Mentari merebahkan dirinya di ranjang susun asrama, dia berada di bawah sedangkan bagian atas ranjang masih kosong karena belum ada yang menempati.
Siska juga satu kamar dengan Mentari hanya saja dia memilih menempati ranjang susun di sebelah Mentari.
Di asrama universitas Z, setiap kamar diisi oleh empat orang mahasiswa dengan dua ranjang susun yang disediakan disana, setiap kamar dilengkapi dengan satu kamar mandi, satu meja besar yang dapat dijadikan sebagai tempat belajar oleh mahasiswa dan empat kursi sebagai alas duduk mereka.
Asrama putra dan putri terpisah dengan masing-masing asrama memiliki dua orang penjaga sehingga tidak akan bercampur baur antara putra dan putri secara bebas karena asrama memiliki aturan yang ketat, tidak bisa juga sembarang tamu bisa datang dan masuk ke asrama tersebut tanpa seizin penjaga serta harus mencantumkan identitas yang jelas tentu dengan tujuan yang jelas pula.
Mentari memandangi ranjang di atasnya, membayangkan rahang kokoh Arfan dan kejadian memalukkan ketika dia melompat ke tubuh Arfan karena takut suara petir. Mentari tersenyum-senyum sendiri karena hal itu.
"Tari kenapa kamu senyum-senyum tidak jelas, kesambet ya?" tanya Siska yang baru saja masuk ke dalam kamar.
Mentari malah melempar bantal ke arah Siska, sedangkan Siska dengan sigap menangkap bantal yang Mentari lemparkan.
Siska mendekat ke arah Mentari dan duduk di tepi ranjang bermaksud mengembalikan bantal kepada pemiliknya.
"Kamu sedang jantuh cinta kah?" goda Siska.
Mentari mengangguk sambil tersenyum malu-malu. Siska menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya karena terkejut.
"Ayo ceritakan!" perintah Siska sedangkan Mentari malah menggeleng.
"Dengan pemuda yang kemarin kah?"
"Ayolah Tari ceritakan kepadaku, aku jadi penasaran." Bujuk Siska.
Siska merupakan sahabat baik Mentari, mereka selalu saling mendukung disaat-saat terberat sekalipun, jadi tidak heran jika keduanya mengetahui cerita masing-masing.
Mentari akhirnya menceritakan semuanya kepada Siska dari awal pertemuannya dengan Arfan, hingga kemarin mereka bertemu kembali.
"Oh my God Tari, kau menyukai laki-laki yang usianya jauh lebih tua dari kamu? Aku tidak salah dengar kan ini?"
"Tidak Siska sayang, aku baru pertama kali ini merasakan hal yang berbeda. Dia begitu menarik," Mentari menutup wajahnya dengan bantal.
"Aku akan selalu mendukungmu sayang," ucap Siska.
Mereka berdua akhirnya berpelukan, sahabat memang selayaknya seperti itu, harus saling mendukung dan menguatkan dikala senang maupun susah.
Sahabat juga harus saling bisa diandalkan, saling percaya dan saling menjaga rahasia satu sama lain. Jika belum seperti itu, maka persahabatan yang dibangun patut untuk dipertanyakan.
****
Arfan kini sudah sampai di club, melakukan pengintaian berjam-jam membuatnya merasa penat. Dia langsung masuk ke dalam kamarnya untuk membersihkan diri.
Dia akan melihat hasil latihan anak-anak asuhnya nanti malam, ditinggal pergi beberapa hari mungkin saja mereka hanya bermain-main.
Dia juga akan mengecek hasil laporan dari manager tim mereka. Arfan tidak bisa hanya untuk sekedar bersantai sejenak, sebab musim pertandingan antar club akan segera dimulai. Sedangkan dia sendiri sebentar lagi akan memulai aktivitas mengajarnya di kampus karena liburan semester akan segera berakhir. Arfan turun menemui manajer mereka di ruang rapat.
"Bagaimana Tom perkembangan latihan mereka?" tanya Arfan sambil membolak-balik laporan yang diberikan oleh Tomi manager club mereka.
"Mereka berlatih cukup disiplin selama kau tak ada, lihat saja di dalam laporan sudah aku beri catatan khusus untuk mereka masing-masing."
"Beri mereka libur tahun baru selama satu minggu kemudian jangan lupa berikan bonus kepada mereka Tom!" perintah Arfan.
"Apa ini tidak terlalu berlebihan Fan?"
"Mereka butuh istirahat sebelum melakukan banyak pertandingan musim depan Tom, jangan sampai mereka menjadi tertekan,"
"Mereka juga akan segera kembali ke sekolah. Jadi biarkan mereka menikmati masa liburan mereka yang tinggal tersisa beberapa hari lagi." Terang Arfan kepada Tomi.
Sebagian besar anak-anak asuh Arfan di club merupakan anak-anak yang masih menempuh pendidikan formal mereka, tentu saja Arfan sangat memperhatikan pendidikan utama mereka, selain berlatih Arfan juga mengajari mereka disiplin dalam segala hal termasuk waktu belajar, bersantai, makan, beribadah, tidur dan bangun tidur bahkan manajemen emosi agar mereka dapat mengatur emosi mereka baik di dalam lapangan maupun di luar lapangan.
Mungkin bagi yang tidak terbiasa akan sangat membenci semua peraturan ini, tapi bagi yang sudah terbiasa semua itu akan menjadi hal wajib yang harus dilakukan secara rutin.
Para orangtua menitipkan anak mereka di club yang Arfan dirikan dengan alasan karena selain Arfan merupakan seorang legenda dalam bidang ini, juga karena pendidikan karakter yang bagus yang Arfan terapkan kepada mereka, terbukti ketika liburan tiba dan mereka diperbolehkan untuk pulang perbedaan sikap saat sebelum masuk ke club dan setelah masuk club akan sangat terlihat apalagi ketika mereka banyak memenangkan pertandingan secara otomatis mereka akan pulang tidak dengan tangan kosong, Arfan selalu memberikan hak mereka tanpa terkecuali.
Oleh sebab itu kepercayaan dari orangtua dan disiplin yang tinggi yang diterapkan membuat club yang dipimpinnya semakin banyak memiliki prestasi.
"Baik aku rasa cukup Tom, tolong persiapkan semuanya dengan baik. Nanti kita lihat hasil latihan mereka setelah makan malam!"
Arfan beranjak dari tempat duduknya dan pergi meninggalkan Tomi yang nampak sibuk mengatur segala sesuatu yang tadi Arfan perintahkan kepadanya.
Usai makan malam bersama, Arfan menemui anak-anak asuhnya di lapangan tempat mereka biasa melakukan latihan.
Arfan memperhatikan mereka satu persatu, ada banyak peningkatan kecepatan dari beberapa anak, ada juga yang semakin tajam saat mengarahkan bola ke gawang. Arfan merasa puas, karena Tomi dan tim pelatih bekerja sangat keras untuk mempersiapkan mereka agar menjadi bintang yang bersianar di masa depan.
Saat Arfan masih asyik memperhatikan anak-anak yang sedang berlatih tiba-tiba ponsel Arfan berdering menandakan ada panggilan masuk. Arfan melihat id caller penelfon.
"Nenek," pikir Arfan.
Arfan sedikit menjauh dari lapangan, kemudian mengangkat panggilan tersebut.
"Hallo Nek, ada apa?" tanya Arfan saat tombol hijau dia geser ke atas.
"Dasar cucu kurang peka, Nenek kamu menelfon tentu karena Nenek merindukanmu!" jawab Nenek Wijaya dengan nada sedikit tinggi di seberang telfon, Arfan sedikit menjauhkan ponselnya dari telinga karena suara Nenek yang memekakan telinganya.
"Apakah Nenek perlu sesuatu?"
"Nenek akan pulang besok ke Indonesia, jangan lupa jemput Nenek di Bandara!"
"Nek Spanyol ke Indonesia itu cukup jauh, apa tidak akan apa-apa Nek?" tanya Arfan khawatir.
"Nenek biasa melakukan perjalanan jauh, apa kau lupa?"
"Tapi Nek...,"
Arfan belum selesai dengan perkataannya, namun sambungan telfon mereka telah dimatikan oleh Nenek Wijaya, berkali-kali Arfan menelfon balik, tetapi tidak diangkat oleh Nenek, hal ini menandakan bahwa perkataan orangtua itu tidak bisa dibantah. Arfan menghembuskan nafasnya berat.
"Huuuffftttt...,"
"Nenek pasti anak menanyakan soal pernikahan kepadaku," gumam Arfan sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Arfan kembali ke lapangan tempat mereka sedang berlatih.
****
Mentari sedang berada di dalam kamar asrama bersama Siska, membahas beberapa hal terkait seminar yang mereka telah laksanakan, mereka akan segera menyusun laporan terkait seminar tersebut dan siap mengirimkan jurnal ilmiah ke kampus untuk memperoleh penilaian apakah layak atau tidaknya jurnal itu terbit.
Siska juga mengatakan jika Ilyas sempat uring-uringan ketika Mentari tidak dapat berangkat dan pulang bersama rombongan.
Mentari yang mendengar itu tampak cuek, dia hanya menanggapinya secara datar.
"Mungkin jadi tidak ramai kalau tidak ada aku ya?" Mentari terkekeh.
"Bukan itu maksudku Tari sayang, Ilyas sepertinya...,"
Siska belum menyelesaikan kalimatnya dan sudah dipotong oleh Mentari.
"Aku menyukai pria matang itu, jadi lupakan soal Ilyas."
"Baiklah, pilihanmu yang terbaik!"
Mereka berdua tertawa bersama, Mentari terhenti dari tawanya ketika ada panggilan masuk ke ponselnya yang ternyata dari Ibunya.
"Hallo Bu, ada apa?" tanya Mentari.
"Lusa kamu pulang ya, sepupumu akan dijodohkan dengan seorang pemuda, kita akan makan malam bersama keluarganya!" jawab Bu Kartika, Ibu dari Mentari.
"Baik Bu, aku akan pulang."
"Ibu tutup dulu ya, kamu jangan tidur terlalu malam sayang."
"Iya Bu,"
Mentari menutup panggilan telfonnya dan menaruh ponselnya di atas nakas.
"Ayo kita tidur Sis!" ajak Mentari.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments