"Azka, kamu harus kuat nak, bantu mama masukin baju ya nak. Kita pergi malam ini". Rania mengambil dengan tas seadanya. Ia bertekad akan keluar dari rumah itu, meski tak tau rumah siapa yang akan ia tuju.
Dalam sekejap barang telah selesai Rania kemas. Ada 2 koper besar dan 1 tas berisi dompet dan surat-surat. Ia sadar, ia tak akan bisa membawa seluruh tasnya. Akhirnya ia putuskan untuk hanya membawa 1 koper yang berisi pakaian anak-anak nya dan sedikit pakaiannya. Ia mengintip dompet, ya Allah hanya ada uang catering, dua ratus ribu.
Perasaan Rania tak menentu, mana mungkin dia berani keluar rumah dengan uang yang hanya cukup untuk hidup satu dua hari. Sedangkan mereka tak memiliki tempat tinggal. Ya, Rania gadis keturunan Aceh. Dia merantau ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan di salah satu Universitas di Jakarta. Disinilah awal pertemuan nya dengan Dani Mahendra. Selesai pendidikan, Rania memutuskan untuk menikah dan menetap di Jakarta.
Rania telah siap untuk keluar dari rumah. Zidan yang tertidur ia gendong. Sedangkan Azka sepertinya telah siap dengan keadaan ini. Azka menenteng tas ransel sekolahnya. Ia isi tas ranselnya dengan susu, minyak kayu putih, dan sedikit air mineral. Tubuhnya yang kecil belum mampu menopang beratnya ransel. Aku mendorong koper melewati tiap ruangan di rumah ini. Ada harapan agar Mas Dani dan Ibu mertua mau berbaik hati menahannya pergi. Bagaimanapun ia sangat mengkhawatirkan keadaan anak-anaknya nanti. Mau kemana, entahlah.
Dani memalingkan wajah saat bertatapan dengan Rania. Sedangkan Bu Nani menyipitkan matanya.
"Tak tau diri!, Padahal kalau menurut dan gak banyak omong, ga akan gini jadinya!". Ucap ibu mertua ketika melihat kami bersiap untuk keluar dari rumah itu.
"Azka. Ikut papa, nak…" Dani yang sempat memalingkan wajah, tiba-tiba memanggil Azka. Bagaimana pun Azka adalah darah dagingnya. Selama ini, Azka adalah anak yang penurut. Tak pernah sekalipun berbuat usil atau nakal. Bahkan untuk anak laki-laki seusianya, Azka tipe penurut.
"Azka mau ikut Papa dan Mama…"
Azka menjawab sendu. Matanya berkaca-kaca.
"Azka, papamu sudah gak mau sama mama kamu!. Lebih baik kamu sama uti. Hidup sama mama kamu susah nanti!"
Alih-alih mendinginkan suasana. Mama lebih sering memperkeruh suasana. Menajamkan masalah, dan membuat hubungan kami selalu memanas. Perjalanan rumah tangga sembilan tahun, nyaris selalu diwarnai konflik yang diatur mertua.
"Gak mau, uti, Azka mau ikut mama saja!" Azka menolak dan menarik lembut tanganku. Menguatkan langkahku untuk keluar dari rumah itu.
"Terserah!, Ingat, jangan kembali lagi!" Teriak Bu Nani.
Dani , diam.
Rania dan Azka berjalan menyusuri jalan kompleks Perumahan Damai Lestari. Tempat dimana Rania dan Dani telah menjalani biduk rumah tangganya selama sembilan tahun. Tak banyak kenangan manis, namun Rania bersyukur diberikan dua buah hati yang selalu membuatnya tegar menjalani kehidupan.
Rania terhenyak, saat melewati gerobak tukang sate, jemari Azka memegang erat. Aroma sate sepertinya menggoda naluri Azka. Meskipun anak ini tidak merengek, tapi insting seorang ibu sangatlah peka. Sate adalah makanan kesukaan Azka.
"Azka mau makan sate…?"
Azka menggelengkan kepala. Pelan. Seperti ragu.
"Kita makan sate dulu yuk, Mama lapar". Rania paham dengan bahasa tubuh putra nya ini. Bagaimanapun keadaan hancur batin. Tapi Rania selalu sanggup untuk tersenyum ceria didepan anak-anaknya.
"Aku harus terlihat kuat". Gumam Rania.
"Pak, sate ayam satu porsi, nasi satu porsi, dan teh hangat satu porsi"
"Oke, neng!" Jawab pak tukang sate.
Rania hanya memesan satu porsi sate, nasi, dan teh hangat. Serba satu porsi cukup untuk mereka berdua. Selain Azka tak akan habis jika makan seporsi sendiri. Hal ini juga dilakukan untuk menghemat pengeluaran. Rania masih memikirkan cara untuk mendapatkan tempat menginap. Setidaknya untuk malam ini.
Tak berselang lama, seporsi sate ayam lengkap dengan nasi dan teh hangat tersedia di meja. Rania sengaja meminta tambahan piring dan sendok agar Azka bisa makan sendiri. Sejak memiliki adik Azka terbiasa mandiri. Termasuk makan sendiri.
Selesai makan …
"Ma, kita mau ke rumah siapa, ma?" Ucap Azka dengan mata berkaca-kaca. Sedari tadi, Azka makan lebih lama dari biasanya. Apakah anak sekecil ini sudah dapat memahami perasaan ibunya? Dan juga turut memikirkan, kemana mereka malam ini.
"Azka, mungkin malam ini kita akan tidur di masjid dulu ya nak?" Jawab Rania sekenanya.
"Kalau begitu, ayo kita mulai jalan lagi, ma" ucap Azka.
Rania tertegun. Azka benar-benar dewasa sebelum waktunya. Rania menangis dan mendekap Azka.
Setelah membayar, Rania dan Azka melanjutkan perjalanan. Ya, perjalanan dengan berjalan kaki dan tak memiliki tujuan pasti. Namun, sepertinya Rania akan mengikuti ucapannya tadi, ke masjid terdekat. Hanya itu tempat gratis dan aman untuk dia dan anak-anaknya.
"Rania…!" Rania terhenyak, dari arah belakang, ada yang memanggil namanya.
Sejenak Rania tertegun. Rupanya Dani yang memanggil. Secercah senyum ia sunggingkan pada laki-laki yang sungguh masih ia cintai.
"Ayo naik!" Ucap Dani dingin. Tapi Rania sangat yakin, Dani masih memiliki niat baik.
Azka memeluk Dani cukup lama. Sepertinya Azka pun tak ingin dikecewakan oleh ayahnya. Rania tau, Dani menangis.
Mereka menaiki mobil Lexus. Mobil impian Dani semenjak awal menikah. Ya...Dani memiliki obsesi dengan kekayaan dan kesuksesan karir. Tak ayal dia mendapatkan semuanya di usia yang masih sangat muda.
Mobil melaju lambat. Tidak kembali ke rumah. Rania terdiam seribu bahasa. Ia sangat trauma dengan pertengkaran, dan takut jika ia salah bicara, maka akan menyulut lagi pertengkaran seperti tadi.
Mobil berhenti di sebuah rumah. Masih di perumahan yang sama. Rumah ini tak asing untuk Rania. Karena rumah ini dijadikan tempat penyimpanan komputer dan perangkat elektronik inventaris milik perusahaan IT Solution. Dani menurunkan koper, berjalan menuju rumah itu, kemudian membuka kunci pintu. Aku mengikuti dari belakang bersama Azka.
"Malam ini kamu tidur disini". Ucap Dani singkat ketika meletakkan koper dan beberapa barang bawaan. Aku mengangguk.
"Aku ke minimarket sebentar. Beli lampu untuk dapur". Ucap Dani, ramah, sangat ramah, seolah tadi tak terjadi apa-apa.
Rania menjawab dengan anggukan.
Tak berselang lama, Dani kembali dengan beberapa belanjaan, makanan ringan, beberapa botol air mineral, dan juga susu untuk Azka dan Zidan. Ini alasan mengapa Rania masih mempertahankan Dani. Ia sangat perhatian dengan anak-anak.
Setalah memasang lampu dapur dan mengecek aliran air, Dani mengajak Azka tidur. Rania sangat suka melihat pemandangan ini. Cara Dani menidurkan Azka dengan cara "ngeloni" sambil membacakan cerita. Meski tak setiap malam Dani melakukan ini.
"Aku pulang, Rania". Ucap Dani setelah Azka tertidur, dan Rania sedari tadi merapikan pakaian di lemari kecil yang disediakan Dani.
