Mata bulat, bulu mata lentik, hidung mancung, bibir merah. sempurnanya pahatan sang maha pencipta. Anugerah yang luar biasa untuk maha karya yang indah. Terpampang nyata di depan matanya. Wajah polos tanpa make up berlebihan. Bahkan tanpa senyuman pun keindahan itu tetap terpancar.
“bagaimana bisa ada wanita yang menunduk setelah menatapku, baru sekarang aku menemuinya. Dia itu tidak seperti wanita kebanyakan” gumamnya. Pandangan lurus ke langit-langit ruangan mewah itu, pikirannya menerawang jauh, badannya disandarkan kebelakang, kursi empuk berwarna hitam. Bergerak ke kanan dan kekiri seiring kemauan sang empunya.
“saya sudah menghubungi monica tuan, jadi semuanya di usahakan sudah siap dalam dua minggu. Sesuai dengan permintaan tuan” yang diajak bicara menyandarkan badannya ke sandaran kursi dibelakang. Matanya tertutup rapat. Lengan baju berwarna hitam itu tergulung sampai ke siku. Dia baru saja melaksanakan shalat isya.
Tidak terdengar tanggapan apapun.
“setelah ini kita akan bertemu tuan antonio dari PT. SAMUDERA untuk membahas kelanjutan kerja sama dibidang perkapalan. Setelah itu jam sembilan kita akan bertemu perwakilan dari kementerian perdangan membahas tentang kerja sama sosial pemberian subsidi bantuan untuk pedagang kaki lima” panjang lebar sang asisten membaca jadwal kerja tuannya.
Belum ada jawaban, bahkan laki-laki yang dihormatinya itu masih tetap dengan posisinya memejamkan mata dengan kursi yang masih bergerak ke kanan dan kekiri.
“kalau tuan lapar kita bisa memesan makanan terlebih dahulu, masih ada waktu satu setengah jam, tuan bisa pergunakan untuk istirahat sebentar” sarannya pun tidak mendapat tanggapan apapun. Masih dengan posisinya semula.
Tiba-tiba sang tuan berdiri, berjalan menuju sofa. memakai alas kaki berbahan karet berwarna putih dengan tali berwana biru. Kaki yang bersih masih terlihat lembab oleh air wudhu. Diikuti oleh gerakan mata sang asisten dia merebahkan badannya di sofa empuk yang ada di ruang kerjanya. Tatapan bingung sang asisten tidak dihiraukan.
“kalau menurutmu, apakah ada wanita yang tidak tertarik dengan saya” dia memang mengajukan pertanyaan kepada mahluk satu-satunya selain dirinya yang ada di ruang kerjanya. Tapi tatapan matanya lurus kelangit-langit. Seolah dia berbicara pada dirinya sendiri. sang bawahan menatapnya dengan tidak percaya.
Penjelasannya panjang lebar, hanya di tanggapi dengan pertanyaan tidak penting. Sungguh, seandainya Reno boleh marah, dia ingin marah sekarang. Menumpahkan kekesalannya pada sang tuan yang tidak menanggapi pernyataan yang dia lontarkan. Bahkan pertemuan dengan pihak kementerian tidak menarik perhatiannya sama sekali.
“Ren...Reno....kamu masih disitu kan?” suara pelan, memanggil orang kepercayaannya.
“iya, saya masih disini tuan” jawabnya menghampiri dan berdiri disebelah tuannya.
“kamu dengarkan, tadi aku tanya apa?” tanya nya lagi tanpa menatap sang asisten.
“ya, saya dengar. Tuan manusia biasa. Setiap perempuan itu seleranya berbeda” jawabnya, asal jawab saja dulu cari selamat dari kemarahan sang tuan.
“apa kurangnya saya” pertanyaan macam apa yang diajukannya. Semakin menambah bingung asisten pribadi.
“tidak ada, tuan sudah sempurna itu penilaian saya” yang penting berpendapat saja. Reno bukan orang yang bisa membaca pikiran wanita.
“ternyata tidak semua hal kamu tahu ...biarkan saja nanti ku pikirkan sendiri” jawaban macam apa itu.
Apakah hari ini tuannya salah makan?. Entahlah, baginya sekarang adalah semua berjalan sesuai dengan jadwal yang sudah dia atur. Dan kembali kekantor pusat adalah tujuannya setelah ini.
Bangun, merubah posisinya menjadi duduk sekarang. Di tatapnya sang asisten yang berdiri di depannya. Laki-laki yang di tatap menunduk. Dia sekarang bingung tidak bisa menebak isi pikiran sang tuan. Bagaimana bisa dia membicarakan hal-hal di luar perusahaan. Yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan pekerjaan. Mengapa baru sekarang dia membahas tentang kekurangan.
“apa jadwalku setelah ini” tanya nya tanpa merasa bersalah
“ boleh tidak aku membacakan jadwal hari ini sambil berteriak” gerutunya dalam hati, kesabarannya sedang diuji sekarang.
Yang dia bacakan panjang lebar ternyata tidak didengarkan sama sekali. “Untunglah dia orangnya baik. tak apa, dibacakan ulang saja biar cepat selesai”lanjutnya dalam hati. Mana berani dia mengeluarkan kata-kata begitu. Bisa-bisa bukan menyelesaikan pekerjaan. Bahkan akan semakin menunda pekerjaan
Membacakan ulang jadwal yang sudah tersusun. Dengan hati yang sedikit dongkol. Dia menatap sang tuan. Dilihatnya laki-laki itu mengangguk. Ah, dia lega ternyata tuannya mendengarkan sekarang. Itu artinya semuanya akan berjalan sesuai rencana. Bisa pulang dan istirahat.
***
“Bang, bangun kalau abang lemah begini gimana mau melindungi kak Fira sama Rania. Laki-laki itu harus kuat. Abang kebanggaan kami. Abang yang selalu melindungi kami semua. kalau abang seperti ini bagaimana Nisa sama ibu, kami hanya berdua. Abang bangun ya” suara sang adik membangun kan abangnya. Suaranya pelan hampir berbisik, kepalanya tepat diarahkan ke telinga sang kakak. Sesuai dengan anjuran dokter, mengajaknya berkomunikasi untuk memancing kesadarannya.
Tangannya mengusap tangan laki-laki yang terbaring lemah itu. sesekali kepalanya disandarkan ke kasur tempat abang terbaring. Menggenggam tangan itu dan meletakkan diatas kepalanya sang adik.
Seperti kebiasaan abangnya dari dulu. Kalau ada masalah dia akan mengadu, dan sang abang akan mengusap pelan kepalanya. sambil berkata
“tidak akan ada yang berani menyakiti Nisa dan ibu selama masih ada Abang, semua akan baik-baik saja. percayalah.” Kata-kata menguatkan itu sudah tidak terdengar lagi.
Air mata itu lolos seketika, mengingat ucapan abangnya ketika itu. iba, melihat kondisi laki-laki kebangganya saat ini. jangankan melindungi dirinya dan sang ibu. bahkan untuk melindungi dirinya sendiri saja dia tidak bisa, entah sampai kapan.
“Nis...tidur di sofa. Nanti badanmu sakit kalau posisinya begitu” suara sang ibu pelan, masih dengan mukenah yang terpasang. Wanita tegar itu baru saja melaksanakan Sholat isya.
“kamu tidur awal nak, besok kan masih harus mengajar, biar ibu yang menjaga abangmu” lanjutnya lagi.
wanita itu bangkit dari duduknya. Menghampiri sang ibu. kemudian tidur dipangkuan ibunya yang masih duduk diatas sajadah.
“kasihan abang bu. Nisa tidak tega lihatnya” sang ibu mengusap pelan kepala anak bungsunya, dengan penuh kasih sayang dia membelai kepala yang tertutup hijab itu.
“semua sudah ada yang mengatur, mungkin ini cobaan buat abangmu sekarang. Mudah-mudahan setelah ini dia kan menjadi pribadi yang jauh lebih baik. dan bisa menjadi ayah dan suami yang baik untuk Rania dan Syafira” ucap sang ibu. Tangan itu turun membelai bahu putri kesayangnnya yang masih terbaring di pangkuannya.
“Nisa tidak menyalahkan kak Fira bu, abang sih banyak tingkah. Sudah punya anak sama istri baik, sabar masih selingkuh. Itu hukuman kayaknya bu” mengungkapkan kekesalan pada sang ibu.
“huss,,,tidak boleh bicara begitu. Ibu tahu abangmu pernah membuat kesalahan tapi kan dia sudah berubah. Sekarang ini hanya salah paham. Tapi ibu tidak menyalahkan Fira. Mengapa abangmu tidak menjelaskan semua sebelum kakak mu tahu. Kan tidak begini jadinya” ucap sang ibu tatapannya menerawang.
Dia menarik nafas berat. Dari dulu sampai sekarang pensiunan guru itu tidak ingin mencampuri rumah tangga anaknya. Semua dia serahkan pada Amir dan Istrinya. Hanya saja sebagai seorang ibu. rasanya dia punya kewajiban untuk menasehati anaknya, mengenai tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dan Sebagai seorang ayah, agar kehidupan rumah tangganya bahagia.
“ ibu mau ngaji dulu, Nisa tidur di sofa” usapan pada kepala sang anak dengan lembut mampu membangunkannya. Berjalan ke sofa. Meluruskan kaki untuk meregangkan otot yang lelah setelah duduk disamping temapta tidur abangnya cukup lama.
“oiya bu, nisa sudah kirim email kak Fira. Tapi belum dibaca. Email abang yang tiga bulan lalu saja masih belum dibaca. Kasihan abang, mau sampai kapan dia begini” kata terahir yang di ucapkannya dengan nada lirih.
Dia menoleh ke tempat dimana laki-laki itu terbaring. Laki-laki pengganti ayahnya. Abang yang begitu dia sayangi dan menyayanginya.
“tidak apa-pa, kita perkuat doa lagi. ibu yakin, Allah maha mendengar. Jangan putus asa, dalam agama kita itu sangat dilarang” sang ibu menoleh. Senyuman tulus itu di arahkan.
Dia adalah penguat keluarganya sekarang
Bangkit, mengambil kitab suci yang ada di atas lemari besi disebelah tempat tidur sang anak. Kebiasaannya setiap hari. Duduk di kursi disebelah Ranjang tempat anak laki-lakinya terbaring. Membaca dengan lirih, berharap sang anak diberkahi selama tidur panjangnya. Lantunan ayat suci itu juga sebagai upayanya mendekatkan diri agar doa-doanya sampai ke langit. Dan sebagai penenang dikala asa itu hampir putus, ketika hati hampir menyerah dengan keadaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Alea Wahyudi
tambah gemezz SM bang Fatih klo ngobrol pasti bikin kesel tp pengen ketawa sm omonganya gak mau di bantah...🤭
2022-03-05
0
Neneng Hernawati
mulai terbnayang²😅😅
2022-03-04
0
Eti Rahmawati
abang fatih lagi kena virus cinta,jd jgn heran klu prilakunya rada rada aneh🤭
2022-02-25
0