Usaha Tak Mengkhianati

Selamat membaca 📖

.

.

.

"Tok...tok... tok ". Suara seseorang mengetuk pintu kamar.

"Siapa ?"tanya Emily dari dalam kamar.

"ini mama nak, mama boleh masuk ?"

"Masuk aja maa..Nggak di kunci kok ma.!!!"

Dila kemudian membuka pintu dan masuk ke dalam, dirinya sedikit tercengang atas apa yang dia liat. Dila mendapati Emily yang tengah asyik belajar sambil memutar musik di laptop kesayangannya.

Yah...Salah satu kebiasaan Emily, belajar sambil mendengarkan musik. Emily merasa lebih nyaman belajar seperti itu.

Dila yang melihat Emily seperti itu tak terasa meneteskan air mata merasa tak percaya atas apa yang dia lihat sekarang.

Karena Beberapa bulan kemarin tanpa sepengetahuan Emily, Dila secara diam-diam memantau kondisi putrinya itu.

Saat itu ia melihat Emily sangat terpukul dengan kejadian yang dia alami,selalu mengurung diri di kamar, makan tidak teratur, dan merenung sambil menangis.Sekarang sudah bisa bersahabat kembali dengan keadaan.

"Ada apa ma, kok melamun aja disitu ?" tanya Emily.

Dila tersadar dari lamunannya, karena mendengar pertanyaan dari putrinya.

Dila tersenyum lalu mengelus lembut kepala anaknya, mengecup kepala putrinya penuh dengan kasih sayang.

" Sayang, makan malam dulu yuk papa sama Alvin sudah menunggu dibawah."ucap Dila.

Alvin adalah adik satu-satunya Emily. Usia mereka hanya terpaut 3 tahun. Alvin sekarang duduk di kelas X di sekolah yang sama dengan Emily.

Emily berhenti mengotak Atik bukunya lalu duduk menghadap mamanya dan mencium tangan ibunya sambil berkata " Iya sedikit lagi selesai ma. mama duluan kebawah nanti Lily nyusul ya."

"Its oke sayang, tapi kamu jangan sampai lupa makan ya. Ingat, kalau kamu sudah selesai segera menyusul kebawah untuk makan."

" Siap Mayang..." ceplos Emily.

"Apa itu Mayang nak ? Dila tertawa lembut mendengar ucapan anaknya.

" iya Mama sayang, hehehe." jawab Emily cengengesan.

"Kamu itu, mama kira Mayang itu apa.

Ya sudah mama kebawah duluan ya, jangan lupakan pesan mama."

"Yaps".kata Emily dengan senyuman termanisnya.

Dila pun meninggalkan Emily yang masih mau melanjutkan belajarnya itu.

" Maafkan Lily maa, LiLy membohongi mama. Lily nggak mau karena keberadaan Lily di meja makan, papa jadi kurang selera makannya. karena papa belum sepenuhnya bisa memaafkan Lily." bisik Emily dalam hatinya

Dila turun ke lantai bawah menuju ruang makan menghampiri suami dan anak bungsunya.

"Emily mana ma ? katanya mau jemput dia tadi ke atas."tanya Roy.

"Emily lagi belajar pa, katanya nanti akan segera menyusul kebawah. Biasalah anak itu kalau sudah belajar nggak bisa di ganggu pa."

Tangan Roy yang akan mengambil nasi ke dalam piringnya itu berhenti sejenak mendengarkan penuturan dari istrinya. Terlihat mengernyitkan dahi berpikir heran lalu kembali melanjutkan mengambil nasi dan meletakkan nya ke dalam piring miliknya.

"Pa, Reaksimu hanya seperti itu mendengar ceritaku ?". tanya Dila yang merasa heran, dia saja melihat Emily seperti itu senangnya bukan kepalang lalu kenapa suami nya terlihat biasa saja.

"Lalu aku harus bagaimana ?? melompat-lompat kegirangan dan berkata hore gitu, seperti anak kecil ?" tanya Roy kembali kepada istrinya itu.

Roy memang terlihat dingin sekali menanggapinya, Jauh dari lubuk hatinya dia masih sangat kecewa dengan putrinya itu. mungkin karena rasa sayang yang begitu mendalam kepada putri yang paling dicintainya sehingga ia belum bisa menerima keadaan putrinya.

" Ya setidaknya ucapkan rasa syukur pa, Emily sudah move on dari keterpurukannya." ucap Dila dengan geram.

