Morita datang ke sekolahnya untuk melihat, namun dia mendengar ada suara orang disana. Siapa mereka? Tanyanya dalam hati. Perlahan dia mendekat, mengintai dibalik pohon. Apa mereka dari media, atau jangan-jangan polisi? Matanya membesar dia terkejut dengan prasangkanya. Dia perlahan mundur untuk pergi, namun sialnya dia menginjak sesuatu dan mematahkannya. "Sial! " bisiknya.
Disisi lain Sachibana mendengar suara, dia pun membuka kacamatanya. "Jadi dia sudah disini ya. " Kyile terkekeh. "Sensei, jangan memakai kekuatanmu terlalu besar. " Sachibana menggerakan bola matanya. "Ya, ya, aku mengerti."
Sachibana mengaktifkan skillnya. Optikenisesis, atau penglihatan jarak jauh. Dia dapat melihat hingga jarak 1km dari tempatnya. "100 meter ke depan. "
"Baiklah, ayo kejar dia! "
Morita berlari terus mencari tempat persembunyian. Sial, kenapa harus ketahuan.. Dia bergumam dalam hati dan terus berlari, hingga memasuki sebuah gang kecil.
Nafasnya tersengal-sengal, dia mulai berkeringat. "Ah, lelah! " Dia melakukan peregangan. Dia melihat ke sekitarnya. "Sepertinya sudah aman. " Dia pun bersandar ke dinding gang dan menatap langit yang sedikit terhalang oleh atap-atap bangunan. "Kenapa juga ya aku harus lari? Ya, aku malas sih kalau ditanyai media dan polisi. " Morita menghela nafas.
Sementara itu di SMA Hanabari. Orang-orang sedang sibuk membereskan pasca gempa, mereka memperbaiki kerusakan dan saling membantu. "Hahaha, ayo tangkap aku! "
"Hei, tunggu! "
Melihat beberapa orang asik bercanda, itu membuat Inomiya kesal. Dia menghadang mereka dengan tatapan tajam. "Para senpai sekalian, diharap tidak berlari diarea kelas!"
"Tap..."
"Tidak ! Peraturan tetap peraturan, apa kalian mengerti?"
"Ah baiklah. "
"Ayo!" Mereka pun pergi. "Iya dia sekretaris. "
"Dia membosankan. "
Wajah Inomiya memerah kepalanya mau meledak. Aku dengar tahu! Protesnya dalam hati.
"Ketua? " Nana mengetuk pintu sebuah ruangan.
"Ya, masuk! " Suruh Kurosachi. "Ah, Nana-chan ada apa? " Tanya gadis yang duduk sibuk dengan tumpukan berkas dimejanya.
"Berkas baru." Nana masuk dengan membawa sebuah berkas ditangannya. "Ehh?" Seketika tangan Kurosachi berhenti bekerja. Dia menyandarkan tubuhnya kebelakang. "Mau ku bantu? " Kurosachi menggeleng. "Tidak, kau kan harus mengerjakan yang lain. "
"Sana Senpai!" Sana terkejut dengan teriakannya Nana. "Kenapa? "
Nana melipat tangannya. "Jangan memaksakan diri, lagi pula pekerjaan ku tak banyak. Atau cobalah minta bantuan yang lain, bukankah kau selalu memintai bantuan Hana Senpai. "
Kurosachi terkekeh. Dia menggaruk belakang lehernya. "Ah, itu sih Hana gak sabaran jadi dia selalu mengerjakan pekerjaanku katanya aku lambat. "
Nana menghela nafas dan melepas lipatan tangannya. "Panggilah aku, jika kau butuh bantuan. "
"Iya. "
"Aku pergi."
"Hm. Terimakasih. " Sana membuang senyumannya. Dia membuka kopi kaleng yang ada dimejanya, lalu meminumnya. Itu kaleng keempat yang dia minum hari ini. Dia mulai mengerjakan tugasnya lagi. Hingga lima puluh menit berlalu. Dia mulai kelelahan. "Hana, cepatlah pulang! "
"Hachwi!". Sachibana bersin. "Hana, kau tidak apa-apa? " Hana mengeluarkan sapu tangan dari saku jasnya, lalu memasukkannya lagi. "Aku baik-baik saja. "
"Apa benar dia disana?"
"Ya, dia ada didalam gang itu. Ayo kita masuk kesana. " Kyile menahan Hana dengan memegang tangannya. "Ada apa?"
"Aku punya ide. Hhh" Kyile tertawa kecil.
"Meong, meong, meong. " Seekor kucing mendekati Morita , berkeliling disekotar kakinya. Morita mengelusnya. "Kau juga tersesat?"
"Meong.." Morita tersenyum kecil. "Maaf aku tidak membawa makanan. " "Meong! " Kucing itu memegang tangan Morita. Tetapi Morita akhirnya tersadar dan refleks melihat ke atas. Sontak matanya terbelalak. "Apa kami mengejutkanmu ? Maaf."
Sedang apa mereka disitu? Morita langsung memeluk kucing itu dan membawanya kabur.
"Dia kabur. "
"Kalau begitu kejarlah. "
"Ayo kita... " Hana menahan Kyile. "Kenapa menghentikanku?"
"Jangan sakiti kucingnya. " Suruh Hana.
"Terus orangnya?"