"Pa, aku ingin bicara, sebentar saja" jawab Rania. Ia sadar bahwa disaat seperti ini, komunikasi bisa menjadi penengah atau bahwa menjadi solusi masalah yang sedang mereka hadapi.
"Baiklah…" jawab Dani sambil duduk berjarak dengan Rania.
"Ada apa ini, pa?, Apa yang sedang papa dan itu rencanakan?!" Baru membuka pertanyaan saja, air mata Rania berhasil tumpah.
"Rania, kamu tau kan kalau ibu ku dari dulu ga suka sama kamu?" Dani mencoba mengurai cerita.
"Ibu masih dendam karena kamu pernah memutuskan pertunangan kita. Itu gak hilang dari ingatan ibuku!".
"Tapi...tapi itukan karena kamu dulu selingkuh, mas!"
Rania mulai memanas, ingatannya kembali ke masa 10 tahun lalu, ketika ia telah resmi bertunangan dengan Dani. Rania yang saat itu terpisah jarak antar kota dengan Dani, mendapati kenyataan bahwa Dani masih menjalin asmara dengan Yanti, mantan kekasih Dani, sebelum menjalin hubungan dengan Rania. Rania memiliki bukti hubungan mereka, saat suatu malam, Rania bermaksud ingin menghubungi Dani, namun ketika telepon diangkat, yang menerima telepon adalah Yanti.
Pertengkaran melalui seluler pun terjadi, hingga Rania memutuskan hubungan mereka hingga setahun lamanya. Namun hubungan mereka kembali membaik, saat Dani terus membujuk Rania untuk kembali padanya. Namun rupanya ibu Nani masih menyimpan rasa sakit hati. Karena ketika pertunangan diputus, ayah Dani mengalami serangan jantung, dan tak lama kemudian meninggal dunia.
"Rania, kamu harus tau, aku juga sudah berusaha membuat ibu menerima kamu, tapi kenyataannya gak pernah bisa. Kamu bukan menantu keinginan ibu!"
Kata-kata Dani seperti sebuah belati yang melukai perasaan Rania.
"Karena ibu ingin wanita karir?, Menantu yang selalu bisa memberi materi untuk menggantikan nafkah dari bapak?!. Bukankah semua sudah aku lakukan mas, meskipun tidak bekerja, aku punya usaha dan aku selalu berusaha memberi dan membahagiakan ibu kamu, mas!" Rania mencoba membela diri.
"Aku minta coba bela aku didepan ibumu satu kali saja!, Tunjukkan bahwa aku bisa menjadi istri yang baik untuk kamu dan anak-anak kita, mas!"
Kali ini Rania mendekap Dani. Ia menyadari bahwa ia sangat takut kehilangan Dani, kehilangan keluarga utuhnya.
Dani diam membatu ...
"Aku juga akan memaafkan perselingkuhan kamu dengan perempuan bernama Pina, ma!", Ucapan Rania kali ini dibalas dengan dorongan, seketika Rania terdorong hingga tubuhnya terpental ke dinding.
"Ingat Rania, jangan pernah kamu mengganggu teman-teman aku!" Ucap Dani sambil mengepalkan tangan.
Rania yang tersudut, masih mencoba mengeluarkan suara.
"Teman tidur mas?" Rania berkata lirih sambil berurai air mata.
"Diam kamu, Rania!, Kalau bukan karena anak-anak, Sudan aku ceraikan kamu dari dulu!" Dani beranjak dari tempat duduknya. Kemudian keluar dari ruangan sambil membanting pintu. Tak lama, suara mobil yang dipacu kencang terdengar menjauh.
Kata-kata terakhir yang diucapkan Dani, berhasil membuat hatinya semakin remuk dan tidak berarti. Seolah selama ini ia hanya jadi beban untuk Dani. Dan malam ini, ia habiskan dengan tangisan disudut ruangan.
Rania terbangun oleh tangisan Zidan. ternyata hari sudah mulai terang. jam di handphone telah menunjukkan jam lima pagi. untungnya ini hari Sabtu, sehingga Azka libur sekolah.
segera Rania membuat susu botol dan menyerahkan pada Zidan. kemudian Rania bergegas sholat subuh.
Pagi ini Rania tidak bisa memasak untuk membuat sarapan pagi. tidak ada peralatan memasak disini. hanya ada satu kompor, satu panci, satu kuali dan piring sendok yang serba satu. ini gudang, tak mungkin ada peralatan masak. namun, karena ini merupakan komplek perumahan yang sama dengan tempat tinggalnya dulu, sehingga Rania tau dimana ia bisa mencari menu sarapan.
