Keesokan paginya, aku dan mas Darren menjemput ibu dan ayah di bandara.
Saat dalam perjalanan pulang, di dalam mobil, aku terus memeluk ibu. Rasanya aku tidak mau melepaskannya. Untungnya ayah Gilang orangnya pengertian, sama seperti putranya. Dia membiarkan aku duduk berdua dengan ibu di belakang. Sedangkan beliau duduk di depan bersama putranya.
"Kei tidak nakal 'kan, Darren?" tanya ibu.
"Tidak kok, Bu. Kei anaknya penurut dan gampang diatur." Mas Darren menjawabnya sambil tersenyum. Aku bisa melihatnya dengan jelas lewat kaca spion.
Apa aku tidak salah dengar? Katanya, aku ini orangnya penurut dan gampang diatur? Cih, itu bukan aku, melainkan dia sedang membicarakan dirinya sendiri. Selama ini yang penurut dan gampang diatur itu adalah dia, bukan aku.
Sepertinya sekarang ini mas Darren sedang berusaha untuk menjadi pahlawan untuk adiknya. Tapi ada bagusnya juga, dengan begitu ibu tidak akan marah padaku.
Mendengar ucapan putranya, ayah Gilang tertawa. "Hahaha. Bagus ... bagus. Ayah sangat senang mendengarnya. Memang itu yang kami berdua harapkan. Kalian berdua bisa menjadi saudara yang baik dan akur saat kami jauh dari kalian."
Aku berpura-pura tersenyum lebar mendengarnya, lalu memeluk ibu dengan sangat erat.
Setelah puas melepas rindu, aku pun melepaskan pelukanku. Aku memperhatikan wajah ibuku dengan seksama dari jarak yang sangat dekat. Sepertinya ada yang berubah. Ibuku terlihat lebih muda dan semakin cantik sekarang. Aku yakin, ibu pasti sangat bahagia setelah menikah dengan ayah Gilang.
"Bu. Ibu kok makin cantik dan awet muda sih sekarang?" Aku sengaja bertanya untuk menggoda ibuku.
"Masa sih, Kei?" Ibuku terbahak setelah mengucapkannya.
Melihat hal itu, aku semakin yakin bahwa ibuku benar-benar bahagia setelah menikah dengan ayah Gilang.
Melihat ibu bahagia dengan kehidupan barunya, aku juga ikut merasa bahagia. Semenjak ayah kandungku meninggal, baru kali ini aku melihat ibuku sebahagia ini.
...****************...
Tidak terasa 2 minggu telah berlalu, dan hari ini adalah hari bahagia mas Darren bersama Felicya. Berbeda denganku yang menganggap bahwa hari ini adalah hari patah hatiku yang sesungguhnya.
Setelah beberapa lama aku berusaha untuk melupakan mas Darren, hingga detik ini aku merasa usahaku sia-sia saja. Bagaimana tidak, selama ibu dan ayah ada bersama kami, mas Darren terus-terusan saja memperlakukanku dengan sangat baik. Seolah-olah kami berdua ini adalah pasangan kakak beradik yang mampu membuat iri semua orang.
Ternyata untuk menghilangkan nama seseorang yang sudah terpatri di dalam hati selama bertahun-tahun rasanya sangat sulit. Sepertinya butuh usaha yang ekstra super duper keras untuk menghilangkannya.
.
.
"SAH!"
Serentak orang-orang mengucapkan satu kata itu, kecuali aku. Aku lebih memilih diam setelah mendengar mas Darren mengucapkan ijab qabul dengan sangat lancar dan dalam satu tarikan napas.
Menyadari kenyataan bahwa sekarang pria yang aku cintai sudah resmi dimiliki oleh wanita lain seutuhnya, aku benar-benar tidak mampu membendung air mataku agar tidak tertumpah.
Untungnya bukan hanya aku yang menangis. Ayah, ibu, dan mas Darren juga sama. Bedanya, mereka menangis karena rasa haru dan bahagia. Sedangakan aku, aku menangis karena aku benar-benar patah hati setelah mas Darren resmi menjadi milik wanita idamannya.
Tidak ada kata selamat yang keluar dari bibirku seperti yang orang lain ucapkan pada kedua mempelai. Aku hanya terdiam menyaksikan sepasang suami istri itu dari kejauhan. Tergambar jelas di wajah mereka bahwa mereka sangat bahagia menyambut para tamu yang datang mengucapkan selamat pada mereka berdua.
Dert dret. Ponsel yang ada di dalam genggamanku bergetar. Setelah aku cek, ternyata sebuah pesan whatsapp dari mempelai pria, mas Darren.
✉ Dek, foto bareng yuk.
Itulah isi dari pesan kakak tiriku itu. Dia mengajakku untuk foto bersama.
Nyut nyut, nyut nyut. Hanya membaca sebuah pesan seperti itu saja darinya sudah berhasil membuat hatiku terasa nyeri dan nyut-nyutan. Rasanya aku ingin kembali menangis.
Tidak. Aku tidak boleh seperti ini terus. Apalagi di tengah ramainya acara pesta. Lebih baik aku pergi meninggalkan pesta ini. Aku khawatir, aku tidak kuasa berpura-pura bahagia saat potret foto keluarga kami diambil.
Jika sudah seperti itu, orang-orang pasti akan menaruh curiga padaku, terutamanya ibu dan ayah. Aku tidak mau hal itu sampai terjadi. Biarlah rahasia ini aku simpan sendiri selamanya. Aku tidak mau ayah dan ibu mengetahui bahwa aku menyukai mas Darren.
.
.
Saat dalam perjalanan menuju rumah Laras, sahabat terbaikku. Aku yang sedang asyik-asyiknya menangis di dalam mobil taksi yang saat ini tengah aku tumpangi tiba-tiba saja terganggu. Ibu meneleponku. Sekarang ini beliau pasti sedang sibuk mencariku, karena tadi aku pergi begitu saja dari acara pesta tanpa berpamitan pada siapa pun. Aku sengaja memilih kabur untuk menghindari potret foto keluarga.
Sebelum menjawab panggilan ibu, aku terlebih dahulu menghentikan tangisanku dan membersihkan ingus yang menyumbat hidungku agar nantinya aku tidak sengau saat berbicara dengan ibu di telepon. Setelah merasa agak mendingan, barulah aku menjawab panggilannya.
"Iya, Bu."
"Kamu di mana Kei? Ibu sudah mencarimu ke mana-mana. Cepat ke sini, kita mau foto keluarga bareng sama mas dan kakak iparmu," kata Ibu.
"Kei minta maaf, Bu. Sekarang ini Kei ada di jalan. Tiba-tiba saja tadi Kei mendapat panggilan mendadak yang sangat penting dari dosen pembimbing," jawabku berbohong.
Maafkan Kei, bu. Kei sudah terlalu sering membohongi ibu.
Sejujurnya aku merasa sangat berdosa karena sudah teramat sangat sering membohongi beliau. Tapi mau bagaimana lagi? Terkadang, kebohongan adalah jalan keluar terbaik dari suatu masalah, untuk menutupi kemungkinan besar adanya masalah baru yang lebih besar lagi yang mungkin saja bisa ditimbulkan.
Intinya seperti itu. Aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan secara detail kepada kalian semua (pembaca). Aku yakin, kalian pasti bisa mengerti apa maksudku.
...****************...
Jam sudah menunjuk pukul setengah enam sore dan aku baru saja kembali ke rumah. Aku yakin, di jam seperti ini, pestanya sudah selesai. Jadi tidak ada lagi foto keluarga-keluargaan yang berhasil membuatku kabur meninggalkan pesta. Serta kedua mempelai pasti akan langsung menginap di hotel. Tidak mungkin mereka kembali ke rumah bersama ayah dan ibu.
Dengar-dengar, mas Darren dan istrinya akan terbang besok pagi ke pulau B. Rencananya, mereka akan berbulan madu di sana selama satu minggu.
Tapi ada bagusnya juga sepasang pengantin baru itu pergi berbulan madu saat aku wisuda. Itu artinya, tidak akan ada yang mengganggu suasana hatiku di hari bahagiaku. Karena kalau mereka berdua ikut hadir, bisa-bisa aku makan hati melihat kemesraan mereka berdua.
Saat aku hendak memasuki kamarku, tiba-tiba saja ibu mengagetkanku. "Bagaimana urusan kamu, Kei? Apakah sudah beres?"
Astaga ibu ... mengagetkanku saja. Kenapa tiba-tiba muncul seperti itu.
"Iya, Bu. Semuanya sudah beres," jawabku sembari berpura-pura tersenyum.
"Kei, setelah nanti kamu selesai mandi dan ganti baju, cepat ke ruang keluarga ya, Nak. Ibu dan ayah mau bicara sesuatu sama kamu. Penting."
"Baik, Bu."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Call me 'Bang_Momo'
semangat untuk karya barunya thor,, ceritanya bagus dan menarik
2022-02-17
2