"Pamanmu gay? Pantas dia semarah itu pada Bia," ucapnya.
"Bukan, dia hanya belum menemukan wanita yang cocok saja. Yang bisa membuat hatinya bertekuk lutut," sahut Hilsa sambil tertawa renyah.
TING!
Pintu lift terbuka, setelah Brandon melangkah keluar, pintu lift kembali tertutup.
Kini Brandon berada di lantai lima. Banyak ruangan berjajar rapi di lantai itu. Brandon menyusuri lobi, melihat satu persatu ruangan yang dia lewati.
Sampai matanya menangkap sebuah ruangan yang dijaga oleh seorang bodyguard di depan pintu kamar itu.
"Apakah ada orang di dalam?"
"Tidak ada, Tuan."
"Buka kamarnya!" titah Brandon.
"Ta-tapi, Tuan. Kamar ini sud--"
"Buka sekarang! Aku tidak ingin mendengar alasan apapun!" pungkasnya kesal.
"Ba-baik Tuan." Bodyguard itu cepat-cepat membuka kunci kamar yang sedang dijaganya.
"Jangan ditutup. Sebentar lagi aku akan keluar!" titahnya.
"Baik."
Brandon membawa Bia masuk ke dalam kamar. Namun, dia merasakan suasana berbeda dari dalam kamar. Setelah beberapa kali melangkah, kepalanya terasa pusing dan dia merasa gerah.
Tapi Brandon tak terlalu ambil pusing. Tangannya yang sudah mati rasa karena menahan beban berat tubuh Bia membuatnya cuek dengan keanehan kamar yang ia masuki itu.
Tubuhnya yang mulai kelelahan pun memaksanya untuk segera mencampakkan wanita itu ke ranjang di depannya dan meninggalkannya di sana.
"Kau selamat karena malam ini aku sedang berbaik hati. Tapi jika lain kali ada yang seperti ini lagi, aku akan langsung membunuhnya saat itu juga," gumamnya sambil berjalan.
Semakin Brandon melangkah masuk, tubuhnya semakin merasa aneh. Dirinya semakin merasa kegerahan.
Membuatnya ingin cepat-cepat keluar dari sana.
Bia terdengar mendengkur halus, namun pelukannya belum mengendur. Dia masih memeluk Brandon dengan kuat, menaruh kepalanya di dada bidang pria itu.
"Ternyata kera kecil ini sudah tertidur pulas. Tapi, kenapa masih saja mencekikku sialan!" ucapnya frustasi.
Hembusan nafas Bia terasa hangat, menembus pakaian yang dikenakan Brandon dan mengenai pucuk hitam dadanya. Menciptakan hawa aneh pada tubuh Brandon.
Brandon menggeleng-gelengkan kepalanya, mengibaskan semua pikiran kotor yang sudah menggerayangi otaknya.
"Hus ... Hus, pergi sana!"
Brandon menidurkan Bia di atas ranjang berukuran sedang di depannya. Tapi karena pelukannya yang masih kuat, mereka jatuh bersamaan di atas ranjang dengan posisi Brandon di atas tubuh Bia.
Brandon menatap wajah damai Bia yang tertidur tanpa dosa dalam pelukan seorang pria yang tidak dikenalinya. Memunculkan guratan senyum di wajah kaku laki-laki yang sudah berumur itu.
Brandon mencoba melepaskan tangan Bia yang masih melingkar di lehernya. Memang sudah terlepas, namun Bia malah memeluk pinggang pria itu dan menyelusupkan wajahnya di dada bidang Brandon.
Brandon kembali mencoba melepaskan tangan Bia, namun Bia malah menggosok-gosok wajahnya di dada bidang Brandon. Tubuhnya juga bergoyang-goyang tidak tenang. Dan tidak sengaja menyentuh benda pusaka milik Brandon.
"Jangan pergi!" pinta Bia dalam tidurnya, Bia semakin menguatkan pelukannya.
"Kenapa aku bertambah pusing? Kamar ini juga panas sekali. Apakah AC nya rusak?" gumamnya.
"Apakah karena kamarnya terlalu kecil? Kenapa bisa sepanas ini?" gerutu Brandon.
Brandon menarik tubuhnya, tapi lagi-lagi Bia kembali mengencangkan pelukannya.
"Sudah kukatakan jangan pergi!" ucapnya sedikit keras.
"Ada yang salah dengan kamar ini," ucap Brandon lagi.
Tiba-tiba Bia melepaskan pelukannya dan membuka tiga kancing bajunya. Membuat dadanya sedikit menyembul memperlihatkan daging empuk dan kenyal. Wanita itu juga terlihat melakukan hal-hal yang aneh.
"Panas ... sekali!" kata Bia terbata-bata.
Dia benar-benar tidur atau hanya memejamkan matanya saja?
"Uncle, apakah kau tidak merasa panas?" tanya Bia dengan suara serak, membuat wajah Brandon memerah.
Bia kembali membuka sisa kancing bajunya. Kini tubuh bagian atas Bia terekspos sempurna di depan wajah Brandon.
