Mentari mengobati luka di tangannya,dengan mengolesi salep pereda rasa nyeri,serta membalutnya dengan kain perban,ia nampak kesulitan ,namun ia selalu berusaha melakukannya sendiri,karena gadis malang itu tidak punya siapa siapa lagi selain ayahnya,ia hanya memiliki seorang ayah yang selalu berada di baris terdepan untuk melindunginya,selain itu entahlah,apa masih ada perduli padanya apa tidak.
Nasib nya begitu malang,seolah hidup segan mati tak mau,terkadang ia merasa iri dengan keadaan teman temannya yang selalu mendapat kasih sayang sempurna dari orang tua dan keluarga.
Mentari merebahkan tubuhnya yang terasa lelah,hingga perlahan matanya mulai terpejam,namun sesaat kemudian ia terhenyak saat sebuah guyuran air menerpa wajahnya.
" Enak sekali kamu yah,kamu merasa jadi tuan puteri di sini? siapkan kami makan malam!!" titah ibu.
" Baik Bu." Mentari bangun dari tidurnya,kemudian ia membuka sebuah lemari untuk mengganti pakaian terlebih dulu.
" Sekarang!!" teriak bu Sri lagi dengan suara lantang.
" Tapi Bu,pakaian Tari basah,Tari harus menggantinya dulu." ujar Mentari.
" Tidak usah banyak alasan,ibu bilang sekarang ya sekarang!!"
" Baik Bu." terpaksa Mentaripun menuruti, gadis itu berjalan menuju dapur dengan pakaian basah akibat siraman yang ibu lakukan padanya.
" Bu,bisa tidak perlakukan Mentari dengan baik sedikit saja."
" Jangan sebut nama wanita itu di depan ku!!" teriak Ibu sambil menatap tajam ke arah suaminya.
" Jangan harap aku bisa perlakukan dia dengan baik,sampai kapanpun aku tidak sudi menerimanya." tambah ibu lagi.
Pak Hasim menghampiri Mentari,seolah menghindari amarah istrinya,yang selalu mengungkit masa lalunya di kala mereka bertengkar,dan hal itu selalu membuatnya semakin merasa bersalah,pria paruh baya itu mengusap kepala Mentari dengan lembut.
" Tari ganti dulu pakaian mu!!"
' Nanti saja Pak." sahut Mentari gugup saat ia melirik sang Ibu yang kembali masih membulatkan mata.
" Tidak perlu takut,bapak akan selalu menjaga mu."
Mentaripun mengangguk,gadis itu kembali ke kamarnya hendak mengganti pakaian.
Setelah itu ia segera pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam sebelum ibu kan kakaknya berteriak kembali.
Tidak banyak yang dia masak,hanya beberapa lauk untuk satu kali makan yang akan di santap empat orang,sehingga ia bisa dengan cepat menyelesaikannya.
Ia kembali ke kamarnya hendak menunaikan shalat magrib yang sedikit terlambat.
Seperti hari sebelumnya pak Hasim mengajak Faiz untuk shalat berjama'ah di mesjid,kali ini Faiz menutujui,ia berjalan beriringan dengan Pak Hasim hendak pulang dari sebuah mesjid sederhana yang berada di kampung itu.
" Mampir dulu pak?" ajak Faiz saat ia tiba di depan rumahnya.
" Kapan kapan saja Nak Faiz.perut bapak sudah lapar,kalo bisa kita makan malam bersama sekalin di rumah." ajak bapak balik.
" Insyaallah pak,terimakasih sebelumnya."
" Kalau begitu bapak tunggu di rumah ya,jangan lama lama." bapak pergi begitu saja tanpa mendengar jawaban Faiz lagi.
" Bagaimana ini?padahal tadi aku ingin menolaknya,tapi aku takut dia benar benar menungguku." gumamnya dalam hati.
Tidak lama iapun masuk ke dalam rumahnya dan segera mengganti pakaian.
Dan benar saja,Saat Faiz datang,Pak Hasim dan keluarga sudah duduk di sebuah meja makan,tanpa berani menyentuh makanan di hadapannya.
" Maaf Pak aku membuat kalian menunggu." Faiz terkekeh merasa tidak enak.
" Tidak apa apa." sahut ibu sambil mengajak Faiz duduk di sebelah Rahayu.
" Silahkan Pak Dokter,maaf kami tidak tau pak Dokter mau datang ke sini,jadi kami hanya memasak seadanya saja." tambah ibu lagi dengan ramah.
Kemudian bu Sri menyenggol lengan anaknya ,memberi kode agar Rahayu mau melayani Faiz dengan lirikan matanya.
Rahayu pun segera bangkit,lalu ia membantu Faiz mengambilkan makanan ke dalam piring nya.
'Tidak apa apa Bu, maaf jadi merepotkan." balas Faiz sambil menunjukan senyum yang mampu menggetarkan hati siapa saja yang melihatnya.
" Tidak merepotkan,kami malah senang pak Dokter datang ke sini." Rahayu ikut membuka suaranya,sambil menampilkan senyum nakalnya.
Faiz hanya mengangguk tanpa membalas ucapan Rahayu,merekaoun mulai menyuapkan makanan ke dalam mulutnya masing masing,namun Faiz merasa masih ada yang kurang,matanya masih berkeliaran mencari sosok wanita yang tidak nampak di sana.
" Maaf Mentari kemana?" tanya Faiz.
Sontak membuat ibu tersedak kala mendengar nama itu.Raut wajah ibu berubah menjadi masam.
" Dia masih di kamar,biasanya dia makan setelah kami selesai makan." jawab Rahayu,namun gadis itu langsung menutup mulutnya karena keceplosan.
" Kenapa begitu?"
" Tidak tau,dia memang seperti itu sejak dulu." jawab Rahayu gugup.
" Dia anak pendiam dan lebih suka menyendiri, daripada makan bersama seperti ini." tambah ibu berusaha membantu anaknya bicara tanpa di fikir terlebih dulu,Faiz mengerutkan keningnya nampak curiga,namun ia kembali menyantap hidangannya sambil menganggukan kepala.
" Aneh sekali,kenapa seperti itu? padahal siang tadi kita makan bersama,dia nampak biasa saja,bahkan terlihat nyaman walaupun kita belum cukup kenal." gumamnya dalam hati.
" Yu,coba ajak Tari ke sini,siapa tau dia mau makan bersama jika ada pak Dokter." titah bapak, saat ia mempunyai cara agar anak gadisnya bisa merasakan makan bersama seperti ini,ia yakin Mentari akan senang dengan hal ini.
" Apa?" Rahayu nampak terkejut,namun dengan segera ia mengembalikan raut keterketujannya.
" Baik Pak?" Rahayu mengangguk,nampak jelas raut tidak suka di wajahnya.
Dan semua itu tidak luput dari perhatian Faiz.
" Yang benar saja,aku harus mengajak anak itu makan bersama? nafsu makan ku jadi hilang." gumam Rahayu seraya berjalan menuju kamar Mentari.
" Tari!!!" teriaknya sambil mengetuk pintu kamar dengan kasar.
" Iya Kak." sahut Mentari dalam kamar, kemudian ia segera membuka pintu tersebut.
" Ada apa kak?" tanya Mentari sambil menundukan kepala sedikit takut, saat mendapat tatapan tajam dari sang kakak.
" Bapak mengajak mu makan,ingat jaga tingkah mu di depan dokter Faiz." ujar Rahayu sambil mengangkat telunjuknya di hadapan wajah Mentari.
" Sini Nak,kita makan bersama." ajak Bapak senang,seraya mengajak anak gadisnya duduk di sebelah ibu dan berhadapan langsung dengan Faiz.
Mentari semakin menundukkan kepala, tidak berani mengangkat wajahnya sama sekali,bahkan Faiz sampai kesulitan untuk melihat raut wajahnya.
" keluarga ini aneh sekali." gumam Faiz ia merasa ada yang tidak beres dengan keluarga tersebut,hingga perhatiannya tertuju pada telapak tangan Mentari yang masih terbalut perban yang terpasang asal asalan.Karena gadis itu sendiri yang memasangnya.
" Mentari,tangan mu kenapa?" tanya Faiz dan lagi lagi membuat Ibu tersedak karena mendengar nama itu.
" Tidak apa apa dokter." jawab Mentari gugup,sambil mengangkat sedikit kepalanya,setelah itu ia kembali menunduk saat melihat tatapan tajam sang Kakak.
" Balutan perban mu tidak terpasang dengan benar,kalau boleh aku akan memperbaikinya." ujar Faiz seraya menyuapkan makanan terakhirnya.
" Tidak perlu pak Dokter." Balas Mentari.
" Tari,Nak Faiz benar,sebaiknya perban mu di perbaiki,jika seperti itu lukanya tidak akan cepat sembuh." ujar bapak yang langsung mendapat lirikan tidak suka dari sang istri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Umaya Nafifa
jodoh faiz mentari
2022-03-19
1
Siti Nurjanah
jawab mentari gugup
2022-03-06
0