ucap Brandon.
"Hey, Uncle! Apakah kau tuli? Aku tidak ingin ada urusan apapun lagi denganmu. Jadi, simpan saja uangmu untuk bantuan amal," sungut Bia ketus.
Brandon terkejut mendengar penolakan kasar wanita itu. Dia mengepalkan tangan ingin menyahut, tapi ternyata masih kalah cepat dari wanita tengil di hadapannya.
"Sudahlah, aku pergi dulu! Ingat, setelah keluar dari pintu ini, kita berdua adalah orang asing!" kecam Bia sekali lagi.
Tanpa menunggu jawaban Brandon yang memang tak berniat mengatakan apapun lagi, Bia langsung melangkahkan kakinya keluar. Bayangannya pun berangsur-angsur hilang dari balik bilik-bilik besar.
Brandon memijat keningnya yang terasa mau pecah. Dia duduk dan menyandarkan punggungnya di sofa. Mengambil ponsel dan menghubungi seseorang.
"Perintahkan orang yang tadi malam berjaga di kamar bilik untuk menemuiku segera!" titahnya dan langsung mematikan sambungan teleponnya.
Brandon melemparkan ponselnya ke atas meja. Tidak lama, terdengar beberapa kali suara ketukan pintu dari luar.
"Masuk!" sahutnya dari dalam.
Brandon melihat wajah laki-laki yang berdiri tertunduk di depannya.
"Katakan, sebenarnya kamar milik siapa ini?" tanya Brandon dengan aura dingin yang menusuk.
"I-ini kamar yang telah disewa oleh sepasang pengantin, Tuan," jawabnya terbata-bata. Tak sekalipun ia berani mengangkat kepala dan menatap manik mata Brandon yang terkesan tegas dan kejam.
Brandon masih diam, seperti sedang menunggu laki-laki itu lanjut bicara.
"Me-mereka juga memasang obat pada lilin aromaterapi. Selanjutnya, saya ti-tidak tahu," jawabnya jujur.
Brandon berdecih kesal.
Obat pada lilin aromaterapi?
Tanpa dijelaskan pun, Brandon mengerti obat apa yang dimaksud.
Pantas saja aku tidak bisa mengendalikan diriku!
Sudah tahu kalau tidak ada yang dengan sengaja berniat mencelakainya, Brandon meminta laki-laki yang masih setia berdiri di hadapannya dengan lutut bergetar untuk segera kembali.
Dia sadar, ini semua karena kecerobohannya sendiri.
"Kau sudah bisa melanjutkan pekerjaanmu! Namun, perihal semalam jangan sampai terdengar ke telinga siapapun. Mengerti?" Ancaman tetap dilontarkan oleh pria dingin itu.
"Sa-saya mengerti, Tuan." Pria itu cepat-cepat mengangguk. "Kalau begitu, saya permisi."
Setelah mendapat anggukan dari Brandon. Pria itu langsung mengambil langkah seribu dan jurus seribu bayangan agar cepat menghilang dari pandangan Brandon.
"Sial! Lain kali aku harus lebih berhati-hati. Jika berita ini sampai tercium oleh Kak Embun, maka habislah aku!" gerutunya.
Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.
Jangan lupa berikan rate 5 juga ya guys ❤️❤️❤️
Terima kasih karena sudah berkenan mampir di karya ini❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Nur Lizza
trnyta brandon takut sm embun😁😁
2023-02-18
0
lovely
c bia cewek bodoh bisa2nya ga mau2 apa2 setelah mahkotanya direnguut terlalu murah bngettt 🥺
2022-06-28
2
Lisa Halik
cerita bagus
2022-04-04
0