Setelah Qaila menggunakan pakaian lengkap. Rayhan langsung mengajak Qaila kedapur. Disana terdapat meja kecil dan dua kursi khusus untuk tempat makan. Dimeja sudah terdapat telur goreng dan tumis kacang panjang.
"Kakak yang masak ini?" tanya Qai. Ia langsung duduk begitu Rey menarik kursi untuknya.
"Siapa lagi kalau bukan aku." Jawan Rey yang langsung ikut duduk.
"Seharusnya aku yang melakukan ini. Maaf ya kak karena aku tidur nggak tahu waktu."
"Bukan sebuah keharusan juga untuk mu Qai. Siapapun yang sempat baik aku ataupun kamu itu sama saja sayang" tutur Rey sambil mengambilkan nasi didalam magicom untuk mereka berdua.
"Tapi itu kan tugas perempuan kak." Ucap Qai sambil mengisi piringnya dengan tumis kacang dan telur goreng.
"Kodrat perempuan itu ada empat. Kamu tahu kan?"
Qai mengangguk. "Haid, hamil, melahirkan, dan menyusui."
"Top" Rey mengacungkan kedua jempol tangannya.
"Jadi hal rumah tangga lainnya mari kita lakukan bersama-sama."
Qai tersenyum menatap Rey. Ia benar-benar tersanjung dengan lelaki didepannya kini. Sungguh tidak ia sangka akan bertemu dan menikah dengan lelaki sehangat Rey.
"Huuufff…" Rey meniup wajah Qai yang melamun menatapnya.
"Kak."
"Kalau terus melamun, kapan kita sarapannya?"
Qai langsung sadar. Ia menatap piringnya yang sudah terisi penuh. "Kakak nggak makan?"
"Makan."
"Terus mana piring kakak."
Rey langsung beranjak dan memindahkan kursinya untuk duduk di samping Qai.
"Salah satu keinginanku juga adalah makan berdua dengan piring yang sama."
Sudah tidak ada lagi pembicaraan diantara keduannya. Mereka menikmati makanan sederhana yang tersaji diatas meja makan.
Makan dalam diam dengan mata sesekali berpandangan. Dan sesekali saling menyuapkan makanan satu sama lainnya.
Setelah selesai makan hingga entah berapa kali menambah nasi. Kini Qaila mencuci piring bekas makan mereka sedangkan Rey langsung menyapu seluruh rumah. Hal seperti ini sudah biasa di lakukan lelaki mantan bujangan ini.
Setelah Qai selesai mencuci piring. Ia berniat meneruskan pekerjaan Rey yang belum selesai menyapu. Namun suaminya itu justru menyuruhnya duduk diruang tv.
"Loh mas Rayhan masih nyapu sendiri? mana istrinya?" tanya bu Romlah saat Rey membuka gerbang untuk membuang sampah yang telah ia sapu. Ibu Romlah adalah tetangga rumah Rey.
"Istri saya lagi didapur bu" jawab Rey sambil tersenyum ramah.
"Di ajak keluar mas istrinya. Biar kenal sama tetangga disini."
"Iya bu."
Rey langsung menggantung sapu pada paku yang tertancap dinding. Ia langsung masuk saat bu Romlah sudah terus berjalan yang entah kemana tujuannya.
"Kamu disini Qai?" tanya Rey terkejut.
Sejak tadi Qai memang mengintip lelaki yang sedang menyapu di teras depan rumah yang ia tinggali kini. Ia sangat terkesan dengan jawaban Rey saat ibu tadi menannyai keberadaannya. Namun ada rasa kesal juga sacara bersamaan.
"Harusnya tadi aku yang nyapu kak."
Rey langsung merangkul Qai dan mengajaknya menuju ruang TV. Ia membiarkan pintu agar tetap terbuka. Biar udaranya masuk dan tidak merasa pengap didalam rumah.
"Nggak perlu dipikirkan."
Rey langsung mengajak Qai duduk di atas karpet didepan TV. Tak lupa menyalakan kipas agar mereka tidak merasa kegerahan.
Karena memang hanya ruang kamar mereka saja yang ada ACnya. Mereka berdua duduk bersila dan saling berhadapan.
"Kamu mau kerja atau berdiam dirumah?" tanya Rey to the point tanpa basa-basi.
"Apa kakak bolehin aku kerja kalau aku ingin?" Qai menatap Rey serius.
"Tentu aku bolehin apapun keinginan mu. Kamu juga berpendidikan, siapapun pasti ingin menggapai impiannya."
"Jadi boleh kak?" tanya Qai serius.
"Memang sudah ada tawaran kerja atau sudah punya list tempat dimana kamu mau lamar kerja?"
"Belum. Didaerah perumahan sini, apa ada sekolahan SMA kak?" tanya Qai yang berlatar belakang sarjana pendidikan.