"Aku peringatkan padamu, jika kamu masih sengaja memancingku, maka kita akan...."
"Akan apa? Aku tidak mengerti...." Bia langsung memotong ucapan Brandon.
"Baiklah, aku akan segera membuatmu mengerti!" tukas Brandon.
Brandon merasa kepalanya sangat pusing namun gai rah Jawa naf sunya semakin kuat merangsang. Karena merasa sudah memperingatkan kelinci kecil di bawah tubuhnya itu, dia tak lagi segan. Brandon mulai menanggalkan pakaian Bia dan melemparkannya asal ke lantai. Dirinya semakin tertutup kabut kala melihat tubuh Bia yang bergitu menggodanya.
Tangannya yang baru pertama kali menyentuh benda milik wanita namun terlihat sangat terampil, mulai membuka pengait bra yang masih tersangkut di dada wanita itu. Setelah benda itu terlepas, dia langsung menyelusupkan wajahnya diantara bukit kembar milik Bia. Jempolnya mengelus-elus titik hitam di atas bukit itu, membuat sang empu mengerang pelan karena merasakan geli bercampur nikmat.
"Ahhh ...hemmm," erangnya membuat Brandon semakin dilanda desiran aneh dalam tubuhnya.
Brandon mulai menjilati titik hitam itu menggunakan ujung lidahnya, membuat Bia menggelinjang hebat.
"Kau sangat sensitif."
Bia tak menjawab apa-apa, dia terus saja mengerang dan mendesah hebat kala sentuhan demi sentuhan merambat di tubuhnya yang sudah setengah polos.
Naffssu Brandon pun semakin memuncak, dia merasa tak pernah puas menjamah tubuh wanita di hadapannya. Mungkin, karena ini baru pertama kali dia menyentuh wanita seintim ini.
Puas bermain di bagian atas, kepala Brandon turun ke bawah. Tangannya mulai menggerayangi paha mulus Bia dan melepaskan penutup sawah milik Bia yang mulai basah karena dialiri irigasi.
Brandon mengelus sawah Bia yang terdapat rumput-rumput halus berwarna hitam di atasnya. Dia juga mulai menyentuh belut berwarna merah muda di bibir sawah dengan kedua jarinya, mengelus perlahan membuat sang empu bertambah geli.
Kemudian, dia memasukkan satu jarinya ke dalam sawah itu, mengobok-obok sawah yang telah basah dengan jarinya.
Tanpa sadar, Bia juga memegang burung camar Brandon yang masih berada di dalam sangkar.
Dengan tidak sabaran, Brandon menanggalkan semua pakaiannya, agar mereka menjadi lebih leluasa. Semakin lama, permainan obok-obok mereka bertambah gila.
Bia pun semakin kencang meremat burung camar itu, mengelus dua telur burung camar, membuat burung camar berdiri tegak sempurna siap untuk terbang.
Brandon mulai mengarahkan Burung camar nya ke arah sawah milik Bia, memaksanya masuk meski masih terasa sempit.
"Sssakit," rintih Bia sambil menggigit bibir bawahnya.
Tak peduli dengan rintihan wanita yang sedang berada di bawahnya, Brandon terus memaksa masuk burung camarnya. Hingga akhirnya....
BLOSSS
Burung camarnya masuk sempurna. Brandon mulai memompa pinggulnya, membuat wanita dalam kukungannya mengerang nikmat dan tidak henti-hentinya mendesah.
Mereka mulai memadu kasih di dalam kamar bernuansa temaram. Hanya ada sinar rembulan dan beberapa batang lilin aromaterapi yang memberikan penerangan dan menjadi saksi bisu malam panas mereka.
Tanpa mereka sadari, mereka sudah melakukan hal terlarang yang tak pernah mereka pikirkan bahkan saat dalam mimpi sekalipun.
Brandon, seorang laki-laki yang paling tidak suka dekat dengan wanita asing, entah kenapa bisa melakukan hal gila itu. Dia seakan terhipnotis dengan itu semua.
Bia, seorang wanita yang selalu pintar menjaga dirinya, tapi malam itu seakan dia yang menyerahkan dirinya untuk dimainkan. Dia disentuh tanpa penolakan. Dan harta paling berharganya telah hilang direnggut oleh seorang pria yang usianya terpaut jauh darinya.
Mereka melakukan aksi itu hingga keduanya merasa kelelahan dan tertidur saling berpelukan.
Dukung karya ini dengan berikan like, komentar, gift dan vote sebanyak-banyaknya.
Jangan lupa untuk berikan juga rate 5 ya guys ❤️❤️❤️
Terima kasih karena sudah berkenan untuk mampir dan memberikan dukungan ❤️❤️❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments
Alanna Th
gara" sembarang msk kmr yg sdh 'dbakar' lilin aroma laknut, mrk mlps jbtn suci mrk 😱😫
2023-06-25
0
Sri Widjiastuti
bahasa nya😏😏
2023-03-21
0
Nur Lizza
klu smpe bia hamil thor mauny brandon yg nyidam😁😁😁
2023-02-18
0