Morita berjalan sendiri menyusuri lorong itu. "Selamat pagi, Kuzuki. " Seorang gadis berambut ungu menyapanya. "Pagi. Anu? "
"Ah, perkenalkan aku Azami Nanami." Morita baru teringat. "Oya, kau ketua kelas kan? " Nana tersenyum kecil. "Hm."
"Apa kau juga seorang anggota OSIS? " Morita menoleh ke atas, melirik sebuah papan kecil yang menggantung disana bertuliskan ruangan OSIS. "Ya. "
"Begitu ya. "
"Mau aku antar berkeliling? "
"Benarkah? " Nana mengangguk. "Kalau begitu, tolong!" Nana mengantarnya berkeliling sekolah dari ruang OSIS, ruang kelas hingga ruangan-ruangan lainnya.
"Ini kantinnya. " Morita melihat-lihat menu yang dipajang. "Silahkan mau pesan apa? " Seoramg wanita tua keluar.
"Pesanlah, lagipula ini masih pagi. kau belum sarapan kan? " Kenapa dia tahu? "Bibi, aku ingin yang biasa."
"Baiklah, Nona muda. Kalau kau? " pemilik kantin bertanya pada Morita. "Kuzuki, kau mau pesan apa? "
Morita melihat menu sambil menempelkan telunjuknya di dagu. hingga matanya terpana dengan satu hidangan itu. "Napolitan! Aku pesan Napolitan. "
"Baiklah, silahkan duduk dan menunggu. "
"Terimakasih!"
Mereka pun duduk di bangku yang sudah ada. "Anu, tadi aku lihat sepertinya sekolah ini sedang dalam pembangunan. "
"Ya, begitulah. Karena ada seseorang yang melakukan sesuatu hal yang besar jadi kami sedikit kerepotan. " Jangan-jangan? Morita duduk tegang.
"Kuharap dia tidak melakukannya lagi." Nana terkekeh. Benar dia menyindirku. Morita menghela nafas. Nana menutup sebelah matanya melirik ke arah Morita.
"Ini makanannya, silahkan! " Bibi shen mengantarkan pesanan mereka. "Terimakasih! Selamat makan! "
Sebuah tulisan bertuliskan, Selamat datang di Kota Bennane. Sebuah bus berhenti di pemberhentian kota itu. Kota yang tampak damai dan asri. Tapi bukan itu yang dia cari.
"Yo! " Pria itu melambaikan tangannya pada bocah itu. "Bagaimana? "
"Sepertinya rumor itu benar, banyak orang yang terpedaya olehnya. Mereka mengatakan bahwa perempuan itu menjual banyak jimat dan mereka membuktikan bahwa karena itu hajat mereka terpenuhi."
"Psycokinesis. "
"Sepertinya begitu. Hah, jadi bagaimana? "
"Kita pergi. " bocah itu menyaku tangannya dan pergi. "Baiklah, ayo kita temui dia!"
"Terimakasih makanannya! " Bel masuk kelas berbunyi, Nana dan Morita segera kembali ke kelas mereka setelah menghabiskan sarapannya.
Mereka berjalan sunyi hingga Morita bertanya. "Nana-san, apa kau juga anak pindahan sepertiku? "
"Kenapa bertanya hal itu? "
"Ah tidak! Mm, hanya saja aku ingin tau. "
"Aku sudah disini sejak awal. " Eh? "Soalnya orang tuaku salah satu eksekutif disekolah ini." Nana tersenyum palsu. Morita merasa bersalah telah bertanya. "Maaf. "
"Hm, kenapa kau minta maaf ? "
"Ah, tidak apa-apa. " Mendengar itu Nana tertawa puas.
"K-kenapa kau tertawa?"
Nana mengusap air matanya. "Kau ini lucu juga. "
"Ehh? "
"Mari kita berteman. " Nana menyodorkan tangan kanannya. Morita membalasnya. "Mohon bantuannya." Mereka berjabat tangan.
****
Disebuah pinggiran kota Bennane, ada sebuah tenda yang sangat ramai dikunjungi orang-orang. "Nona Laila, terimakasih berkatmu keinginanku terkabul. "
"Tidak, itu semua adalah kerja keras anda tuan Samir. "
"Nona Laila, Aku juga menginginkanya. " "Nona Laila!" Laila tersenyum lebar, dia bahagia melihat semua orang begitu percaya padanya.
Saat dia menyiapkan barang-barangnya untuk diperlihatkan, tiba-tiba dia sudah tersadar ada ditempat yang berbeda. Inikan? "Siapa disana? keluarlah! " Pria itu pun keluar dari balik gedung kosong yang berada didepannya. "Ketahuan ya. " Pria itu terkekeh.
"Kau tidak sendirian kan? "
"Tidak, tidak, aku sendiri kok. " Laila mulai memanipulasi fikiran pria di depannya. Angin yang begitu kencang berhembus ke arah pria itu, namun malah membalik kepada Laila dan itu membuatnya sangat terkejut.
"Kekuatanku...kekuatanku dibatalkan?" Tidak mungkin! Laila kembali menyerang dengan kemampuan bela dirinya namun selalu berhasil di tangkis. Laila dipukul mundur olehnya.
Tiba-tiba muncul kabut yang semakin lama semakin menebal. "Jangan bersembunyi!" Teriak Laila.
Seorang bocah muncul dari balik kabut itu. Orang berbeda? Aku tak peduli! Laila menggunakan kekuatannya lagi, tapi hasilnya nihil bocah itu sama sekali tidak berkutik dan terus melangkah menghampirinya membuat Laila melangkah mundur sedikit demi sedikit.
"Bern chovez Lamia. " Dia? "Kenapa seorang putri bangsawan seperti dirimu menjadi seorang paranormal? Sungguh masa memberontak yang membosankan."
Laila mengigit bibirnya. "Siapa kau sebenarnya? Apa kau suruhannya? " Bocah itu menyeringai. Dia bergerak begitu cepat hingga Laila tidak menyadarinya. "Putri Lamia, waktunya kau pulang." Bocah itu memukul leher Laila hingga pingsan.
"Terimakasih atas bantuannya. " Chovez berdiri menempelkan tangan kanannya ke dada dan sedikit membungkuk. "Ya. Apa dia baik-baik saja? "
"Dia belum sadarkan diri, tapi dia baik-baik saja tidak perlu khawatir. "
"Ehh? " Dia melirik bocah itu yang sedang duduk di dekat jendela. Bocah bertudung itu terus memandang langit yang biru. "Tuan dan juga tuan muda, jika berkenan kalian bisa beristirahat beberapa hari disini. Kami telah menyiapkan kamar, pakaian dan juga makanan. "
Bocah itu berdiri dari tempatnya. "Aku harus pergi. " Ucap bocah itu.
"Tapi... "
"Kakakku akan datang, terimakasih tawarannya." Bocah itu pun menghilang.
"Yah, dia memang selalu sibuk ya. " Pria itu mengagaruk-garuk kepalanya. "Tuan? "
"Tenang saja, aku akan menerima tawaranmu." Lagipula aku perlu bayaran lebihkan.
"Ah, baiklah. Sherve, tolong antar Tuan Noah ke kamarnya. " chovez menyuruh pelayannya. "Baik, Tuan Chovez. "
****
"Baiklah, pelajaran hari ini sampai disini. Sampai bertemh minggu depan. "
"Beri salam! Terimakasih, Guru! " Semua murid menundukkan kepalanya satu detik. Kyile memeluk kedua bukunya. "Ah iya, Moritachan tolong temui sepulang sekolah. " Dia tersenyum kecil membuat bulu kuduk Morita berdiri. "Baiklah semuanya, see you. "
"Kuzuchan, apakah separah itu? " Morita memeluk tubuhnya sendiri, membayangkan yang terjadi kemarin.
"Kyile yang akan jadi pelatihmu. " Jelas Kaoh. Malam harinya Morita dilatih Kyile, dia benar-benar tidak bisa mengontrol kemampuannya. Pada awalnya kemampuannya tidak keluar.
"Tidak muncul? Jadi harus bagaimana? " Tanya Asumuri.
"Push up 100x sit up 100x. "
"Apa kau ingin me..."
Kyile mengeluarkan pecutnya. "Ayo mulai!"
Dia menatap tajam ke arah Morita. "B-baik! "
"Kuzuchan? " Morita masih membayangkannya.
"Setelah melakukannya kekuatanku muncul. "
"Bagus dong. "
"Tapi aku malah terbawa suasana aku mengacaukannya aku mengacaukannya mengacaukannya. "
"Kuzuchan? Kuzuki? Kuzu? " Mereka yang berusaha untuk menyadarkan Morita.
"Aku menghancurkan ruangannya! " Seisi kelas terkejut saat Morita berteriak, mereka melihat Morita yang begitu ketakutan. yang kemarin terjadi adalah Morita yang sangat senang kemampuannya bisa di pakai tetapi karena itu dia terlalu senang dan memakainya terlalu kuat hingga ruangan itu roboh kembali dan membuat Kaoh menangis. Kyile pun menghukumnya.
"Sepertinya benar-benar bahaya. " Sela Ichi.
Lamia membuka matanya dan bangun dari ranjangnya. Inikan kamarku? Saat dia melirik ke sekitar dia terpaku dengan salah satu sosok yang tidak asing. "Yo! Tuan putri. " Tidak basa basi Lamia langsung mencoba menyerang pria itu tapi seseorang menahannya. "Ayah? "
"Berhentilah, Lamia!"
"Tidak, lepaskan aku! Aku akan... "
"Ada ribut-ribut apa? " Suara berat seorang pria terdengar. Lamia mengenalnya. Tubuhnya langsung membeku.
"Lamiachan, kau sudah besar ya. hahaha. " Kaoh tertawa keras. "Tuan Kaoh? " Lamia jadi tergugup. "Ya. " Gumam pria itu.
"Tuan Hitsuziaki, selamat datang. "
"Terimakasih. Ah, Lamiachan aku kesini akan menjemputmu. "
"Menjemputku?" Kaoh mengangguk.
"Lamia, mulai hari ini kau akan pindah ke jepang dan tinggal bersama Tuan Hitsuziaki lalu bersekolah di tempatnya. "
"Mohon bantuannya, Lamiachan. "
"Tapi... "
"Aku tau kau melakukannya demi itu. "
"Lalu kenapa? "
"Ini berbahaya untukmu! " Lamia menundukkan kepalanya, mengepal kedua tangannya.
"Lamiachan, tidak usah khawatir kami akan membantu. " Kaoh menepuk pundaknya. "Tuan."
"Itu benar, selama masih ada kami pasti aman!" Pria itu tersenyum lebar. "Apa maksudmu?"
"Kami telah mengetahuinya." Eh? Mata Lamia terbelalak. "Jadi serahkan pada kami para orang tua ini. "
"Baiklah. "
"Yosh, kalau begitu mari kita terbang ke jepang! "
"Ehh, sekarang? "
"Ya! " Ehh?
Langit yang tidak begitu cerah dan berwarna hijau. Lamia memandangnya sedikit lebih lama, begitu juga kotanya. "Tuan Hitsuziaki, tolong jaga putri kami. "
"Aku akan berusaha! Lamia, ayo kita pergi! "
"Jaga dirimu! " Chovez menatap mata putrinya lalu memeluknya. "Ayah juga. "
Pesawat itu pun pergi meninggalkan Bennane ke Jepang. "Sheria, Ali, mari siapkan semuanya. "
"Baik, Tuan chovez. "
"Dan, satu lagi untuk tuan muda bukankah harus ada yang kau lakukan terlebih dahulu? "
Pria itu menyeringai. "Aku akan segera kembali." Chovez pergi meninggalkan tempat itu.
Di pesawat Lamia merasa sedikit khawatir dia terus melihat ke arah jendela. "Lamiachan, ayahmu pasti baik-baik saja. Aku yakin. " Lamia mengangguk dan tersenyum.
"Mereka sudah pergi. "
"Begitu ya. "
" Chovez juga sudah bersiap , tapi menurutku itu tidak akan secepat itukan? " Dia melirik ke arah bocah itu. "Jadi, kau akan kemana lagi? Mau aku temani? "
"Ingat tugasmu. "
"Baiklah, aku tahu! "
"Kalau begitu aku pergi. "
"Dia itu memang tidak pernah ramah. Aku penasaran bagaimana kehidupannya di sekolah. "
Lamia dan Kaoh telah sampai di Jepang, mereka disambut oleh Lichita dan keluarganya.
"Selamat datang, Tuan putri. "
Tiga hari kemudian.
"Masuklah! " Suruh Kurosoba. Gadis itu masuk dengan anggun. "Perkenalkan, aku Beirn Lamia dari Tunisia. Salam kenal! "
****
Waktu istirahat tiba, Lamia bergegas keluar kelasnya dengan sumringah. "Sepertinya kelas kita semakin ramai. " celetus Lucas.
"Benarkah? " Tanya Asumuri. Lucas menganggguk. "Kau melihatnya di masa depan? "
"Bukan itu maksudku. Ah, sudahlah! " Lucas pergi meninggalkan Asumuri. "Ehh, tunggu, tunggu aku! "
"Nona muda, apa yang kau inginkan? " Tanya Chiori . "Maksud anda saya akan memesan apa? " Chiori mengangguk. "Napolitan! " Ehh? Morita dan Lamia saling bertatapan.
"Tidak kusangka ada dua orang yang menyukai Napolitan. " Ichi mengangkat kedua bahunya.
"Bukankah ini enak? " Morita yang lahap memakannya. "Ichi memang tidak suka napolitan. " Sela Nishimiya. "Ehh? "
"Lalu Tuan putri, kenapa kau menyukainya?" Goda Nishimiya. "Sudah ku bilang panggil saja Lamia! " Lamia menghela nafas. Nishimiya tersenyum kecil. "Aku menyukai namanya setelah mendengarnya, jadi aku ingin mencobanya jika ke jepang. Dan ya... "
"Jadi begitu. " Nishimiya, Ichi, mereka bersamaan.
"Omong-omong, kemana Kuchisawa dan Nana? "Tanya Morita.
"Maksudmu, Ketua kelas dan siapa? " Sambung Lamia.
"Kuchisawa, dia yang duduk di belakangku." Lamia mengangguk-anggukan kepalanya.
"Mereka sedang ada urusan. " Jawab Ichi.
"Permisi boleh aku bertanya, apa kalian tau bocah bertudung dan pria berambut coklat sepertinya? " Lamia menunjuk ke arah Nishimiya.
"Sepertiku? "
"Aku juga pernah melihatnya bocah bertudung, tapi tidak dengan pria satunya. Nishi, apa itu kau? " Nishimiya membentuk tangannya menjadi X. "Tidak, bukan! "
"Hmm, mencurigakan. " Morita menyipitkan matanya. "Ada apa? " Ehh? Lamia memiringkan kepalanya , lalu menegakkannya lagi. "Kalian tau ini sangat enak! " Dia tersenyum kecil.
"Bocah bertudung, itu temanku. " Celetus Ichi. Lamia dan Morita pun menghentikan makannya. "Suatu hari kalian pasti akan bertemu. " singkatnya. "Tapi soal pria itu, aku tidak yakin. "
"Ya, aku juga. Kira-kira dia siapa ya? " Sambung Nishimiya.
Di Kota Bennane.
"Saya kembali, Tuan chovez. "
"Hm. "
Langit pun berpindah ke negara tirai bambu.
"Ayo kita mulai. " Bocah itu menjatuhkan dirinya dari ujung gedung dan mendarat di sebuah kebun binatang yang sudah tutup karena malam hari. "Panda! imutnya! "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
violi vie
thank you sayang
2022-04-02
0