Suasana di sekolah negeri berjalan seperti biasa, setiap kelas melakukan pembelajaran. Hanya terlihat beberapa guru dan murid berjalan dilorong sekolah. Masuk kedalam kelas. Suara kelas hening, semua murid duduk dengan Rapi dan diam memperhatikan seorang guru matematika menjelaskan di papan tulis.
Sesekali tampak para siswa mencatat, kembali tatapannya fokus ke arah papan. Tapi tidak dengan satu orang siswa yang duduknya paling belakang. Refan, nama yang tersemat di seragam putihnya di dada sebelah kanan.
Tatapan itu fokus pada sang guru , bukan pada papan tulis dan penjelasan sang guru.
“bagaimana sudah mengerti semua, atau ada yang mau di tanyakan?” ucap wanita anggun itu, setelah menjelaskan panjang lebar selama kurang kebih setengah jam.
“tidak ada bu,,,” serempak siswa yang ada di ruang kelas itu menjawab.
“oke, saya anggap kalian sudah paham semua, sekarang kerjakan halaman 36 jangan lupa caranya karena nanti itu ada penilaian tersendiri dari saya” semua yang ada di dalam ruang kelas membuka buku catatan dan buku paket masing-masing.
Wanita itu duduk di kursi di pojok ruang kelas. Posisi bangku yang menghadap langsung ke seluruh siswa memudahkannya untuk mengawasi anak didiknya.
Bagi sebagian orang matematika adalah pelajaran yang menakutkan, tapi tidak dengan mereka, pelajaran matematika tidaklah semenakutkan yang orang pikir.
Guru matematika identik dengan guru killer, laki-laki. Sudah tua dan membosankan.
Di sekolah ini guru matematika berbanding terbalik dengan bayangan mereka. Guru baik, sabar, penampilan menarik. Penjelasan yang mudah di pahami. Membuat mata pelajaran itu menjadi pelajaran yang dinantikan setiap hari.
Tidak ada kata bosan untuk guru yang satu ini. senyum yang selalu menghiasi wajah cantik itu membuat siapapun tidak bosan untuk memandangnya.
Semua gerakan sang guru tidak luput dari pandangan seorang siswa yang ada duduk sendiri di bangku paling pojok belakang.
“Refan, kenapa kamu tidak mengerjakan tugas?” berteriak pada siswa yang terlihat santai di kursi pojok belakang. semua siswa menoleh. mengarahkan pandangan pada nama yang panggil guru nya.
“saya tidak mengerti bu” jawab siswa dengan wajah lugunya
“oiya, mana yang tidak kamu mengerti” tanya sang guru lagi
“saya tidak mengerti isi hati bu Nisa” tatapan tajam di arahkan untuk siswa yang bernama Refan.
“uuuuuu...” serentak semua siswa berseru, mentertawakan kekonyolan Refan
“kerjakan secepatnya saya beri waktu tiga puluh menit, selesai tidak selesai di kumpulkan” ucap sang guru tegas.
Semua siswa dan guru tahu, Refan bukan murid yang bodoh. Nilainya selalu diatas rata-rata. Hanya saja kebanyakan siswa lain pada umumnya, dia sering iseng dan jahil pada teman-teman dan gurunya.
Kenakalan Refan masih dalam ambang batas kenakalan remaja pada umumnya. Semua siswa dan guru disekolah itu paham. Kadang kejahilannya mengundang gelak tawa teman-teman dan gurunya.
“Ibu tidak ingin mendengar alasan apapun Refan...” ucap bu Nisa memperingati laki-laki yang baru memasuki masa puber itu.
Kelas kembali hening, semua sibuk mengerjakan sebelum batas waktu yang ditentukan. Tidak terkecuali Refan. Dia dengan santai membuka buku catatan. Dengan santai dia mengerjakan sendiri tidak bertanya pada teman sebangkunya karena dia duduk sendiri.
Lima belas menit berselang, dia mengumpulkan paling awal. Semua temannya melihat kearah Refan. Tidak ada yang berkomentar, karena mereka sudah tahu bahwa memang begitulah bocah tengil itu dikenal. Santai tapi serius.
“Yang lain ibu tunggu, masih ada waktu lima belas menit lagi” kata sang guru. Susana kelas masih hening.
“untuk jawaban Refan semuanya benar. Ibu harap yang lain tidak mengalami kesulitan. Dan kamu Refan, ibu harap tenang jangan mengganggu temannya” peringatan sang guru yang paham betul karakter siswanya yang satu ini.
“buat apa mengganggu teman saya kalau di depan sana ada pemandangan yang jauh lebih indah” merah muka sang guru. Bukan karena tersipu. Tapi menahan diri untuk tidak memarahi siswanya itu. karena itu akan sia-sia, semakin dia menampakkan kemarahannya. Siswa berbadan tinggi itu tidak akan berhenti menggodanya.
“uuuuuu...”kembali ruangan itu riuh oleh suara teman-teman refan.
“tenang... kerjakan semuanya” Bu guru menenangkan kelas.
Semua kembali tenang, sampai jam pelajaran berahir.
Anisa terburu-buru seperti biasa. Dia akan kerumah sakit menjaga kakaknya menggantikan ibunya. Begitulah yang dia lakukan selama dua minggu lebih. Sekolah, Rumah, Rumah sakit. Hanya itu seputar kehidupan sang guru setiap hari. Bahkan, ajakan jalan-jalan dari temannya selepas mengajar tidak dia hiraukan sekarang.
Gawainya berdering, sebuah panggilan dari laki-laki yang selama ini dekat dengannya. Kekasih hati yang sudah mengisi hari-harinya sejak satu tahun terahir. Menghentikan langkahnya yang hendak menaiki sepeda motor matic kesayangannya. Membuka tas dan mengambil benda segi empat itu.
“Assalamualaikum nis, hari ini kamu mau kerumah sakit lagi” tanyanya dari sebrang
“waalaikum salam, iya mas. Gantian sama ibu kasihan beliau biar istirahat” jawabnya
“oke, hari ini mas lembur. Salam sama ibu mas belum bisa menjenguk abang. Maaf ya, tapi mas usahakan kerjaan mas cepat selesai” gurat kecewa itu tergambar dari wajah cantiknya. Helaan nafasnya terdengar sampai di sebrang.
“jangan sedih gitu dong nis, Mas janji akan secepatnya menjenguk abang. Aku juga kangen sama kamu sudah lama kita tidak bertemu” ucapnya lagi, seolah bisa membaca gurat kecewa sang kekasih.
“iya tidak apa-apa. Nisa ngerti. Sejak diangkat jadi manajer mas Aldo sekarang lebih sibuk” jawab Nisa
“ terima kasih kamu mau mengerti mas, kamu jaga diri baik-baik ya. Jangan sampai capek” ucapan itu entah tulus atau tidak. Hati laki-laki mana ada yang tahu
“iya, mas juga hati-hati kerjanya jangan sampai sakit” sarannya untuk sang pujaan hati.
“ya sudah mas kerja lagi ya, assalamualaikum”. Pembicaraan ditutup setelah Nisa menjawab salam sang pujaan.
Sudah dua bulan ini dia tidak bertemu muka, rindu memang ada tapi hanya sebatas rindu biasa, yang lama tak bertatap muka. Bukan rindu menggebu seperti sebagian orang. Karena wanita itu tahu batasan merindu untuk laki-laki yang bukan mahramnya. Sebisa mungkin dia menjaga itu sampai halal nanti.
Masuk keruangan yang terdapat abang dan ibunya didalam. Laki-laki itu masih terbaring lemah tidak ada perkembangan. Sang ibu duduk setelah mengetahui kedatangan anak bungsunya.
“kamu istirahat dulu Nis, habis ngajar, beres-beres rumah langsung kesini. Nanti kamu sakit juga nak” ucapan lembut sang ibu mendapat pelukan hangat dari putri bungsunya itu.
Seharusnya ibu istirahat, Nisa kan masih kuat melakukan semuanya. Ibu yang seharusnya lebih banyak istirahat” jawab sang anak menggelayut manja di bahu wanita yang melahirkannya.
“sudah dua hari abangmu begini, dokter bilang tidak akan menunggu satu minggu kalau sampai besok lusa dia belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar, terpaksa harus di bawa kerumah sakit pusat” suara lemah sang ibu, terdengar putus asa.
Wanita berhati lembut itu tidak bisa berbuat apa-apa. Dia hanya bisa mendengarkan saran dokter, apapun itu demi kebaikan anaknya dia akan lakukan.
“ pesan yang dikirim Nisa dan video ibu juga belum dibaca bu, entah sampai kapan. Rasanya Nisa sudah menyerah. Kita dengarkan saran dokter saja bu, demi kebaikan abang” jawab sang anak dengan nada tidak kalah putus asa.
Bu Ratih, nama wanita itu. hanya bisa menarik nafas panjang. Dia tidak boleh putus asa, hanya saja terkadang dia merasa lelah dengan semuanya. Seolah cobaan ini terlalu berat untuknya dan juga putra sulungnya. Yang bisa dilakukannya sekarang hanya berdoa, dan menunggu keajaiban.
Tidak ada yang bisa menjamin kesehatan sang anak akan pulih sekalipun di bawa kerumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya. Dia berharap anaknya sadar sebelum tenggang waktu yang diberikan dokter yang menangani Amir.
“kalau nanti dibawa kerumah sakit pusat, jauh bu. Nisa bagaimana ngajarnya” dan itu juga yang dipikirkan ibunya saat ini. dia tidak mungkin menyuruh putrinya mengambil cuti, berapa lama? Itu pertanyaan itu yang sering menghantuinya ahir-ahir ini. dia tidak mungkin menunggui anaknya dirumah sakit sendirian.
Jam sudah menunjukkan angka tujuh malam, dua orang yang ada di ruangan ini saling meluruskan badan di sofa.
“permisi,,,” terdengar suara dari luar, menyadarkan mereka dari lamunan.
“biar Nisa yang buka pintu bu” ujarnya, berdiri menghampiri pintu tanpa menunggu jawaban ibunya.
Pintu terbuka pria gagah itu berdiri disana, sejenak tatapan mereka beradu. Tatapan tajam sang pria, tatapan penuh kekaguman. Tatapan tanpa ekspresi sang wanita, dengan mata bulat dan bulu mata lentiknya. Sejenak hening. Degup jantung tak biasa di rasakan laki-laki memakai kemeja putih itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Alea Wahyudi
cieee....ada yg kangen .....SM si Bu guru cantik sampe bolak balik ke rmh sakit modus ya bang....
2022-03-05
0
Neneng Hernawati
jangan terlalu lama di tatap Nissa nya bang Fatih nanti kamu bisa klepek²🤣🤣
2022-03-04
0
Eti Rahmawati
gemes banget sama si abang fatih
2022-02-26
1