Setalah anak-anak bangun, ia memutuskan mengajak keduanya mencari sarapan disekitar kompleks perumahan. Ia memutuskan membeli nasi di warung Bu Jamil, disana menjual aneka lauk matang, tempatnya bersih, menunya beraneka macam.
"Bu pesan nasi 2 bungkus, sayur sup ayam dan tempe 4" ucap Rania. ia tidak bisa terlalu banyak membeli lauk. Uang dua ratus ribu rupiah ditangan harus cukup sampai ia mendapatkan pekerjaan. Usaha catering bento yang ia jalani terancam tak bisa lagi jalan, karena semua peralatan masak tak ada satupun yang sempat ia bawa. Jika ingin mengambil ke rumah pun, tak mungkin rasanya ia lakukan.
"bunda Azka..., kok tumben beli nasi bungkus?" ternyata ada Bu Sari. Bu Sari tinggal satu blok jaraknya dengan rumah yang kami tempati kemarin.
"oh ya Bu...yang sabar ya Bu. tadi saya dengar dari mama Radit, katanya Bunda Azka diusir sama mertuanya dari rumah.
Seperti disambar petir di pagi hari rasanya. mengapa secepat itu kabar tentang pertengkaran rumah tangga tersebar.
Rania tersipu, tapi sungguh itu untuk menutupi kesedihannya.
"mama Radit tau dari siapa ya Bu kira-kira...?"
tanya Rania polos. Selama ini ia tidak tau sifat ibu-ibu kompleks tim gosip anak buah lambe turah alias tukang gosip kampung.
"Hem...Bunda Azka, mama Radit itu taunya langsung dari ibu mertuanya. Katanya dia itu puas sudah bisa menyingkirkan bunda Azka dari rumah. soalnya Bunda Azka selama ini seperti beban buat suaminya, begitu Bu"
ah...ini seperti sedang mengadu domba, memperkeruh suasana, bukan untuk mendapat solusi jika Rania mencoba untuk membela diri.
"oh, begitu ya Bu" ucap Rania singkat. butiran air mulai menutupi kelopak matanya.
"saya juga heran loh Bun, kok bisa bisanya ya ibu mertuanya bunda Azka ngomong begitu. Namanya seorang istri kan memang jadi tanggungan suami, ya kan bun?"
Ah...memang gosip, semakin ditanggapi maka tidak akan selesai ceritanya.
" Sekarang bunda Azka tinggal dimana?"
tanya Bu Sari yang juga sepertinya penasaran dengan kelanjutan gosip. Mungkin mereka sedang bersiap kalau saja nanti ada wartawan yang akan mewawancarai mereka.
" Saya tinggal di blok A Bu. Gudang elektronik milik papa Azka" jawab Rania tetap mencoba tenang.
"Oh, syukurlah. Saya sangat kuatir loh Bun. takut bunda Azka sampai tidur dijalan. Kan kita sama-sama tau kalau bunda di sini ikut suami. Jauh dari keluarga. yang sabar ya Bun". Ucap Bu Sari mengakhiri perbincangan.
Rania semakin sadar bahwa setelah keluar dari rumah pun masalah akan tetap ada. Terutama masalah yang baru saja ia hadapi. Akan banyak orang yang bertanya-tanya padanya, pada mertuanya yang tinggal masih satu kompleks dan masyarakat dari belahan bumi lainnya, yang penasaran akan cerita rumah tangga.
Tapi, Rania menyadari masalah sesungguhnya yang harus ia segera hadapi adalah masalah ekonomi. Ia harus memulai kehidupan yang baru. Ya....kemungkinan untuk kembali ke rumah itu sepertinya tak mungkin. Ia harus segera mendapatkan uang untuk memulai kembali usaha cateringnya atau bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 151 Episodes
Comments
Indah Batam
Saya mampir Thor 💪💪💪
2023-02-15
2
🦋⃟ℛ★KobeBlack★ᴬ∙ᴴ࿐ 🐍Hiatus🐍
mampir, lanjut baca😅🙏
2022-05-26
2
shaNyue
aduhh seperti nonton pilm indosiar yang kalau sedih ada lagu Ku Menangissssss Membayangkan betapa kejamnya dirimu atas diriku 😭😭😭😭
2022-05-12
2