"Di depan jalan utama masuk keperumahan ini ada sekolahan SMA Qai. Kamu persiapkan semua CV mu, lusa aku antar kesana, buat lamar kerja."
Qai mengangguk. "Terimakasih ya kak." Ucap Qai sambil memberi kecupan di pipi Rey secara spontan.
"Sama-sama." Ucap Rey sambil mengulas senyum dan mengusap pucuk kepala Qai.
Rey langsung beranjak masuk kedalam kamar mereka, tak lama ia langsung duduk kembali duduk bersila didepan Qai.
"Ini kamu yang pegang." Ucap Rey. Sambil memberikan buku tabungan beserta benda pipih yang bekerja pada mesin untuk mengeluarkan rupiah.
"Tapi kak..."
"Disini adalah tabungan ku yang sekarang menjadi tabungan kita. Setiap aku gajian akan aku transfer semuanya dan aku hanya ambil sesuai kebutuhan ku. Beli apapun yang menurut mu perlu ada di rumah ini."
Dengan spontan Qai membuka buku tabungan dan melihat nominalnya. Matanya terbelalak melihat jumblah yang tertera.
"Kakak ini nabung apa ngepet kak?" tanya Qai spontan karena tidak percaya.
Pletak...
"Awww..." Qai mengusap keningnya setelah mendapat sentilan tangan Rey. "Sakit kak."
"hahaha… kamu ini ada-ada saja Qai." Tawa Rey.
Sungguh Qai terhipnotis dengan tawa lelaki dihadapannya kini. Lelaki yang terlihat manis kini semakin nampakk menawan saat tertawa lepas.
"Hampir setiap bulan aku dapat komisi dari julana besi Qai. Jadi wajar saja kalau aku bisa menabungkan?"
Qai mengangguk. "Kakak percaya sama aku. Nggak takut uang kakak aku buat foya-foya?"
"Kalau kamu niat foya-foya ngapain kamu pake bilang dulu sama aku."
"Jadi kakak percaya sama aku?" tanya Qai masih belum percaya.
"Sudah aku katakan kalau kita harus saling percaya."
Qai benar-benar tidak percaya dengan lelaki yang sudah menjelma menjadi suaminya. Bisa-bisanya suaminya itu percaya padanya dengan begitu mudah.
"Kakak ngerokok?" tanya Qai tiba-tiba saat mata jelinya mendapati sebungkus rokok diatas TV.
"Iya." Jawan Rey santai.
"Tapi semalam kakak nggak bau rokok. Aroma bibir kakak..." Qai langsung mengatupkan mulutnya saat kedua matanya bertemu pandang dengan mata Rey.
"Apa itu mengganggu?"
"Aku nggak suka aroma rokok. Mengganggu suasanya saat berciuman. Apa kakak mau berhenti ngerokok. Maaf kalau aku mengatur kakak."
"Aku usahakan. Toh aku juga bukanya setiap saat merokok. Masih kadang-kadang."
Setelah menyelesaikan obrolan mereka. Rey mengajak Qay untuk membeli sayuran. Mereka hanya berjalan kaki karena penjual sayur tak jauh dari tempat mereka tinggal.
Dan tak lupa Rey memperkenalkan Qai pada tetangga yang tak sengaja bertemu saat mereka sudah keluar rumah.
Entah apa saja yang dibeli Qai. Karena kenyataannya Rey hanya melihat saja tanpa ikut memilih. Ia mengulas senyum karena meihat Qai yang nampak gelagapan ditanyai para ibu-ibu yang terus menanyainya. Mereka segera pulang setelah Qai membayar semua sayuran yang telah ia beli.
"Biar aku bawa" ucap Rey yang langsung merebut kantong plastik.
"Berat loh kak."
"Karena itu makanya aku yang bawa."
"Kakak popular ya dikalangan ibu-ibu sini. Sampai nggak nyangka kalau sekarang kakak sudah menikah."
"Gimana nggak popular coba Qai. Kalau didaerah sini hanya aku yang jomblo saat itu. Bahkan aku sering diledeki bujang lapuk."
"Ya Allah. Kakak masih 27 tahun bisa-bisanya dibilang lapuk." Heran Qai terdengar tidak terima.
"Namanya juga candaan ibu-ibu dek."
Bersambung...
Jangan lupa untuk tinggalkan jejak ya sayang kesayangan 🥰 kasih like dan komennya 💋 tab favorit juga ya ❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Cut SNY@"GranyCUT"
Betul sekali.. tapi bisakah para suami memaklumi ini, tanpa menuntut banyak hal kepada istrinya?
2023-10-23
1
Ririn Wulandari
thor semua karyamu bikin aku baper loh 😂. Salam kenal ya thor aku dari magetan, authornya juga dari provinsi jatim kan? 😅. kemarin aku baca karya satunya, kk author mengaku dari kota Malang
2022-08-03
1
Markoneng
jadi sekarang kakak adek ni 😁
2022-05-11
1