"Mas benar. Kei memang masih mempermasalahkan masalah yang waktu itu. Dan yang perlu Mas tahu, Kei dan Mas itu berbeda. Ini masalah hati, Mas. Mas Darren mana bisa mengerti gimana perasaan Kei? Gimana rasanya jadi Kei. Sangat mudah buat Mas Darren melupakan semuanya, tapi itu sangat sulit bagi Kei, Mas. Saat ini saja Kei sedang berusaha sekeras mungkin untuk melupakan Mas Darren. Tapi kenapa, malah Mas Darren sendiri yang selalu muncul di hadapan Kei? Kenapa, Mas?! Kenapa?!!"
Aku membentak di akhir kalimatku, dan seketika itu juga air mataku menetes. Entah kenapa aku menjadi sangat mudah menangis jika mengingat semua masalah yang menggerogoti hati dan pikiranku akhir-akhir ini. Aku tidak sanggup lagi menahan agar air mataku tidak terjatuh di hadapannya.
"Kei, please. Berhenti menangis. Aku melakukan semua ini karena aku ingin memperbaiki hubungan kita kembali. Hubungan yang beberapa bulan ini sempat merenggang. Aku ingin memperbaiki hubungan kita agar kembali seperti sedia kala," jelasnya, tapi aku tidak peduli.
Entah mungkin karena aku sudah terlanjur emosi atau apa, rasanya aku sudah tidak ingin lagi memperbaiki hubunganku dengannya. Karena sepertinya, hal itu hanya akan membuat hatiku semakin sakit.
"Mas Darren please. Kei bisa minta tolong? Tolong biarkan Kei sendiri. Kei ingin menyembuhkan hati Kei yang saat ini sangat rapuh. Jika ibu atau pun ayah bertanya mengenai keadaan atau pun keberadaan Kei, Mas jawab saja dengan jawaban yang masuk akal. Mas Darren nggak perlu menambah beban Mas untuk menjaga Kei. Dan please, berhenti menjadi sosok kakak yang baik untuk Kei, karena itu membuat Kei semakin sakit hati."
...****************...
Setelah kejadian malam itu, kakak tiriku tidak pernah lagi datang menemuiku, apalagi memaksaku untuk tinggal bersamanya.
Beberapa minggu kemudian, aku mendapat kabar kalau pernikahannya akan dipercepat. 2 Minggu lagi mas Darren akan menikahi Felicya, wanita yang dia pacari semenjak 3 tahun yang lalu.
Sejujurnya aku merasa sedih mendengar kabar tersebut. Rupanya setelah hampir satu bulan tidak bertemu dengannya, hatiku ternyata belum sembuh. Rasanya masih saja sama, masih sama sakitnya seperti sebelumnya. Bahkan rasanya, sekarang ini jauh lebih sakit lagi setelah mendengar kabar mengenai pernikahannya.
Sepertinya harapanku untuk bersama Mas Darren sudah pupus dan sirnalah sudah. Tidak ada lagi harapan untuk aku bisa bersama dengan pria yang aku cintai itu. Sebentar lagi dia akan dimiliki oleh wanita lain seutuhnya. Hiks.
Saat aku mendapat kabar bahwa ibu dan ayah akan kembali dari kota AB, aku sendiri yang berinisiatif untuk menghubungi kakak tiriku itu. Aku ingin segera mengemasi barang-barangku dan segera pindah ke rumahnya. Karena kalau tidak, rahasiaku selama ini pasti akan terbongkar. Aku yakin, ibu pasti akan marah karena aku tidak menurut.
📨 Mas Darren, tolong jemput Kei 2 jam lagi. Kei ingin pindah ke rumah Mas sebelum ibu dan ayah sampai di kota ini.
Aku melihat pesanku sudah dibaca olehnya, namun tidak dia balas. Aku bingung, apa dia masih marah karena kejadian waktu itu atau mungkin ... ah, sudahlah. Aku tidak peduli dia mau marah atau tidak. Itu terserah dia. Yang jelas, kalau dia tidak datang menjemputku, aku bisa berangkat sendiri ke rumahnya menggunakan taksi.
Oh iya, aku lupa menjelaskan. Tadi, sebelum aku mengirim pesan whatsapp padanya, aku sudah membuka blokir nomor kontaknya. Jadi dia bisa membaca pesan yang aku kirimkan padanya.
Namun, baru 1 jam berlalu semenjak aku mengirim pesan tersebut, mas Darren sudah sampai di rumah lebih awal. Untung saja aku mengemas barang-barangku lebih cepat dari yang aku perkirakan sebelumnya.
"Kamu mau berangkat sekarang?" tanyanya saat tidak sengaja bertemu denganku di dekat tangga.
Aku mengangguk seraya bergumam, "Hem."
"Sini barang-barang kamu biar Mas yang bawa," ucapnya seraya mengambil alih dua koper berukuran besar yang aku bawa.
Aduh, bisa tidak gaya bicaranya itu di ubah? Dia tidak usah menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'Mas' saat berbicara denganku. Aku lebih suka dia memakai kata 'aku' ketimbang menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'Mas'. Karena kalau begini 'kan kesannya kami berdua ini sangat akrab, padahal sebenarnya tidak. Jujur saja, aku merasa risih dengan gaya bicara mas Darren padaku yang seperti itu.
.
.
Saat dalam perjalanan menuju rumahnya, aku memilih untuk diam dan terus melihat ke arah luar. Aku merasa enggan untuk melirik apalagi menatap wajahnya. Bukan karena aku benci padanya, bukan. Hanya saja, aku masih berusaha keras untuk melupakan rasa cintaku padanya.
Bagaimana dengan keseharianku selanjutnya, tentunya kami akan selalu bertemu setiap harinya?
Ah, itu bisa diatur. Meski pun nantinya kami tinggal satu atap, tapi aku bisa membuat keberadaannya tidak mengusik kehidupanku. Dan sebaiknya, hal ini memang wajib kami bicarakan, seperti sebelumnya.
Begitu kami sampai di rumahnya, mas Darren ingin membawa barang-barangku ke lantai atas, tapi aku langsung mencegahnya.
"Mas, nggak usah. Kei maunya tinggal di kamar tamu yang ada di lantai bawah aja."
"Kenapa, Dek? Di atas itu ada 3 kamar. Kamar Mas, kamar ayah dan ibu, dan yang kosong itu bisa kamu tempati," ucapnya seraya menatapku.
"Nggak usah, Mas. Kei tinggal di lantai bawah aja. Kei capek kalau harus naik turun tangga terus setiap hari," jawabku beralasan. Padahal, di rumahku sendiri kamarku terletak di lantai 2.
"Baiklah, Dek terserah kamu saja. Mas juga tidak bisa memaksa," ujarnya.
Huft. Untungnya mas Darren ini tipe orang yang tidak suka memaksa. Dia menurut-menurut saja apa kataku. Sama seperti sebelumnya, aku memintanya untuk tidak datang menemuiku dan dia benar-benar tidak datang. Dia baru datang saat aku sendiri yang memintanya untuk datang menjemputku. Sejauh aku mengenalnya, dia tipe orang yang tidak suka ribet.
Setelah mas Darren menunjukkan kamarku, aku pun akhirnya menyatakan semua yang ada di dalam pikiranku, bahwa aku tinggal di rumahnya karena aku tidak mau dimarahi oleh ibu. Begitu pesta pernikahannya usai dan aku selesai wisuda, aku akan kembali ke rumahku begitu ibu dan ayah kembali ke kota AB.
"Baiklah, Dek. Mas tidak ada masalah. Tapi bisakah kamu berpura-pura kita berdua ini baik-baik saja di hadapan ayah dan ibu. Mas hanya tidak ingin mereka berdua khawatir dan menganggap Mas tidak becus menjaga kamu," pintanya.
Meski pun berat, tapi mau tidak mau aku harus menyanggupi permintaannya. Setidaknya aku harus bertahan hingga 20 hari ke depannya. Kenapa 20 hari? Karena, 4 hari setelah pesta pernikahan mas Darren dengan Felicya, aku akan wisuda. Dan selepas aku wisuda, ibu dan ayah baru akan kembali ke kota AB.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Defi
kamu bisa kei, ga lama 20 hari 💪
2022-10-08
0
Kim anna
bagus
2022-05-24
1