01 Oktober
Biasan sinar mentari perlahan masuk dari celah-celah lubang angin kamar tamu, tempat di mana saat ini, Airin tertidur untuk menghabiskan malam.
Nampak jelas di atas ranjang berukuran king size ada sosok, Airin yang perlahan mulai meringis karena cahaya matahari menyerang wajahnya.
Bahkan dengan nakalnya biasan sinar matahari pagi itu mengganggu tidur wanita cantik yang di mana, kedua matanya terlihat membengkak karena semalaman menangis.
Iya, menangisi tentang nasib hidupnya, nasib pernikahannya, dan kenyataan kalau suaminya sendiri tidak menganggap dirinya layaknya seorang wanita, tapi melainkan hanya sebuah rongsokan.
Padahal, baru tiga jam Airin tertidur setelah dia menangis berjam-jam, tapi bagi Airin itu hal yang sudah biasa.
Iya, biasa.
Bagi Airin, air mata sudah menjadi teman di sepanjang malam setelah pernikahannya dengan Julian. Tidak ada kebahagiaan yang terpatri setelah dia mendapati ijab kabul yang keluar dari mulut suaminya.
Selain air mata, Airin juga selama tiga tahun terakhir ini mulai berteman dengan kegelapan dan kesepian yang di mana akan berujung kepedihan, kemudian diikuti rasa sakit beserta rasa sesak yang akan dihiasi oleh butiran-butiran air mata kepiluan.
Iya, terasa sakit saat setiap kali melihat suaminya bersama dengan wanita lain.
Apa kalian mengira Airin takkan jatuh cinta dengan pria berparas tampan seperti Julian?
Jika kalian mengira seperti itu, maka kalian semua salah besar. Semenjak Airin tinggal bersama Julian, perasaan suka mulai tumbuh dihatinya walau dia selalu mendapatkan perlakuan tidak baik dari sang suami.
Bagi Airin, menemani suaminya bekerja lembur semalaman, menyiapkan segala kebutuhannya baik itu sarapan dan pakaian ke kantor, sudah membuat benih-benih cinta hadir dalam hatinya.
Tertawakan Airin karena berharap perasaannya akan dibalas oleh Julian, tertawakan wanita itu karena selalu menahan sesak saat Julian bercumbu dengan wanita lain, karena semua itu sangatlah konyol dan pantas untuk dijadikan bahan lelucon.
Coba kalian bayangkan, siapa yang tidak akan merasa sesak, perih, dan juga sakit jika melihat dengan mata kepala kita sendiri, kalau pria yang sudah menjadi suami kita berduaan dengan wanita lain?
Pasti kalian tidak akan bisa menahan itu semua bukan?
Namun, berikan nilai A+ untuk Airin karena dia berhasil melakukan itu semua.
Mungkin dia satu-satunya wanita yang mampu menahan rasa sesak, sakit, marah, dan kesal saat melihat suaminya bercumbu atau bahkan berhubungan badan dengan wanita lain.
Katakan dia wanita pengecut, karena memang itulah dirinya. Dia sangat ingin memarahi Julian, tapi rasa cinta membuat rasa marahnya menguap.
Airin kembali meringis. Perlahan wanita itu mulai bangkit dari tidurnya. Dress yang dia pakai semalam masih melekat di badannya dan ada garis-garis hitam juga yang tercipta dari ekor matanya lalu turun hingga pipinya.
Tangan kanan wanita itu bergerak mengucek kedua matanya untuk mengusir rasa kantuk yang masih menggantung manja di bulu mata.
Airin menguap, nampaknya nyawa dari wanita cantik itu masih belum terkumpul sepenuhnya. Hingga dengan samar-samar dia melirik ke arah dinding kamar yang di mana di sana terdapat sebuah jam.
Mata wanita itu terbuka sempurna. Nyawa yang tadinya belum terkumpul dengan cepat kembali masuk ke raganya, "Astaga sudah jam tujuh. Ya Tuhan, aku kesiangan." Dengan cepat Airin turun dari atas ranjang.
Wanita itu tidak memperdulikan wajah kusut dengan mata bengkak dan hari panjang warna hitam di bawah kedua pipinya. Dia tanpa membersihkan diri atau menyisir rambut hitamnya yang terlihat berantakan, langsung berlari ke arah pintu untuk keluar dari dalam kamarnya.
"Pasti, Julian sudah menunggu sarapannya. Astaga betapa teledornya aku sebagai seorang istri." Airin merutuki dirinya sendiri karena membuat suaminya kelaparan.
Entah apa yang dipikirkan oleh wanita itu. Apa dia masih belum mengerti, kalau pria yang saat ini tengah dikhawatirkan, tidak pernah sekalipun memikirkan dirinya.
Di sini hanya Airin yang selalu memikirkan dan menghawatirkan sang suami, tanpa pernah berpikir kalau apa dia sering di khawatirkan oleh laki-laki itu.
Airin memutar gagang pintu dan langsung melangkah keluar dari dalam kamar.
Baru saja dia keluar dari kamar tamu dan baru saja wanita itu terbangun dari tidurnya. Airin langsung disambut dengan pemandangan yang membuat hatinya sesak.
Bukan sesak lagi, tapi sangatlah sesak. Airin terdiam mematung. Matanya yang terlihat bengkak karena menangis semalaman, kembali mengeluarkan air mata walau pun mengalir secara perlahan.
Dadanya tiba-tiba merasakan nyeri yang perlahan merambat ke sekujur tubuhnya dan semua itu dia dapatkan karena melihat suaminya tengah bercumbu bersama Clara yang di mana, wanita itu hanya mengenakan sebuah selimut untuk menutup tubuhnya.
Sementara suaminya, Julian hanya memakai sehelai boxer dengan tubuh bagian atas terbuka seolah ingin memamerkan dada bidang dan perut berototnya.
Aku istrinya, tapi serasa orang asing bagi dirinya.
Aku istrinya, tapi selalu saja rasa sakit yang aku terima.
Aku istrinya dan akulah yang seharusnya ada di posisi wanita yang dicumbuinya itu.
Airin menarik napas dalam-dalam dan itu berhasil membuat nyeri di hatinya semakin menjadi
Tuhan, kenapa sepagi ini kau kembali membuatku terluka?
Apa kau tidak ingin membiarkan hatiku beristirahat barang sejenak?
Kenapa kau selalu saja menusukkan duri tajam di dadaku ini?
Air mata semakin deras keluar dari pelupuk Airin. Wanita itu membekap mulutnya agar suara isakannya tak keluar. Namun, itu percuma saja karena rasa sakit ini sangat sesak.
Apa aku harus diam saja?
Tidak! Selama ini aku sudah cukup diam dan untuk kali ini tidak akan lagi. Aku tidak akan membiarkan ini terjadi lagi.
"Julian! Clara! Apa yang kalian lakukan?" Satu teriakan keluar dari mulut mungil Airin. Julian yang mendengar suara bernada tinggi itu menoleh ke arah sang istri.
Wajah datar laki-laki itu tercetak jelas di sana dan itu terkesan seperti orang yang tidak peduli.
Jantung Airin kembali merasa tercabik-cabik. Rasa sesak semakin membombardir dadanya. Lagi-lagi satu retakan kembali tercipta di permukaan hati, wanita itu.
Julian yang sempat melihat ke arah istrinya, kembali menatap Clara— wanita yang sangat dia cintai. Laki-laki itu tanpa ambil pusing kembali mencumbu kekasihnya tepat dihadapan sang istri.
Ciuman Julian dan Clara semakin memanas. Julian mendorong tubuh mungil Clara untuk bersandar di pintu kamarnya, sedangkan wanita itu mulai melingkarkan kedua tangannya di area leher Julian.
Lagi-lagi harapan Airin pupus. Padahal tadi dia mengira kalau Julian akan berhenti melakukan itu setalah dia menyerukan nama mereka berdua.
Namun, bukannya berhenti, kedua pasangan itu malah semakin menjadi dan membuat Airin tak bisa berkata-kata lagi.
Tubuh Airin bergetar hebat diikuti kakinya yang sudah terasa berubah menjadi jelly dan siap ambruk terduduk jatuh di atas lantai.
Benar saja, Airin sekarang sudah terduduk dengan wajah sembab dan terlihat sangat menyedihkan.
Apakah suaminya itu tidak punya hati?
Apakah suaminya itu tidak sedikitpun bisa memikirkan perasaan yang dimiliki wanita yang tengah terduduk di atas lantai dengan rasa nyeri itu?
Sama halnya dengan, Clara.
Padahal dia juga seorang wanita, apakah dia tak punya hati?
Apakah dia tidak tahu kalau Pria yang bersamanya itu sudah mempunyai istri?
Julian yang sudah melepas tautan bibirnya kembali menoleh ke arah sang istri, "Hai jelek! Kemari!" perintah Julian. Airin dengan masih merasakan sesak mulai bangkit dari duduknya.
Dengan langkah gontai wanita itu berjalan ke arah suaminya yang tengah melingkarkan tangan di pinggang Clara.
Baru saja Airin berdiri di depan suaminya. Julian tiba-tiba menarik kasar lengannya, membuat wanita itu berdiri tepat di hadapan laki-laki itu dengan ekspresi yang dipenuhi kesaksian, pun air matanya sudah keluar semakin deras.
Namun, itu tak bertahan lama. Entah dari mana datangnya semua ini. Airin memberontak, hingga tangannya terlepas dari genggaman, Julian.
"Mau apa lagi, Mas? Apa yang tadi belum cukup, hah?" Airin bertanya dengan suara yang menggebu pun hati yang berseru pilu.
Julian hanya diam, jarena merasa terkejut dengan sikap istrinya. Dia juga terkejut dengan penampilan Airin yang nampak berbeda.
"Kenapa kau memperlihatkan muka jelek yang seperti itu? Pergilah dan jangan ganggu kami!" Setelah mengatakan itu, Julian membuka pintu kamarnya. Dia mendorong tubuh Clara hingga masuk ke dalam sana.
"Maaf, Rongsokan," bisik Clara dan setelah itu pintu kamar tertutup dengan sangat kencang, hingga menimbulkan suara debuman yang begitu keras.
Airin mengepalkan tangan. Wanita itu tidak lagi menangis, "Baiklah, sepertinya semua ini tidak harus terjadi padaku. Jika, Mas mau seperti ini, aku akan turuti."
Setelah itu Airin pergi kembali ke dalam kamar. Sepertinya dia butuh menenangkan otak di hari libur ini.
...T.B.C...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
bodoh banget kamu Arini yang sudah kemaruk oleh cinta. mata dan hati mu telah dibutakan oleh cinta .
2022-07-06
2
Tutiek
bikin emosi nih Julian pengin gue tonjok ajaaah...
2022-04-25
2
Damayanti Amir
cinta boleh bodoh jangannn
2022-04-17
1