Ayaz bangkit dan menuju pintu keluar, begitupun Yaren yang merasakan pergerakan Ayaz, ia ikut-ikutan bangkit takut saja kalau sampai Ayaz meninggalkannya.
Ceklek, pintu di buka.
Seorang pria dengan penuh tato di lehernya memberikan satu kantong plastik hitam besar yang Yaren tidak tau apa isinya.
"Siapa?" tanya pria bertato itu pada Ayaz.
Ayaz tidak menjawab, hanya saja tatapannya berubah menjadi tidak suka.
"Berhati-hatilah!" ucap pria itu lagi, menepuk pundak Ayaz berkali-kali. "Kau masih menyimpannya kan?"
Ayaz mengangguk, kini Yaren bisa menyimpulkan bahwa Ayaz adalah manusia minim ekspresi.
Setelah itu pintu ditutup kemudian Ayaz berlalu membawa plastik hitam itu ke dapur.
Yaren mengikuti, wanita itu mau tau apa isi dari kantong plastik hitam tersebut.
"Ada apa?" tanya Ayaz, menyadari Yaren mengikutinya, Ayaz bertanya kali saja wanita itu membutuhkan sesuatu.
"Tidak ada, emm apa kau punya makanan, atau paling tidak bahan makanan? Aku lapar!" ucap Yaren beralasan, sebenarnya Yaren tidak sepenuhnya berbohong, dirinya memang lapar saat ini, dari semalam wanita itu tidak makan sama sekali, pagi tadi lalu hari cepat sekali sudah siang, perutnya memang sudah melilit minta di isi.
"Duduklah!" titah Ayaz.
Yaren menurut, dilihatnya Ayaz yang tampak sibuk, Yaren begitu penasaran apa isi dari kantong plastik itu.
"Makan ini dulu untuk mengganjal perutmu!" ucap Ayaz, dirinya memberikan beberapa buah apel dan pir yang sudah dirinya potong-potong.
Perhatian sekali, kapan dia melakukannya? Ternyata meski cuek dia bisa manis juga.
"Terimakasih Ayaz." ucap Yaren.
Yaren menikmati buah yang disediakan Ayaz, manis seperti orang yang memberikannya, jika melihat pahatan wajah Ayaz yang sempurna, Yaren tidak bisa berkilah kalau sebenarnya ia mengagumi.
Tapi sayangnya Ayaz selalu saja melayangkan tatapan tidak bersahabat dengannya.
"Lo rencananya mau ke mana setelah ini?" tanya Ayaz di sela-sela Yaren memakan buahnya, wanita itu tampak kelaparan.
"Nggak tau!" singkat Yaren.
"Haahh," Ayaz menghela nafasnya, dirinya tidak mau menampung Yaren, kalau bisa cukup untuk satu hari saja, besok Yaren sudah harus minggat dari rumahnya, "Kau tidak bisa hidup di sini!"
Yaren menghentikan kunyahannya, apa dirinya sedang diusir. Ya Tuhan hidupnya berubah dalam sekejap karena membangkang orang tua.
"Ayaz, kau punya uang tidak?" tanya Yaren setelah beberapa pertimbangan dipikirannya.
Ayaz mengkerutkan dahinya, mengapa tiba-tiba nanyain uang?
"Gue nggak punya!" jawab Ayaz.
Yaren tampak lesu, ingin bertanya lebih lanjut mengenai siapa Ayaz namun dirinya takut jangan sampai dibilang sok akrab dan mengurusi, tapi masa pemuda dihadapannya ini tidak punya uang, bagaimana dirinya membeli bensin atau semacamnya, apa dia tidak membeli makan, kerja apa sebenarnya pria ini, begitu banyak pertanyaan yang ingin dilontarkan Yaren.
Apa dia sengaja mengatakan tidak punya uang karena takut aku pinjam, padahal kan kalau dia punya aku bisa menjual ponselku ini padanya, aku harus bagaimana kalau dia mengusirku?
"Ayaz, bisakah kau menampungku? Aku terlalu takut untuk pulang ke rumah, lagi pula jika Papaku benar-benar serius menahan semua fasilitasku, aku tidak bisa berbuat apa!" keluh Yaren mengiba.
"Sudah gue bilang, gue bukan orang baik, gue nggak bisa nampung lo di sini!" tegas Ayaz. Dirinya kesal pada Yaren, sudah dikatakan kalau Yaren tidak bisa tinggal bersamanya, namun Yaren malah tidak mengindahkan ucapannya.
"Ayaz, aku mohon!" kekeh Yaren.
