Tiga Hari Kemudian.
Jakarta pusat, 30 September
Suara khas sutil yang beradu dengan permukaan wajan memenuhi dapur yang saat ini tengah digunakan Airin untuk melakukan aktifitas paginya sebagai seorang istri, yaitu, memasak sarapan untuk suaminya.
Padahal jam baru menunjukkan pukul enam pagi dan Airin sudah langsung disibukkan oleh pekerjaan rumah.
Tadi setelah menunaikan ibadah salat subuh, wanita itu sudah menyapu halaman dan bagian depan rumahnya. Tanpa mengambil jeda, Airin langsung masuk ke dalam dapur. Maklum, dia tidak memperkerjakan seorang ART. Jadi, mau tidak mau, sanggup tidak sanggup, suka tidak suka, Airin harus melakukan itu.
Lagian, dengan melakukan pekerjaan seperti ini. Airin menjadi betah tinggal di rumah. Terlebih lagi, dia menjadi akrab dengan para ART tetangga kompleksnya. Contoh bu Fatma yang tiga hari lalu mengobrol dengannya.
Membicarakan tentang tiga hari lalu, Airin sudah melupakan semuanya. Doa juga sudah tidak mengingat apa yang terjadi saat itu, atau lebih tepatnya dia berusaha keras untuk tidak mengingat itu.
Airin mematikan nyala api di kompornya. Wanita itu bergerak mengangkat wajan dari atas kompor dan bergerak memindahkan tumis kangkung yang tadi dia buat ke atas piring.
Dengan perlahan dan penuh hati-hati, Airin menuang tumis kangkung itu agar tidak berceceran di pentry.
Airin kembali meletakkan permukaan bawah wajannya ke atas kompor. Wanita itu bergerak mengumpulkan rambut hitamnya yang tergerai dan setelah itu. Dia mengikat helaian surai hitam itu dengan gaya cepol.
Airin kembali menggenggam gagang wajan, mengangkatnya, dan memindahkannya langsung ke wastafel pencuci piring.
"Apa di rumah ini enggak ada orang?" Airin yang tadi hendak menyalakan keran menghentikan gerakannya, karena gendang telinganya menangkap suara teriakan seorang laki-laki dari lantai dua.
Wanita cantik yang masih mengenakan baju tidur kebesaran dan tertutup itu, mengurungkan niat untuk mencuci wajan dan beberapa peralatan masaknya. Dia memilih untuk membersihkan tangannya menggunakan lap, kemudian dia meraih sepiring tumis kangkung yang tadi dimasaknya, dan setelah itu, Airin berjalan ke meja makan sekaligus ingin naik ke lantai atas.
Airin meletakkan piring berisikan tumis kangkung itu di atas meja makan, kemudian dia melanjutkan perjalanan lagi untuk ke lantai atas. Lihatlah, diusianya yang masih dua puluh lima tahun itu, dia kelihatan seperti ibu-ibu.
Tubuhnya langsing, parasnya cantik, tapi cara dia membawa dirilah yang membuatnya terlihat seperti itu. Sangat berbeda dengan wanita dua puluh lima tahun biasanya.
***
Tidak memerlukan waktu yang lama, Airin sudah menapakkan kaki di lantai dua dan dia bahkan sudah berada di depan pintu kamarnya, asal dari suara teriakan tadi.
Airin meraih gagang pintu, menariknya ke bawah, dan langsung mendorongnya hingga jalan menuju kamar terbuka.
Sementara di dalam kamar, Julian Pranata, suami dari Airin itu langsung menoleh. Laki-laki yang berusia dua tahun lebih tua dari sang istri itu sekarang tengah berdiri dengan tatapan yang dipenuhi kekesalan dan itu mengarah ke arah lawang pintu masuk.
"Kau pergi ke mana saja, hah?" tanya Julian dengan nada tegas dan tatapan mata yang masih tajam.
Julian yang saat ini hanya bertelanjang dada memamerkan lekuk tubuh bagian atasnya dan sebagai bawahan, dia hanya melilitkan sehelai handuk.
Laki-laki berekspresi tidak bersahabat itu memutar tubuhnya hingga sepenuhnya menghadap ke arah Airin yang masih berdiri di lawang.
"Bukankah ini sudah sering aku katakan. Siapkan air, tapi mana? Kau memang rongsokan yang tidak pernah becus bekerja. Pantas saja orang tuamu menyerahkan orang tidak berguna seperti kau untuk di rawat oleh keluargaku," omel Julian dengan nada yang sangat marah.
Airin tidak menangis. Wanita itu malah menyunggingkan senyum dan bergerak mengayunkan langkah masuk ke dalam kamar.
"Aku tidak menyiapkan air, karena mengira Mas akan bangun sedikit siang. Makanya, aku membersihkan halaman dan menyiapkan sarapan terlebih dulu," jelas Airin dan itu tetap saja tidak bisa merubah raut Julian yang saat ini sudah berkacak pinggang.
"Tapi, Mas tidak perlu khawatir. Aku akan menyiapkan airnya sekarang." Airin langsung berjalan masuk ke dalam kamar mandi yang menyatu dengan ruang kamarnya itu.
Julian yang mendengar itu hanya mendengus kesal. Dia memilih untuk keluar dari kamar dan menunggu di ruang Tv, karena dia tahu kalau wanita yang berstatus istrinya itu sudah menyiapkan kopi dan koran paginya di sana.
Tidak perlu terkejut, Airin memang seperti itu. Biar pun dia tidak pernah mendapatkan namanya perlakuan baik, dia tetap melakukan kewajibannya sebagai seorang istri.
Dia tidak pernah menelantarkan suaminya, walau ia sendiri selalu ditelantarkan.
Sementara Julian. Laki-laki itu memperlakukan Airin, istrinya tak lebih dari seorang pembantu. Itulah kenapa dia tidak berniat mempekerjakan ART, agar semua pekerja rumah dihandle oleh sang istri.
Julian seperti itu, bukan karena percaya kepada, Airin. Namun, itu lebih ke sengaja agar wanita itu menyerah dan menggugat cerai dirinya.
Sebenarnya pernikahan mereka itu terjadi karena bukan berlandaskan cinta sama cinta. Melainkan ikatan itu tercipta karena perjanjian bisnis semata. Itulah kenapa Julian bersikap seperti itu dan kejadian seperti ini sudsh terjadi selama lima tahun pernikahan mereka.
Makanya tadi tanpa diberitahu oleh Airin, dia sudah tahu harus menunggu di mana karena faktor terbiasa.
***
"Ini tasnya, Mas." Airin menyerahkan tas kantor ke suaminya. Wanita itu masih berpenampilan sama dengan yang tadi pagi.
Jujur, Julian begitu enek melihat rupa wanita di depannya ini. Laki-laki itu bergerak mengambil alih tas itu dari genggaman tangan istrinya.
"Semua keperluan, Mas sudah ada d dalam tas itu. Seperti, laptop, beberapa berkas penting, dan bahan presentasi sudah ada," terang Airin dan Julian hanya mengacuhkan wanita itu.
Bahkan saat Airin hendak menyalami tangannya, Julian jauh lebih dulu berlalu pergi. Wanita itu hanya bisa menatap nanar punggung suaminya, tapi itu tidak berlangsung lama karena sedetik kemudian, dia menyunggingkan senyum.
"Aku akan memberikan, Mas kejutan nanti. Jadi, cepatlah pulang," gumam wanita itu dan dia langsung menutup pintu rumahnya.
Di sisi Julian. Laki-laki itu sekarang sudah berada di dalam mobil dengan tangan terangkat menempelkan ponsel di depan telinga.
"Jalankan rencanamu dengan cepat, sialan. Aku sungguh sudah muak dengannya." Julian langsung memutus panggilan suaranya sepihak dan laki-laki itu langsung melajukan mobilnya keluar dari pekarangan rumah.
***
Jakarta pusat, 22.00pm
Airin tersenyum saat dia melihat pantulan wajahnya yang sudah dihiasi oleh beberapa make up. Rupa ibu-ibu yang sering terpancar dari dirinya malam ini menghilang dan tergantikan dengan paras rupawan khas wanita seumurannya.
Rambut hitamnya pun sudah dia biarkan tergerai dan ujungnya sengaja ia keriting kan, agar terkesan lebih cantik.
Tubuhnya pun sudah tidak lagi dibungkus oleh baju kebesaran dan sekarang dia terlihat memakai dress santai berwarna merah darah, tapi terlihat begitu elegan dan sangat kontras dengan kulit putih miliknya.
Sungguh Airin sekarang tidak mempercayai pantulan yang ada di cermin. Setelah lima tahun lamanya tidak pernah peduli dengan tubuhnya, akhirnya Airin memilih kembali ke penampilan sebelum dia menikah dulu.
Awalnya dia tidak mau begini, karena takut menarik perhatian laki-laki selain suaminya, tapi karena suaminya sendiri tidak pernah perhatian. Dia akan mencoba menariknya dengan cara ini.
Airin melihat jam dinding, pukul sepuluh tepat dan dia baru sadar kalau sedari tadi dia tidak merasakan tanda-tanda suaminya pulang.
Airin bangkit dari meja riasnya dan langsung berjalan cepat untuk keluar dari dalam kamar dan langsung turun ke lantai satu.
Suara pintu yang diketuk kasar langsung menyambut indera pendengaran Airin. Mendengar dari suara ketukannya yang brutal, dia bisa menebak itu adalah suaminya, tapi kenapa tadi dia tidak mendengar adanya suara mesin mobil.
Airin tidak mau memikirkan itu dan dia lebih memilih untuk berjalan mendekati pintu. Setelah sampai, wanita itu bergerak meraih gagang pintu, dan langsung menariknya ke belakang.
Deg!
Degup jantungnya langsung berdetak sangat cepat, kedua matanya membulat dan mulutnya sedikit menganga.
"Mas!"
...T.B.C...
...Dag dig dug serrrrr...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Kᵝ⃟ᴸωα⏤͟͟͞R∂αн🦐
langsung fav
2022-03-14
1
Sinar_Tiata
mas ? apakah yang terjadi ? Lanjut #kepo😂
2022-03-07
0
Sinar_Tiata
miris
2022-03-07
0