Belanja Sampai Puas

Sudah sore, hujan juga sudah reda. Iraz dan Aine memilih keluar untuk membeli beberapa barang yang diperlukan.

"Pakai jaket, Ai!" Iraz membuka jaketnya dan memberikan pada Aine. Mereka sudah sampai diparkiran sebuah mal.

"Makasih, Raz." ujarnya menerima.

"Santai aja." balas pria itu memakai topinya lalu keluar dari mobil.

Aine menatap pria itu dari dalam. Sejujurnya dia penasaran dengan Iraz. Kenapa dia selalu memakai topi dan masker. Bahkan saat berada di rumah. Tapi Aine sedikit takut untuk menanyakannya.

"Keluarlah! Kau pikir kenapa kita datang kesini!" ternyata disaat Aine hanyut dalam pikirannya, Iraz sudah berdiri didekat pintu mobil.

Ia segera terbuyar. "Eh, iya, maaf," ucapnya kikuk.

Keluar dari mobil, keduanya masuk kedalam gedung. Membeli apapun yang mereka butuhkan. Satu hal, Aine baru merasakan bagaimana belanja di mal. Karena sebelumnya dia hanya sampah yang disuruh belanja ke pasar.

***

Setelah puas belanja, Iraz mengajak Aine pulang. Saat diperjalanan menuju parkiran, mendadak Aine merasa bersalah.

"Kamu rugi banyak, ya?" tanya Aine saat tangannya penuh dengan paper bag. Belanjaannya banyak banget.

"Nggak, kok." jawab Iraz singkat.

"Tapi semua ini..."

"Bukan masalah. Kau bahkan bisa meminta apapun padaku. Kita kan teman," kata Iraz membalas. Langkahnya terus berlanjut.

"Tapi..."

"Ayolah, Ai! Kau butuh semua ini, nggak usah overthinking begitu."

Aine tersenyum. Pria itu tidak bisa melihat senyumnya. Karena langkah mereka tidak sejajar. Iraz selangkah didepannya.

"Ai, btw kau tidak lupa membeli sesuatu, kan?" pria itu tiba-tiba berhenti. Membalikkan badan dan menatap Aine yang masih tersenyum.

Mendadak alis gadis itu menaut. "Kek nya nggak deh." tapi otaknya mulai mengingat-ingat apa yang tertinggal.

"Beneran nih? Coba ingat-ingat lagi, soalnya aku nggak mau balik kesini kalo udah setengah jalan,"

"Nggak ada, kok. Suer, semua udah fix,"

"Dalaman?" sebenarnya Iraz agak segan mengucapkan, tapi mau bagaimanapun dia harus mengatakannya.

"Ah! Iya! Aduh, aku lupa itu!" ucapnya panik. "Gimana dong?"

Mata Iraz terlihat kesal. "Mau bagaimana lagi, kita harus kembali masuk!" ujarnya ketus.

"Lagian aku membawamu kesini untuk membeli itu, lah yang mau dibeli malah kelupaan!" omel pria itu seraya kembali masuk kedalam gedung.

"Maaf, maaf banget. Cih, aku bodoh sekali!"

***

Dirumah, Aine mengeluarkan semua belanjaannya. Ada baju, sendal, dan beberapa peralatan lukis. Iraz membelanjakannya barang-barang mahal.

Segera gadis itu menyusun pakaiannya kedalam lemari kayu. Setelah itu keluar untuk menemui Iraz.

"Kamu ngapain?" tanya Aine mendekati pria yang berdiri didekat meja dapur.

Iraz mengangkat bahu.

"Kamu makan mie instan?" tanya Aine saat melihat pria itu merendam mie.

"Ya." jawabnya singkat.

"Astagah... kenapa?"

"Ya karena aku nggak bisa masak."

"Terus kamu makan seperti ini tiap hari?"

"Nggak, sih. Aku seringan makan diluar. Tapi kalo malas keluar atau restoran udah pada tutup, ya nggak ada pilihan lain selain makan seperti ini." Pria itu mengaduk aduk mie yang sudah matang. Dilanjut dengan menaburkan bumbu dan kecap.

"Kasihan sekali. Kau pasti tidak memiliki keluarga lagi," kata Aine nelangsa.

"Hah? Kenapa kau berkata demikian?"

"Abis kau hidup sendiri. Sampai makan pun harus seperti ini,"

Terdengar kekehan dari mulut Iraz yang tertutup masker putih. "Kau lihat semut ini?" menunjuk seekor semut yang naik keatas meja. Binatang itu mengangkat remah roti yang lebih besar dari badannya .

Aine menatap semut yang ditunjuk Iraz, mengangguk.

"Dia juga sendirian. Malah lebih parah karena mengangkat beban yang lebih besar dari tubuhnya. Apakah kau akan mengatakan kalo dia jugatidak punya keluarga?" tanya Iraz menatap Aine.

"Nggak. Dia pasti punya keluarga. Cuman dia datang kesini untuk mencari makanan."

"Begitu juga denganku. Aku seperti dia. Datang kesini untuk mencari sesuatu. Jadi jangan langsung menilai orang sembarangan," pria itu mengangkat mangkuk mienya dan hendak melangkah.

Aine mengerti maksud perkataan pria itu. Benar juga, belum tentu Iraz menyedihkan seperti apa yang dia pikirkan.

Gadis itu menoleh pada Iraz. "Mau kubuatkan mie instan yang sehat?" ujarnya.

Iraz berhenti tepat dibingkai pintu. "Emang kau bisa?"

Aine tersenyum. "Di rumah tempat aku tinggal sebelumnya, semua orang makan karena tanganku." jawabnya.

Iraz menyunggingkan bibir dibalik maskernya. "Baiklah. Kurasa aku juga sudah cukup bosan dengan mie rebus ini. Kutunggu karyanya dalam dua puluh menit." kata Iraz berjalan menghampiri meja makan di dapur.

"Oke." Aine menjawab dengan semangat. Segera ia menggulung tangan sweater-nya. Mulai mengerjakan pekerjaannya.

Iraz memperhatikan cara gadis itu memasak. Cekatan. Tidak ragu mengiris, memotong atau menggoreng. Persis kayak koki profesional.

Tidak sampai dua puluh menit, mie yang dimaksudkan tersaji didepan Iraz.

"Makanlah. Dijamin sehat, kok." ujarnya tersenyum.

Pria itu menatap Aine sejenak lalu beralih ke mangkok mie yang mengepulkan uap.

"Thanks," ucap Iraz mengangkat semangkok mie itu lalu pergi meninggalkan Aine.

"Mau kemana?" tanya Aine.

"Kamar. Aku makan disana aja," jawabnya sambil berjalan.

"Oh, terserah," sambung Aine menatap tubuh pria itu. Sebenarnya dia heran kenapa Iraz sebegitu tertutupnya. Pria itu seolah-olah berfikir kalo Aine adalah seorang mata-mata atau orang yang berbahaya. Padahal kan mereka satu rumah, sebenarnya saling melihat wajah udah hal yang lumrah. Tapi begitulah, mungkin ada segudang rahasia yang disembunyikan oleh pria itu.

Sembari menunggu Iraz keluar, Aine mengambil inisiatif untuk membersihkan piring kotor. Itu sih udah kebiasaan dia. Tangannya selalu saja spontan mengerjakan pekerjaan rumah. Karena sejak kecil dia sudah dipaksa untuk demikian.

Seharusnya Aine kurus dong? Kan dia rajin bekerja? Iya, harusnya begitu kalo saja dia tidak suka makan. Ini, pekerjaan favoritnya adalah makan. Gimana nggak gendut, coba!

Aine hendak membuang sampah. Ia terkejut melihat isi tempat sampah Iraz yang penuh dengan bungkus mie instan dan berbagai jenis bungkus makanan instan lainnya. Jadi benar dia makan apa adanya? Kasihan sekali.

"Dia aneh," gumam Aine. "Tapi menyenangkan. Aku suka dia."

Sambil bekerja, Aine bergumam gumam kecil. Ia tak sadar bahwa Iraz memperhatikannya dari tadi. Ternyata cowok itu udah duduk diatas kursi meja makan entah sejak kapan. Iraz tersenyum dibalik maskernya.

"Kamu hebat," ucap Iraz tiba-tiba. "Rajin dan ceria. Bodoh sekali orang-orang seperti mereka tidak menganggap mu."

Gadis yang sedang ngelap meja itu menoleh. Agak terkejut dengan kehadiran Iraz yang tidak disadarinya.

"Eh, Iraz, sejak kapan kamu disana?" katanya malu. Soalnya pria itu pasti mendengar gumaman nya. Jangan-jangan Iraz mendengar ucapannya yang mengatakan menyukai pria itu karena baik hati.

"Sejak kamu membersihkan penanak nasi itu," jawabnya.

Tuh kan! Berarti pria itu memang benar-benar mendengar gumaman nya.

"Eh, btw makasih ya, mie buatanmu mengalahkan masakan koki di rumahku."

Gadis itu tersenyum manis. "Nggak sampai mengalahkan koki juga!" sambungnya.

"Iya loh, soalnya koki di rumahku nggak bisa masak. Hahahaha,"

"Rese!" seru Aine.

Iraz masih tertawa kecil. Tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Bibirnya tertawa? Benarkah? Ini keajaiban. Sudah lama ia tidak bisa tertawa serenyah itu. Bahkan sudah lupa kapan terakhir kali bibirnya terkekeh. Aine berhasil membuatnya menjadi lebih rileks.

"Hei, Ai! Duduklah disini," suara pria itu kembali dingin.

Aine yang sedang sibuk menoleh ke tangan Iraz kemudian ke kursi yang ditunjuk pria itu.

Dia menurut. Duduk tepat dihadapan Iraz.

Hari itu sudah malam. Mungkin sekitar jam 20.00. Aine duduk menatap mata Iraz.

"Ada apa?" tanyanya.

"Boleh aku tahu sesuatu tentangmu?" tidak tau pria itu serius atau tidak, karena setengah ekspresinya bersembunyi dibalik masker.

"Tentangku? Apa ?" lanjut Aine.

Tidak. Iraz bukan orang yang penasaran dengan orang lain. Dia pria yang tidak peduli dengan hidup manusia lain.

"Aku penasaran tentang lukisan diwajahmu yang tadi. Kira-kira kenapa kau melakukan itu?" tanya Iraz dengan sorot mata tajam.

Aine menunduk. Ia tidak ingin memberitahu kenapa dia memiliki itu. Tapi di satu sisi, dia tidak ingin membuat Iraz kecewa padanya.

Sebenernya.....

Terpopuler

Comments

Priska Jacob

Priska Jacob

iraz km orang kaya yaa, jadi penasaran
lanjut lagi dong kk thor

2022-03-01

2

Moms Iwan N Icky

Moms Iwan N Icky

aq suka..kerenn ni novel.lnjt

2022-02-28

1

Martini Jamaludin

Martini Jamaludin

lanjut thorr bagus ceritanya, suka

2022-02-25

3

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 60 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!