Ayaz menoleh pada Yaren, dilihatnya mata wanita itu yang sudah berkaca, dirinya juga anak pembangkang hingga berakhir seperti ini, namun kasusnya berbeda dengan Yaren.
"Lo pikirin gimana hidup lo, untuk hari ini sampai besok lo bisa tinggal di sini, tapi usahain setelah itu lo udah tau tujuan lo bakalan ke mana?" ucap dingin Ayaz, pria itu bangkit dan meninggalkan Yaren.
Yaren terkesiap, waktu dua hari, entah apa yang akan dirinya putuskan.
Senja datang untuk menjelang petang, Yaren merasakan dingin di tubuhnya, dia mencari-cari keberadaan Ayaz di seluruh ruangan maupun di sekitar rumah itu, namun Ayaz tidak juga muncul, anehnya motor Ayaz masih terparkir rapi di teras belakang rumahnya.
Yaren menghidupkan obor yang dirinya temui di halaman rumah, membawa masuk ke dalam untuk penerangan, entah ke mana perginya Ayaz, tidak taukah pria itu kalau Yaren sudah sangat ketakutan, meski berada di dalam rumah namun dirinya tetap saja sendirian di hutan.
Sembari memeluk lututnya, air mata Yaren tidak bisa lagi di bendung, dirinya menangis terisak, begitu tega Ayaz memperlakukannya.
Aku memang orang asing baginya, tapi tidak bisakah dia memperlakukan aku layaknya sesama manusia, meninggalkan aku sendiri di sini, bagaimana bisa ada manusia setega dia.
Yaren masih menggerutu dalam hatinya, hanya ditemani penerangan cahaya obor wanita itu lancar saja meratapi nasibnya.
Tubuhnya berguncang, matanya tidak berhenti menangis, Yaren sangat ketakutan.
Beberapa menit kemudian, Yaren terkejut karena tiba-tiba saja rumah itu berubah terang, dirinya segera mengedarkan pandangannya, Ayaz berdiri di dekat dapur dengan tanpa berdosa.
Yaren yang masih diliputi ketakutan pun spontan saja melangkah ke arah Ayaz dan langsung memeluk pria itu.
"Kamu ke mana? Aku takut sendirian!" ucap Yaren.
Ayaz tersentak, Yaren tidak bohong, terlihat dari matanya yang sembab serta tangan yang masih bergetar memegangnya itu, Ayaz mengakui mungkin Yaren sangat ketakutan.
Dengan lembut Ayaz menuntun Yaren menuju kursi, dirinya memberikan segelas air untuk Yaren supaya lebih tenang meski sesekali wanita itu masih sesegukkan.
Karena melihat Yaren yang tampak kesulitan memegang gelas, akhirnya Ayaz memegangi gelas itu membantu Yaren minum.
Yaren menghangat, benar dugaannya, Ayaz masih bisa bersikap manis.
"Kau dari mana saja?" tanya Yaren setelah ia menetralkan jantungnya.
Ayaz tidak bisa menjawab, pria itu mengalihkan pembicaraan dengan menyajikan makanan yang Yaren sendiri tidak tau dari mana Ayaz mendapatkannya.
"Dari mana makanan ini?" tanya Yaren, Ayaz begitu penuh teka-teki, dirinya tidak bisa membayangkan kehidupan seperti apa yang Ayaz jalani biasanya.
"Sudah makanlah, jangan cerewet!" sahut Ayaz.
"Ayaz, tapi aku mau tau! Mengapa seakan kamu ini begitu banyak yang disembunyikan?" tanya Yaren.
Ayaz tidak menanggapi, dirinya memilih mengambil piring lalu menyendokkan makanannya, terserah jika Yaren ingin ikut makan atau tidak, yang terpenting untuk malam ini dirinya sudah mengisi perut.
Yaren yang melihat tidak adanya tanggapan dari Ayaz pun memilih untuk ikut makan, sudah dari semalam dirinya tidak bertemu nasi, siang tadi dirinya hanya mengganjal perutnya dengan buah, kesempatan tidak datang dua kali, tidak perduli dari mana datangnya makanan ini yang terpenting perutnya terisi.
Ayaz tersenyum di sela-sela kunyahannya, melihat Yaren yang begitu lahap memakan makanannya, karena sebenarnya makanan itu adalah makanan yang dimasak oleh Ayaz sendiri.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 326 Episodes
Comments
Shellia Vya
Ooo jadi Ayaz juga pergi dari rumah,anak orang kaya mungkin ya
2022-06-29
0
Zaitun
tuh bahayanya klo ayah nika ma janda bw anak
2022-05-21
0
Alitha Fransisca
Semangat Pee cantik
2022-03-22
2