Bab 3 - Kecelakaan

Anehnya para pria yang mengejar Kanaya, sontak menjauh dan berbaris dengan rapi. Pria itu turun dari dalam mobilnya dan mendekati Kanaya yang masih terbaring di atas aspal. Kanaya bisa melihat sosok pria itu menatap tubuhnya dengan pandangan aneh. Seketika itu juga Kanaya merasa sangat malu dengan bentuk tubuhnya yang tambun. Kanaya berusaha bangun dari berbaringnya dibantu pria itu.

“Kamu nggak apa-apa ‘kan? Dimana saja lukanya?” tanya pria itu sambil memegang lengan Kanaya yang terluka.

“Aduh!” pekik Kanaya kesakitan membuat pria itu melepaskan tangannya dari lengan Kanaya.

Wanita itu melirik motornya yang masih tergeletak di depan mobil pria itu. Wajah Kanaya pucat seketika menyadari kalau dirinya baru saja menabrak sebuah mobil mewah. Kanaya langsung berpikir bagaimana cara mengganti rugi kepada pria itu karena kartu kredit dan kartu debitnya sudah diambil Aliya.

“Ma-maaf, Pak. Sa-saya tidak sengaja menabrak mobil Bapak,” ucap Kanaya ketakutan.

“Jangan pikirkan itu. Namaku Bram. Siapa namamu?” tanya Bram berusaha menenangkan Kanaya.

“Sa--saya Kanaya, Pak Bram. Sekali lagi maaf, Pak. Saya akan mengganti kerugian mobil Bapak. Ta--tapi saya minta waktu. Saya baru saja tertimpa angin topan,” ucap Kanaya mulai kacau karena rasa takutnya yang besar.

Bram terkekeh geli mendengar ucapan Kanaya. Pria itu ingin menggendong Kanaya, tapi memilih mengulurkan tangannya untuk membantu Kanaya berdiri. Daripada beresiko sakit pinggang dan tidak bisa menggunakannya, Bram menuntun Kanaya mendekati mobilnya.

“Masuklah. Kita ke rumah sakit dulu ya. Lukamu harus diobati,” ucap Bram lembut.

Kanaya ingin menolak pertolongan Bram, apalagi mobil pria itu pasti rusak parah karena tabrakan barusan. Tapi hanya Bram yang bisa menolongnya saat ini. Kanaya akan memikirkan cara membayar Bram nanti setelah dirinya diobati. Sambil meringis kesakitan menahan sakit di lengan dan kakinya, Kanaya kembali teringat pada perbuatan Aliando dan Aliya. Rasa sakit yang dirasakannya saat ini tidak sebanding dengan sakit hati Kanaya.

“Aku tidak akan membiarkan kalian berdua hidup tenang. Akan kupastikan kalian membayar semua perbuatan kalian padaku, terutama kau, Aliando. Semua milikku akan kurebut kembali,” batin Kanaya penuh dendam. Sorot mata Kanaya yang biasanya penuh dengan kelembutan, sudah berganti menjadi penuh api dendam yang membara.

Setelah Bram berbicara dengan para pria berbadan besar di dekat mobilnya, pria itu segera menyusul masuk ke dalan mobil dan duduk di samping Kanaya. Melihat Kanaya yang duduk sangat dekat dengan pintu mobil, Bram menarik lengan Kanaya perlahan.

"Duduklah dengan nyaman. Tidak apa-apa," ucap Bram lembut membuat Kanaya menurut untuk bergeser lebih ke tengah.

"Boleh aku melepas helm-mu? Sudah aman di dalam mobil dan sepertinya tidak perlu memakai helm lagi," sambungnya sambil terkekeh geli sekali lagi.

Kanaya hanya mengangguk lalu menoleh menatap ke arah Bram. Dia bisa melihat wajah Bram lebih dekat dan menyadari pria dewasa di sampingnya itu cukup tampan. Meskipun terlihat seperti om-om, aura Bram terasa sangat menenangkan.

"Sudah. Sekarang kita ke rumah sakit? Atau kamu masih mau menatapku?" goda Bram tiba-tiba.

Kanaya terhenyak lalu kembali menunduk sambil duduk bersandar ke kursi belakang mobil mewah itu. Lengannya yang terluka, tidak sengaja membentur sandaran kursi dan membuat Kanaya meringis lagi.

"Hati-hati, Kanaya. Pak Kasim, cepat jalan. Kita ke rumah sakit," titah Bram pada sopirnya.

"Baik, Pak," sahut Pak Kasim.

Mobil Bram meluncur menjauh dari areal rumah Kanaya. Wanita itu sempat melirik keluar jendela, menatap rumah keluarganya yang kini telah menjadi milik Aliando. Tanpa sadar air mata Kanaya kembali menetes di pipinya. Biar bagaimanapun, Kanaya sangat menyayangi rumah itu. Disanalah dirinya dibesarkan dengan penuh kasih sayang.

"Ada apa, Kanaya? Dimana yang sakit?" tanya Bram dengan wajah khawatir.

Melihat ada seseorang yang peduli padanya saat terpuruk seperti ini membuat Kanaya luruh dan semakin keras menangis. Bram buru-buru mengambil tisu dan memberikannya pada Kanaya. Dia tidak bertanya lagi dan membiarkan Kanaya melampiaskan perasaannya dengan menangis sedih.

Tidak ada suara yang terdengar di dalam mobil Bram selain isak tangis Kanaya yang memilukan. Ketika hampir mendekati rumah sakit, isak tangis Kanaya perlahan mulai mereda. Wanita itu mengambil tisu lebih banyak dan membersihkan ingus yang memenuhi hidungnya.

SROT!

Tanpa rasa malu, Kanaya mengeluarkan semua cairan keruh itu dari dalam hidungnya sampai bersih. Dia juga mengusap air mata yang membasahi pipinya dengan cepat. Saat Kanaya menarik nafas panjang, untuk menenangkan dirinya, Bram menyodorkan sebotol air mineral padanya.

"Minumlah dulu," ucap Bram.

"Terima kasih, Pak Bram," sahut Kanaya sambil tersenyum tipis.

Meskipun bertubuh tambun dan jerawatan, Kanaya sebenarnya sangat manis dengan wajah oval, kulit putih, dan senyuman yang menenangkan. Bram sampai ikut tersenyum melihat Kanaya mengulum senyum semakin lebar setelah meneguk air di dalam botol itu. Pria itu mengusap sudut bibir Kanaya yang basah karena air yang barusan diminumnya.

"Ach, maafkan aku," ucap Bram ketika menyadari perbuatannya yang tidak sopan.

"Tidak apa-apa, Pak Bram," sahut Kanaya sambil mengusap sudut bibirnya yang disentuh Bram tadi.

Ketika Bram hampir bicara lagi, mereka sudah sampai di lobby rumah sakit. Pak Kasim buru-buru turun untuk memberi tahu suster kalau ada pasien kecelakaan di dalam mobil.

Seorang suster dan security segera mendorong brankar mendekati mobil Bram. Pak Kasim membuka pintu mobil dan berniat membantu Kanaya untuk turun. Tapi Bram sudah lebih dulu keluar dari mobilnya dan menyodorkan tangannya pada Kanaya.

"Ayo turun. Pelan-pelan," pinta Bram lembut.

Kanaya meringis kesakitan ketika kakinya menjejak ke paving di bawahnya. Beberapa menit setelah kejadian saltonya di aspal, Kanaya baru merasakan tubuhnya remuk redam. Dibantu security, akhirnya Kanaya bisa berbaring di brankar. Suster dan security langsung mendorong brankar itu masuk ke UGD.

Bram yang menyusul Kanaya, dihentikan suster yang memintanya mengurus administrasi rumah sakit. Pria itu berbelok ke tempat pendaftaran lalu menyebutkan nama Kanaya dan menceritakan apa yang terjadi tadi. Setelah mendapatkan selembar kertas pendaftaran, Bram menyusul Kanaya ke ruang UGD.

Tampak seorang dokter dan suster baru selesai membersihkan luka-luka Kanaya. Pakaiannya harus dibuka semua untuk memeriksa luka lain yang tidak terlihat. Kanaya merapatkan selimut menutupi gumpalan lemak di lengannya saat melihat Bram menatapnya.

"Bagaimana dokter? Apa lukanya parah?" tanya Bram setelah dokter menarik gorden penutup sekat tempat Kanaya berada.

"Ada beberapa luka luar dan lebam. Tapi tidak parah. Selama beberapa hari ke depan, lukanya tidak boleh terkena air. Saya akan tulis resep obat penghilang rasa sakit agar dia bisa tidur nyenyak. Oh, kalau boleh tahu Bapak ini siapa ya? Ada hubungan apa dengan pasien?" tanya Dokter jaga yang merawat Kanaya.

"Saya calon--." Bram hampir menjawab pertanyaan dokter itu tapi dia memikirkan kembali jawabannya. Akhirnya Bram mengatakan kalau dia adalah pemilik mobil yang ditabrak Kanaya.

Dokter itu memuji sikap Bram yang mementingkan menolong orang lebih dulu. Dia mengajak Bram duduk di kursi sementara dokter itu menuliskan resep.

"Dok, apa Kanaya tidak memakai pakaian?" tanya Bram setelah melihat kondisi Kanaya tadi. Kedua lutut dan lengannya tampak di perban.

"Iya, pak. Kami terpaksa menggunting pakaiannya untuk melihat luka lain. Kalau Bapak mau, kami bisa melakukan rontgen juga untuk mengecek luka dalam," ucap Dokter itu.

"Lakukan pemeriksaan menyeluruh, Dokter. Berapapun biayanya, saya bayar," sahut Bram yakin. Berkat pertolongan Bram, Kanaya dipindahkan ke ruang CT Scan dan menjalani pemeriksaan menyeluruh malam itu juga.

Asisten Bram, Zaki segera menyusul Bram ke rumah sakit setelah mengetahui kejadian yang menimpa bosnya itu. Dia ditugaskan oleh Bram untuk menyelidiki penyebab kebangkrutan perusahaan Kanaya dan siapa yang mengambil alih kekayaan wanita itu.

"Bagaimana, Zaki?" tanya Bram ketika asistennya itu melapor padanya. Mereka berdua berdiri di depan ruang CT Scan dan sedang melihat tubuh Kanaya memasuki alat pemeriksa tubuh itu.

"Tuan, saya masih menyelidiki tentang kebangkrutan Nona Kanaya. Ada dua hal yang penting yang harus saya sampaikan. Pertama, perusahaan itu sama sekali tidak berada dalam masalah keuangan dan terus mengalami peningkatan yang baik. Kedua, nama orang yang mengambil alih perusahaan itu tidak bisa saya temukan dimana-mana. Identitasnya sangat dirahasiakan. Saya yakin kalau surat-surat yang asli disimpan oleh orang yang mengambil alih perusahaan Nona Kanaya," lapor Zaki.

Bram tampak berpikir serius mendengar laporan Zaki. Pria itu menatap Kanaya yang masih berada di mesin CT Scan. Zaki memperhatikan cara Bram menatap Kanaya dan perlahan tersenyum tipis. Baru kali ini Zaki melihat Bram sangat peduli pada seorang wanita yang bahkan jauh dari standar wanita yang cocok untuk pria itu.

“Tuan, kalau saya boleh tahu, apa yang membuat Tuan sangat perhatian pada Nona Kanaya?” tanya Zaki penasaran.

Terpopuler

Comments

Lavinka

Lavinka

destiny RiBay datang kak. semangat

2022-02-22

1

Miss GH

Miss GH

Lanjutkan!

2022-02-22

1

Appel🍎

Appel🍎

Ayo Up lagi.

2022-02-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!