"Iya..ya sudah makan . tidak baik ribut di meja makan." Roy masih malas berdebat dengan istrinya.

...***...

Sementara di seberang sana tampak seorang pemuda dengan sosok tinggi, putih, dan sedikit gondrong dalam jeruji besi berlantaikan semen kasar yang dingin sedang merenungi nasibnya.

Pandangannya jauh melambung tinggi ke langit, Impian nya untuk segera memiliki gadis nya itu pupus.

Dia berharap dengan ia mengambil mahkota berharga milik gadis itu ia akan memperoleh restu papanya dan bisa memiliki gadis itu seutuhnya. Namun kenyataannya berbeda, justru karena perbuatannya itu kini ia berada dalam jeruji besi.

"Emily..dimana janjimu yang dulu akan selalu bersamaku, tidak akan pernah meninggalkan aku. Namun nyatanya kamu tega memasukkan diriku dalam buih,apa mungkin dirimu sedang menguji kesetiaan dan kebesaran cintaku padamu sayang. Baiklah akan aku terima semua ini demi dirimu dan akan aku tagih semua janji-janji mu setelah aku menjalani ini. Aku tidak akan menganggap semua ini adalah hukuman tapi sebuah pembuktian bahwa aku rela melakukan apapun karena aku sangat mencintaimu, takkan aku biarkan siapapun memiliki mu kecuali aku." monolog Devan di dalam hati

Devan sedikit pun tak merasa jera dengan semua hukuman ini, dia merasa apa yang dirinya lakukan kepada Emily itu benar, dia ingin memiliki Emily. Tak Sedikit pun dirinya merasa bersalah.

"aku melakukan itu karena aku benar-benar mencintaimu, aku tidak ingin kehilangan dirimu. aku sangat mencintaimu Emily. Bagaimana pun kamu harus menjadi milikku."teriak Devan penuh amarah.

"aku harus meminta bantuan teman yang satu sekolah dengan Emily." Devan menemukan cara sambil menyeringai penuh dengan kelicikan.

Devan terus saja berusaha bergelora dengan asumsinya itu dan berharap setelah ini ia akan bisa bersama dengan Emily. Hingga ia merasa lelah sendiri terlelap dalam kedinginan malam.

...***...

Di sisi lain....

Alvin si cowok ganteng berlesung di kedua pipi, hidung kecil mancung, bibir tipis, dengan fostur badan yang tinggi itu membuka pintu kamar Emily tanpa meminta izin kepada sang pemilik. Ia masuk ke dalam kamar Emily dengan membawa sepiring nasi lengkap dengan lauk pauknya.

"Kak, makan dulu nanti cacing-cacing di perut kakak pada demo Loh." kata Alvin

"Astaghfirullah, Alvin..... bisa nggak sih kalau masuk kamar orang itu ketuk pintu dulu, bikin kaget orang saja." Teriak Emily yang dengan spontan melempar ballpoint yang ia pegang ke arah adiknya itu.

"Ya maaf kak, ( Alvin refleks menundukkan kepalanya) gitu aja kaget Lebay banget jadi orang ,ini gue bawain Lo makan, malah gue di lempar sama ballpoint." Alvin mendengus kesal pada kakaknya.

Emily menutup bukunya dan langsung berdiri sambil mengulas senyumnya.

" Masya Allah, tumben so sweet banget adik kakak. Mimpi apa kemarin malam haa ??" ledek Emily ke adiknya itu.

"Eh jangan GR dulu ya, gue kesini itu disuruh sama mama. kalo nggak karena mama gue mah ogah amat." jawab Alvin yang gengsi mengakui bahwa ia memang khawatir sekali kepada kakaknya.

Emily mengambil piring yang ada di tangan Alvin.

"Baiklah, makasi banyak ya adikku sayang." ucap Emily kemudian menyantap hidangan itu dengan sangat lahap nya.

"Uhuk...uhuk...uhuk...." Emily tersedak karena makan dengan terburu-buru.

Alvin langsung dengan sigap berlari mengambil segelas air yang letaknya tidak jauh dari tempat ia duduk.

"Ini minum kak, pelan-pelan makanya kalau makan." ucap Alvin panik.

Emily meneguk air yang diberi Alvin.

"Ah leganya, makasi banyak ya dek. kakak ingin buru-buru belajar ini lagi dek. kakak ingin deadline belajarnya , sudah lama banget nggak membukanya."

"Deadline sih deadline kak, tapi tetep harus jaga kesehatan jangan sampai sakit gara-gara itu. Lagian sebanyak itu buku apa aja ? kata Alvin sambil menunjuk ke arah tumpukan buku di atas meja belajar Emily itu.

"Owh ini buku kisi-kisi soal buat persiapan olimpiade dek. kakak ingin ikut. Ya walaupun kakak sadar seandainya kakak berhasil pun menjadi juara mungkin tidak akan membuat papa memaafkanku dek. Entah bagaimana caranya meyakinkan papa. Mungkin karena papa sudah malu mempunyai anak seperti kakak." Emily menundukkan kepalanya, Suaranya terisak tak terasa air mata jatuh terjun dengan bebas di pipi mulusnya itu.

Alvin yang mendengar dan melihat itu semua sebenarnya ingin ikut menangis, dia sebenarnya tidak tahan melihat keadaan kakaknya itu.Namun dia berusaha agar tetap terlihat santai agar tangis kakak nya tidak semakin menjadi.

"Kak, Elo sendiri yang bilang ke gue kalau kita berusaha dengan sungguh-sungguh pasti akan menuai hasilnya. Tidak ada yang tidak mungkin selagi kita mau, gitu kan kata Lo kak !!! Elo pasti bisa kak gue yakin. Udahlah kak Lo nggak boleh nyalahin diri Lo sendiri, kalau Elo seperti ini terus itu sama aja Lo membenarkan apa yang orang-orang omongin." Alvin segera memeluk kakaknya dan berusaha menenangkannya.

" Tapi kamu percaya kan dek sama kakak ?? kamu nggak menuduh kakak berbohong hanya ingin menutupi kesalahan saja seperti anggapan orang lain."mata Emily menatap serius adiknya.

"Gue sama mama dan papa percaya sama elo kak, kita selalu ada buat Lo!!".

"Bohong, buktinya papa masih sangat dingin sama gue dek, sedikitpun ia tidak mau melihat wajahku seperti dulu." Emily menundukkan kepalanya.

"Kak, kalo papa nggak percaya sama Lo, buat apa papa laporin semua ini ke kantor polisi coba. iya kan ?" Alvin mengangkat dagu kakaknya.

" Ya tapi,..."Belum selesai Emily mengatakan sesuatu, Alvin langsung memotong ucapannya.

"Sudahlah Lo buang jauh-jauh pikiran buruk Lo terhadap papa, papa hanya butuh waktu untuk ini. Percayalah kak jauh di lubuk hati papa sebenarnya sangat menyayangi mu kak." Alvin memeluk kakaknya.Dibalik pelukannya itu, Alvin mengepal erat tangannya. ingin rasanya ia menghajar laki-laki yang sudah membuat kakaknya itu menderita seperti ini

" Aku yakin Elo wanita kuat kak, suatu saat nanti orang-orang itu akan menyaksikan betapa hebatnya diri Elo walaupun Lo sudah di jatuhkan seperti ini, ini bukan kehancuran. Tapi ini adalah kerikil kecil untuk menuju kesuksesanmu kak." Bisik Alvin dalam hatinya.

"Kak ini sudah malam. sebaiknya kakak tidur, istirahat dulu. Belajarnya dilanjutkan lagi besok ya."

Emily memegang kedua tangan adiknya itu, Ia bangga dan senang mempunyai adek yang benar-benar sayang dan perhatian kepadanya. Bahkan sudah menampakkan kedewasaaannya itu.

"Baiklah ,kamu juga ya jangan tidur sampai larut gara-gara main game." ledek Emily sambil mengetuk kepala Alvin.

"Asshiap, piringnya sini biar gue aja yang bawa kebawah." seru Alvin.

" Ya udah sekali lagi makasi ya dek, Good night brother."

"Good night, have a nice dream sister, Jangan sedih lagi ya." kata Alvin mengingatkan kembali.

" Iya."jawab Emily

Alvin kemudian berjalan keluar dan menutup pintu, membawa piring ke dapur dan langsung menuju kamarnya.

Terpopuler

Comments

Ilmara

Ilmara

Semangat kak

2022-03-23

0

Lee

Lee

My ice girl sranghae mampir lg kak..
semangat yaa

2022-03-07

1

It's me

It's me

lanjut salam dari Hei Gadis Berkacamata

2022-02-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!