"Bawa dia hidup-hidup. "
"Seramnya!"
****
"Tuan. " Wanita berambut perak masuk kedalam ruangannya, berjalan dengan anggun.
"Lichita, kau sudah datang? Duduklah! " Lichita pun duduk di sofa itu.
"Apa kau mau kopi? " Lichita membuka topinya, lalu melirik Kaoh yang ada di depan pembuat kopi. "Tidak, terimakasih. "
"Baiklah, hanya aku kalau begitu. "
"Bagaimana perbaikannya?" Lichita menyilangkan kakinya. Kaoh meminum kopinya dan duduk disebelah istrinya. "Ya, lumayan lancar. "
"Apa kurangnya, aku akan bilang pada ayahku. " Kaoh menahan Lichita mengeluarkan ponselnya. "Hm, kenapa?"
"Ah, aku tidak mau terus merepotkan kalian. Lagipula ini tanggung jawabku, ya tidak ada yang menyangka kalau gempanya akan besarkan? Hahahahah. " Lichita tersenyum, dan mencium bibir suaminya. itu membuat Kaoh sedikit terkejut. "Terkejut? "
"Ah ya, sedikit. Hahahaha. " Lichita ikut terkekeh. "Itulah yang aku suka darimu. "
"Aku sangat tersanjung. " Mereka tertawa bersama, menghabiskan waktu mengobrol berdua. "Anu, bagaimana keadaanmu sekarang? " Lichita mengenggam tangan suaminya. "Tidak usah khawatir. "
****
"Meong, meong, meong. "
"Apa kau tidak kasihan padanya, dia ketakutan." Morita yang terus berlari sambil memeluk sang kucing. "Tenanglah, aku tidak akan menyakitinya, aku pecinta hewan! "
"Benarkah? "
"Tentu saja, Hana kau tidak percaya? "
"Mengingat sifatmu, itu sulit dipercaya. " Hana membayangkan Kyile yang selalu ceroboh dengan kekuatan nya. "Jahatnya! "
Apa yang sebenarnya mereka bicarakan? Sialan, kenapa mereka cepat sekali? Morita menghentikan langkahnya. Jalan buntu? Dia membalikkan tubuhnya yang gemetaran.
"Sudah menyerah? " Tanpa dia sadari sesuatu bergerak, membuatnya terkejut. Kyile dan Hana dapat menghindarinya. Eh, bergerak sendiri?
"Tampaknya kau belum menyadarinya ya. " Morita mengangkat sebelah halisnya. Apa maksudnya? "Kalau itu ulahmu?" Maksudnya kaleng itu aku yang gerakkan?
"Jangan konyol! "
"Oh, akhirnya kau bicara. Suaramu cukup manis. " Kyile mengusap bibirnya. Morita terus mundur. Kucing itu melihatnya khawatir. "Kalau begitu!"
"Sensei, dia... Eh? " Kyile dan Hana sudah dalam pose bersiap tapi hal tak terduga terjadi.
"Meong, meong, meong. " Kucingnya melayang. Morita berhasil memindahkan kucing itu kebalik benteng dibelakangnya.
"Fyuh! " mereka menghela nafas. "Kau mengejutkan..."
Whuss!
Serangan Morita tampaknya dapat dihindari Kyile dan Hana.
"Sensei, aku serahkan padamu." Hana mundur dari pertarungan jarak dekat, dia memperhatikan dari atas. "Baiklah, kita mulai!" Pecut?
Pertarungan Morita dan Kyile masih berlangsung. Kyile memiliki kekuatan yang dapat mengendalikan getaran bumi dan dia dapat dengan mudah memberhentikan getaran yang dibuat Morita, ataupun benda-benda yang dia lancarkan dengan pecutnya.
Ini berbahaya, sialan! Morita mulai mengambil benda-benda lebih besar, dia bahkan dapat menarik benda yang dia fikirkan. Tetapi itu tidak mempan terhadap Kyile. "Akhh! " Morita menahan dirinya dari getaran Kyile. Kuat sekali!
Dia melempar paku-paku yang banyak seperti hujan. Tapi semua berhasil ditangkis, namun bukan dia yang dituju. Kyile yang sadar membalikkan tubuhnya. Cepat sekali! "Hana, mundur! " Tetapi serangan pun terjadi dari belakang.
Hana terkejut saat dia tahu itu. Matanya terbelalak saat melihat Kyile yang sudah ada melindunginya di belakang, dan dia terluka. "Sensei! " Hana menangkap Kyile yang terjatuh, banyak paku yang terkena ke tangannya. "Sensei, istirahatlah biar aku obati lukamu. "
"Aku serahkan padamu." Suara Kyile meenjadi serak menahan sakit. Morita yang melihatnya dari bawah gemetaran. Bagaimana ini, dia terluka. Ini kesempatanku untuk pergi. Dia pun berlari keluar gang. "Dia pergi. "
"Dahulukan dulu dirimu, bersiaplah aku akan mencabutnya. "
"Arrghh!" Kyile teriak kesakitan. Hana sudah mengobati dan membalut lukanya. "Terimakasih, Hana. "
"Kau sungguh baik-baik saja, sensei? "
"Ya, berkatmu. " Mereka mengejar Morita kembali. Maaf, maaf. Morita berlari dengan air mata.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments