Morita berhenti tepat di belakang bangunan sekolahnya. nafasnya tersengal-sengal. "Apa yang harus kulakukan? "
"Morita kuzuki. " Terdengar suara yang tidak asing. Morita terbelalak. Cepatnya! Dihadapannya telah ada Kyile dan Hana.
"Morita kuzuki, tenanglah dan diamlah. kami hanya ingin berbicara denganmu jadi ikutlah dengan kami! " Ajak Hana.
"Kalian fikir aku akan menuruti kalian? "
Kyile mengeluarkan pecutnya. "Kita paksa saja dia. " Tchh! "Tunggu sensei, aku ingin memberikan beberapa pertanyaan dulu padanya. "
"Baiklah. "
"Morita Kuzu... " Morita tak sengaja menggerakkan sebuah pecahan kaca dan puing-puing sekolah itu karena ketakutan yang menuju arah Hana, ubtung saja Kyile dengan cepat menggerakan pecutnya dan menangkis semua itu.
Hana menghela nafas karena terkejut. "Tenanglah, kami hanya ingin melindungimu!"
"Melindungiku? Dari apa? "
Hana memegang tengah kacamatanya. "Kau sedang kabur dari polisi dan para jurnalis itukan? " Dia tahu darimana? "Iya bukan? " Tch! "Memangnya kenapa?! "
"Dengarlah, kami bukan mereka pasti kau sudah tahu itu. Dan kami juga bukan teman atau musuh mereka. Kami sama sepertimu, jadi kami ingin membawamu ke tempat kami. "
"Kau fikir aku akan percaya?"
"Tidak, itu tidak mudah. "
"Kalau begitu biarkan aku pergi!"
"Kalau itu sih tidak bisa.." Sambung Kyile. Morita menggigit gerahamnya."Kenapa? "Dengan rasa takut dia menyerang mereka kembali dan Kyile menangkisnya lagi.
"Kau apa kau takut karena telah menghancurkan sekolahmu , atau kau takut karena telah membunuh temanmu? " Mereka itu... Sialan! Kenapa, kenapa harus aku?
Gambaran kiasan masa lalu terlintas dan tervisualisasikan.
"Ampun, ampun,ampun!" Morita hanya teringkuk di sudut ruangan itu, berusaha tak berkutik dan membisu saat melihat ayahnya memukul ibunya hingga pingsan. setelah ayahnya puas , dia pun pergi. Ini sering terjadi hingga saat itu.
Di malam itu, Ibu Morita memasang briket disaat suaminya tertidur pulas. Dia memeluk putri kecilnya, berniat untuk mati bersama agar tak tersiksa lagi. Namun, hanya Morita yang bertahan hidup.
Saat itu dia hidup menjadi anak angkat keluarga Kuzuki, salah satu detektif yang mengurusi kasus keluarganya. Ia dan istrinya adalah pasangan tua yang tidak memiliki anak.
Morita adalah anak yang selalu ceria didepan orang tuanya, namun itu hanya bualan. Sebenarnya dia tak pernah memiliki teman, dan selalu di rundung oleh anak-anak lain.
Hingga saat dia duduk di kelas sembilan, kedua orang tua angkatnya meninggal kecelakaan mobil saat sedang berkencan. Dia pun hidup sendiri dirumah orang tua angkatnya. Dia mendapat bantuan bersekolah saat SMA, tapi dia tetap disandung hingga kejadian itu pun terjadi.
Saat itu Morita hendak makan di wakti istirahat, dia pergi ke atap sekolah yang sepi. Tapi dia tak sadar jika diikuti, Kurina mendorong Morita hingga makanannya terjatuh. "Hei, hari ini kau belum memberi kami uang! "
"Aku tidak punya. "
"Bohong! Pasti kau menyembunyikannya kan, ayo cepat keluarkan! "
"Kubilang, aku tidak punya! " Kurina melirik Asley di belakangnya. Asley melempar tas Morita yang sudah di cabik-cabik beserta bukunya di rusak.
Morita sangat terkejut dengan itu, dia kesal dan berteriak. Tanpa sadar teriakannya itu membuat orang-orang yang menyandungnya terpental, dan salah satu dari mereka tertusuk pecahan kaca di bagian kepalanya. "Akhhgg! " Asley menjerit melihat temannya mulai mengeluarkan banyak darah dari kepala dan matanya, dia pun berusaha lari namun kakinya tertusuk pecahan kaca.
Melihat itu Morita hanya terdiam membeku, tubuhnya gemetaran. dia tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Karena ketakutannya, bangunan itu berguncang keras. Semua orang berlarian, berkata "Gempa! " Morita masih ditempatnya, fikirannga kosong. Hingga semua pun hancur dan dia mulai terbangun. "Aapa yang terjadi? "
Dia baru sadar bahwa dirinya telah berada agak jauh dari sekolahnya. Dia sangat terkejut dengan hancurnya tempat itu. Dia berdiri, dan jantungnya terasa di tusuk. Dia baru saja ingat bahwa telah membunuh seseorang.
"Kenapa , kenapa harus aku?! " Benda-benda itu mulai beterbangan. "Kuat sekali!" Kyile yang menahan dirinya dan tubuh muridnya.
"Tenanglah, Morita Kuzuki! "
***
"Ku dengar mereka mendapatkan misi mudah, tapi belum juga kembali. " Celetuk seorang wanita yang berdiri di balik bayang-bayang. "
"Arychan!" Kaoh melompat dari kursinya ingin memeluk adiknya itu. Arylin menahan Kaoh dengan tangan kuatnya. "Aku bukan anak kecil! "
"Tidak, tidak, bagiku kau masih adik kecilku. Muah! Muah! " Merasa jijik Arylin menampar Kaoh hingga tubuhnya terputar dan wajahnya bengkak.
"Swakyitnya!" Kaoh melirik Arylin yang menatap tajam membuat bulu kuduknya merinding.
"Ekh hm." Tiba-tiba terdengar suara seseorang wanita. Arylin membungkukkan tubuhnya. "Selamat datang, ayunda. "
"Bangunlah, sudah kubilang jangan terlalu kaku padaku. " Arylin pun berdiri tegak kembali. "Ini tasnya, Nyonya." Inomiya menyodorkan tas kecil itu.
"Terimakasih, Inomiya-kun. " Senyuman Lichita membuat dadanya sesak dan wajahnya memerah.
"Inomiya-kun? " Lichita menatapnya lembut, dan membuatnya semakin berdegup kencang.
"Inomiya, apa Kyile dan Sachibana belum kembali? " Kaoh menyadarkan Inomiya. "Ah, belum pak!"
"Sudah ku katakan kan, mereka tak biasanya lama. " sahut Arylin.
"Apa terjadi sesuatu? " Lichita duduk dan merapikan bajunya. "Entahlah. " Kaoh mengelus dagu berjanggutnya. "Apa aku harus menyuruhnya pergi juga? " Gumam Kaoh.
"Maksudmu, Nabari? " Kaoh mengangguk. Lichita memegang dagunya. "Kalau tidak salah aku melihatnya lompat keluar jendela. " Sahut Lichita dengan wajah polosnya.
"Ehh? " Membuat seisi ruangan terkejut. "Dia itu! " Kaoh menepuk dahinya.
"Kalau begitu aku kembali ke kelas. " Inomiya memberi salam.
"Anak itu, baru datang pergi lagi. Apa sih yang di dalam fikirannya itu. Mentang-mentang ini sekolah nenek moyangnya, kalau datang akan ku hajar dia!" Nana yang meledak-ledak.
****
Kyile menangkis semua serangan itu. "Sial, dia kehilangan kendali!" Kesal Hana. "Guru, tanganmu masih bisa bertahan?"
"Aku tidak yakin. " Luka Kyile mulai terbuka kembali. Morita benar-benar kehilangan kendali, benda-benda disekitarnya mulai terbawa seperti ada angin topan. Orang-orang mulai riuh ketakutan, mereka berlari dan keluar dari tempat mereka. "Ada apa ini sebenarnya?"
Gawat, kalau begini terus...
Kyile masih melawan Morita yang kehilangan kesadaran dan tak terkendali. Apa yang membuatnya... "Aww! "
"Sensei? "
"Aku baik-baik saja! "
"Jangan bohong, kau sudah di ambang batas kan? " Sebenarnya bukan di ambang batas, ini karena aku tidak bisa mengeluarkan seluruh kekuatanku karena bisa berbahaya. Ditambah jika jaraknya seperti ini aku tidak bisa melakukan itu. Tch! Kyile kesal.
Namun, tiba-tiba saja semua itu terhenti dan membuat mereka terkejut. Seseorang menyangga Morita yang tak sadarkan diri. "Nabari? " Kyile terbelalak. "Yo, sensei. " Bocah itu tersenyum lebar. "Apa yang kau lakukan disini?! " Eh??
"Dasar pengganggu!" Kepala Hana mengeluarkan asap. "Hana-chan, tenanglah! Mungkin Tuan Kaoh yang menyuruhnya kesini."
"Pergi sana! " Eh, dia tidak mendengarku.
Nabari menangis dan mengeluarkan ingus. "Padahal aku menyelematkan kalian. Tapi senpai, malah memarahiku!"
"Tidak peduli. " Nabari makin merengek. "Ekhg!" Kyile terjatuh dan hampir pingsan.
"Sensei?" Hana menangkapnya. "Dia terluka parah. "
"Aku tahu! "
"Senpai, kau jutek banget. "
"Tidak peduli." Hana yang sedang membuka perban lama Kyile. Tch! Hana mendesis.
"Sebaiknya kau membawanya ke rumah sakit atau apotik terdekat."
"Lalu kau ma-" Belum selesai Hana berbicara, Nabari sudah menghilang dari pandangannya dan membawa Morita. "Anak picik!"
Hana menggandeng Kyile ke sebuah apotik yang dekat dari tempat mereka. "Permisi. "
"Silahkan ma-, apa dia terluka? " Petugas itu terkejut. "Ya. "
"Tunggu, aku akan membawakan obat merah ."
Sementara itu, di sebuah pondok yang kosong. Morita mulai membuka matanya, tubuhnya sulit bergerak karena lemas. "Dimana ini?" Oh iya, tadi aku...
Dia melihat ke sekeliling dan terkejut saat melihat seorang anak berambut pirang tersenyum kecil di depannya. "Yo! Kau sudah bangun?"
"Siapa kau? "
"Aku Nabari, dan kau siapa namamu? "
"Kau fikir aku akan memberi tahumu. "
Nabari menggaruk kepalanya. "Ah benar juga ya. " Dia terkekeh.
Dia anak yang aneh. "Ah iya tenanglah, kita hanya akan beristirahat sebentar disini. Aku sedikit lelah karena harus membereskannya. "
"Membereskan? " Morita menoleh ke arah Nabari. "Eh, dia tertidur? Ini kesempatanku untuk..." Tapi entah mengapa disaat itu pun aku merasa sangat mengantuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments