Bagian 4

Alisha meruntuki sikapnya karena menangis di hadapan lelaki yang tidak di ketahui namanya. Dia sangat malu meski tidak dapat di pungkiri jika perasaannya terasa lega setelah tadi.

"Aku tahu kamu menangis bukan karena itu kan?" Tanya Monik memastikan.

"Hmm.." Alisha mengangguk pelan dengan tatapan fokus ke kaca mobil.

"Kenapa sih?"

"Tidak ada gunanya aku memakai ini. Mas Tama sudah tidak pernah melihatku padahal aku ingin sekali di tegur." Jawab Alisha lirih.

"Bukankah aku sudah pernah bilang begitu Al." Alisha terdiam tidak menjawab namun tiba-tiba saja matanya melebar ketika tidak sengaja dia melihat Tama tengah makan siang bersama Lilis. Wanita paling di benci.

Cukup lama Alisha melihat seluk beluk tentang Lilis. Seorang wanita bersuami, namun rindu akan belaian lelaki karena perkerjaan suaminya yang selalu keluar kota.

Memang benar jika Lilis lebih dulu mengenal Tama. Tapi Alisha tidak menyukai dengan bahasa tubuh Lilis yang terlihat menjijikkan. Di jamah sembarangan lelaki bahkan Tama sendiri sering ketahuan melakukannya.

Perdebatan kerapkali terjadi karena kecemburuan Alisha. Itu semua berhenti ketika Lilis risen dari tempat kerja sehingga Alisha memutuskan untuk risen karena ingin memiliki anak.

Tapi pemandangan yang di lihat tadi membuat hati Alisha bertanya-tanya.

Apa aku salah lihat? Apa benar itu Mas Tama dan Lilis? Bukankah dia sudah risen? Rasa khawatir menjalar, bercampur aduk dengan rasa cemburu yang masih Alisha miliki.

"Aku duluan ya Al. Taksinya sudah ku bayar."

"Eh iya Mon. Hati-hati di jalan." Jawab Alisha terbata sebab fikirannya tertuju pada Tama, suaminya.

Ya Tuhan Lilis... Eluhnya dalam hati.

*********************

Apa yang di lihat Alisha memang benar. Sudah enam bulan lamanya, Tama menyembunyikan berita kembalinya Lilis. Dia tidak ingin mendengar Alisha kembali berisik seperti dulu. Padahal apa yang di lakukan Tama sangat salah. Dia lebih memilih menghabiskan waktu dengan wanita yang di sebutnya sebagai sahabat dan rela mengabaikan istri nya.

"Pulang kerja nongkrong yuk Tam."

"Jangan lama-lama, soalnya aku harus ke rumah Mama." Jawabnya seraya menikmati makan siangnya.

Bukankah lebih baik Tama pulang untuk makan siang. Daripada Harus melakukan hal yang dia tahu akan menyakiti Alisha. Namun Tama terlalu tertutup hatinya untuk bisa sadar, jika semua yang di lakukan adalah sebuah kesalahan.

"Iya sebentar saja kok. Eh coba milikku." Lilis menyendokkan makanan lalu memberikannya pada Tama yang langsung melahapnya." Enak kan Tam." Imbuhnya memegang lengan Tama erat.

"Lebih enak dari makanan Alisha." Canda Tama membuat Lilis terkekeh renyah.

"Dulunya kenapa tidak di tes dulu masakannya." Tentu saja, Lilis malah meniup-niup api kebencian agar bisa terbakar. Dia masih sangat menginginkan Tama yang terlihat tampan meski tidak seberapa tinggi.

"Dia bilang padaku bisa memasak tapi ternyata rasanya sangat buruk." Tama memegang erat sendoknya, mengingat kejadian tadi pagi yang membuatnya muak." Dia bahkan membeli makanan warung padahal dia paham jika aku tidak suka makanan semacam itu." Senyum Lilis kian merekah. Tangan kanannya terulur dan mengusap lembut punggung Tama.

"Mau aku bawakan sarapan besok." Tawar Lilis.

"Memangnya tidak apa?"

"Tidaklah. Daripada kamu marah-marah."

"Aku hanya kesal bukan marah. Uang belanja yang ku berikan juga sudah habis. Ternyata apa yang kamu katakan benar Lis. Alisha itu tidak becus mengelola uang. Untung saja aku kau peringatkan, hingga aku bisa mengatur semuanya agar memiliki simpanan."

Wah wah haha ... Tenyata Tama gampang di kelabui. Jika aku tahu ini sejak dulu. Sudah ku hancurkan pernikahan mu itu!

********************

Motor Eldar masuk ke dalam rumah besar dengan halaman luas. Setiap hari dia harus melakukannya. Datang ke rumahnya sendiri hanya untuk memberikan laporan soal kuliahnya. Jika itu tidak di lakukan, selamanya hidupnya tidak akan baik, karena surat wasiat sang Ayah yang wajib di patuhi.

Tak!!

Eldar meletakan buku di depan lelaki separuh baya yang merupakan sekertaris sang Ayah. Dengan wajah datar dia duduk lalu menatap tajam Abraham yang sedang memeriksa laporan untuk kegiatan kuliahnya kemarin.

"Jika Tuan menurut seperti ini. Saya tidak akan menyuruh para ajudan untuk memantau kegiatan Tuan."

Eldar yang berwatak baja, terkenal sangat badung, melawan orang tua sejak kepergian Mamanya beberapa tahun silam. Dia menyalahkan kematian Mamanya pada Ayahnya yang tidak pernah ada waktu hingga Mamanya meregang nyawa.

Sejak hari itu. Eldar sulit di atur. Hidup semaunya sendiri bahkan tidak segan-segan memukul sang Ayah jika memang perlu. Rasa sakit yang di torehkan sangat dalam hingga dia membenci dunia bisnis dan tidak ingin kuliah.

Aku tidak ingin menjadi lelaki semacam Ayah!!

Dan hukuman pun di jatuhkan. Semua fasilitas di cabut bahkan uang jajan pun tidak di beri.

Awalnya Eldar bersih kukuh mempertahankan egonya. Namun kekuasaan Ayahnya yang mengakar membuatnya tidak bisa berbuat apapun.

Sulit mencari perkerjaan, tidak di terima di manapun hingga membuat Eldar kelaparan dan memutuskan untuk pulang.

Eldar meminta pengampunan saat sang Ayah sudah jatuh sakit karena terlalu memikirkannya.

Maafkan Ayah El. Ayah tidak bermaksud mengabaikan keluarga. Ayah melakukan ini juga hanya untuk kalian. Agar kalian tidak harus merasakan kesulitan seperti apa yang Ayah rasakan dulu. Ayah menyesal.. Sangat menyesal..

Ayah Eldar terisak dan tubuh yang hanya menyisakan tulang dan kulit. Eldar menatapnya tanpa ekspresi. Ada rasa sesal saat dia melihat kenyataan tentang keadaan Ayahnya sekarang.

Ternyata aku tidak ada bedanya dengan dia. Aku mengabaikan Ayah kandungku hingga dia sekarat..

Hari itu kali terakhir Eldar melihat sang Ayah. Setelah kepulangannya, Ayahnya merenggang nyawa dengan senyuman yang membingkai karena kata maafnya telah Eldar terima.

Namun kenyataannya, itu belum selesai. Eldar harus di hadapan dengan surat wasiat gila yang harus di lakukan agar dia bisa menikmati fasilitas nya lagi.

Eldar harus menamatkan kuliah, agar harta Ayahnya bisa jatuh ke tangannya. Jika dia mundur, hidup buruk akan mengintai sebab sebelum meninggal sang Ayah sudah menyiapkan semuanya. Tujuannya tidak lain hanya ingin Eldar menjadi penerusnya.

Lupakan soal wasiat itu!! Bukankah aku memang pewaris tunggalnya?

Maaf Tuan. Ini bukan masalah lupakan atau melupakan. Ini masalah janji dan kepercayaan. Saya sudah berjanji pada Almarhum untuk menyelesaikan misi ini hingga Tuan siap untuk memimpin. Jangan melawan, itu tidak akan berguna jika memang Tuan ingin hidup dengan baik-baik saja.

"Hm aku boleh pergi kan!!" Eldar mengambil lagi buku dan memasukkannya ke dalam tas.

"Silahkan Tuan, bawa ini bersama Tuan." Abraham menyodorkan sebuah ATM.

"Apa ini?"

"Kuliahnya sudah hampir selesai. Jadi sesuai janji hukuman di renggangkan. Ada sekitar 50 juta di situ. Tapi ingat, jika Tuan kembali membangkang. ATM itu akan kembali saya ambil." Eldar mengambil ATM itu cepat lalu melangkah pergi tanpa berterimakasih." Syukurlah, Tuan Eldar sudah menjadi lebih baik sekarang." Gumamnya menatap hangat ke arah Eldar yang mulai menaiki motornya.

**********************

Alisha menunggu dengan wajah gelisah. Jam menunjukkan pukul tujuh malam tapi Tama tidak juga kelihatan batang hidungnya, sebab Tama memang masih berada di rumah Ibunya setelah menghabiskan waktu bersama Lilis.

"Kapan istri mu hamil lagi Tam."

"Tidak tahu Ma."

"Padahal sudah dua tahun tapi kok sulit sekali dapat momongan." Eluh Mama Rita menginginkan keturunan dari Tama, anak laki-laki tertuanya.

"Hm padahal Kak Al sudah tidak berkerja." Sahut Wina, Adik Tama.

"Bilang padanya untuk tidak terlalu capek dan stres agar bisa cepat hamil." Mama Rita tidak sadar jika akibat dari keinginannya untuk setiap hari bertemu Tama, membuat Alisha merasa stress hingga dia sering menghabiskan waktu di luar rumah bersama Monik.

"Sudah Ma. Mungkin mandul." Jawab Tama asal.

"Jangan sampai mandul lah. Tidak berguna sekali jika seperti itu."

"Kenyataannya begini Ma. Dia juga selalu marah kalau aku mampir ke Mama seperti ini. Cemburunya itu sudah kelewatan." Runtuk Tama malah membicarakan hal yang tidak-tidak.

"Kamu tegur lah Tam, dia juga besok jadi Ibu. Masa Mama tidak boleh ketemu sama anaknya sendiri."

Satu paket lengkap sebab Mama Rita juga memiliki fikiran sama seperti Tama. Dia sama sekali tidak memikirkan bagaimana perasaan menantunya yang harus setiap hari di abaikan oleh suaminya sendiri.

"Aku pulang ya Ma. Takut di omeli." Tama berdiri dan mencium punggung tangan Mama Rita.

"Kalau di omeli, tidak perlu pulang. Kamu menginap saja di sini."

"Eh tunggu Kak. Antar aku ke mini market sebentar ya." Sahut Wina memang selalu merepotkan Tama meski dia memiliki suami.

"Oke ayo."

Tama kembali membabat habis waktu untuk Alisha, hingga motornya baru terparkir tepat pukul delapan malam. dia kembali tidak suka, dengan raut wajah kesal Alisha sekarang tanpa menyadari kesalahannya.

"Bagus sekali Mas." Sapa Alisha ketus.

"Apa lagi sih? Baru datang sudah di omeli!" Jawab Tama seraya memarkir motornya." Lalu kemana motormu?" Tanyanya saat tidak melihat motor Alisha yang biasanya terparkir di samping motornya.

"Di bengkel."

"Kenapa bisa!!"

"Aku tidak tahu. Bukankah biasanya Mas Tama yang mengservis nya?"

"Astaga! Mengandalkan aku lagi! Kau tahu kan aku sibuk berkerja! Seharusnya kau yang membawanya ke bengkel! Jangan hanya bisa memakainya saja!!" Alisha tidak bergeming, hatinya kembali sakit karena Tama tidak pernah puas menuntutnya untuk bisa mandiri. Apalagi kata-kata yang di lontarkan begitu kasar hingga langsung kembali mengiris hatinya berulang-ulang." Kalau sudah rusak begini, kita harus mengeluarkan uang lagi untuk memperbaiki." Dadanya begitu sesak hingga tarikan nafas berat berhembus seiring dengan maniknya yang mulai berkaca-kaca.

"Hm biar aku yang memikirkan uang untuk itu."

"Memang itu tanggung jawab mu sebab kau yang memakainya setiap hari!!" Tunjuk Tama kasar.

"Apa Lilis kembali ke perusahaan itu." Pertanyaan dari Alisha membungkam mulut Tama. Raut wajahnya berubah panik sebab kebohongannya akan terbongkar." Aku melihatmu bersamanya tadi." Imbuh Alisha lirih tidak terdengar.

"Jika iya kenapa? Apa aku bisa melarang? Kau kan tahu aku hanya staf biasa di sana." Jawab Tama berkilah.

"Sejak kapan Mas?" Tanya Alisha mulai mengeluarkan bulir air mata. Sifatnya yang pencemburu tentu membuat hatinya luar biasa sakit.

"Untuk apa sih? Bukankah kamu tahu jika aku hanya berteman saja, tidak lebih."

"Aku tidak suka. Kamu masih ingat kan? Lilis itu sudah bersuami dan kenapa kamu masih ingin berteman dengannya." Tama meliriknya malas, dia bosan melihat Alisha menangis dan menangis seperti sekarang.

"Astaga Al! Teman saja apa salahnya."

"Cara berteman kalian tidak wajar. Kalian terlalu bebas dalam bersentuhan."

"Kau saja yang terlalu kaku." Tunjuk Tama kasar.

"Aku." Alisha menunjuk dadanya sendiri." Hm bagus sekali." Dia menatap tajam Tama sebentar kemudian pergi daripada harus berbicara pada Tama yang selalu menganggap dirinya benar.

Alisha mengambilkan makanan untuk Tama meski rasanya dia begitu kesal sekarang. Baginya, melayani tetap jadi kewajiban sekalipun mereka sedang berdebat.

Karena terlalu kesal, Alisha menjadi lupa untuk bertanya. Dia meletakan nampan pada meja di mana Tama duduk.

"Aku sudah makan." Alisha menarik nafas panjang, mengambil lagi nampannya tanpa berkomentar lagi.

Tentu saja sudah makan. Sia-sia aku membuat semua ini!! Batinnya berkecamuk, menahan sesak di dadanya. Semua makanan di buang begitu saja dan meletakkannya sedikit keras hingga terdengar suara benda saling berbenturan.

"Kau kenapa sih?" Tanya Tama berdiri di ambang pintu dapur.

"Entah kenapa Mas." Alisha membasuh kedua tangannya lalu mengelapnya dan pergi keluar dapur melewati Tama begitu saja.

"Marah karena aku ke Mama, pulang malam dan makan di sana." Alisha tidak bergeming. Dia membereskan tempat tidur dan ingin segera beristirahat." Bukankah itu enak. Kau bisa berhemat dan tidak perlu memasak. Lalu, kau bisa bebas berkeliaran dengan temanmu itu." Alisha menoleh dan kembali memperlihatkan tatapan tajamnya.

"Itu karena kamu tidak pernah ada di rumah Mas."

"Aku kerja."

"Apa pulang selarut ini?" Tama terdiam tapi bukan ingin mengakui kesalahannya namun memikirkan bagaimana cara bisa memojokkan Alisha.

Setiap kali perdebatan, Tama tidak mau ingin di salahkan. Baginya semua yang di lakukan sangat benar dan semua yang di lakukan Alisha salah.

"Wina memintaku tolong mengantar ke mini market sebentar jadi aku kemalaman." Jawaban Tama semakin membuat kepala Alisha mendidih.

"Sekarang terlihat. Jika kau lebih mementingkan keluargamu daripada aku istrimu!" Air mata kembali tumpah. Hati Alisha semakin sakit mendengar suaminya dengan senang hati mengantarkan Adiknya tanpa perlawanan. Sementara dia sendiri di tuntut untuk mandiri.

"Itu Adikku."

"Aku istrimu!! Adikmu bahkan memiliki suami! Kenapa dia tidak menyuruh suaminya dan merepotkanmu." Nada bicara Alisha meninggi, di sertai isakan tangis yang sudah tidak terbendung lagi.

Bukannya minta maaf. Mata nakal Tama malah memandangi tubuh Alisha berulang kali. Dia mengakui jika tubuh istrinya paling indah tapi keegoisannya membuatnya tidak bisa menghargai miliknya dengan baik.

"Sudahlah sayang. Jangan marah-marah terus." Rajuknya dengan suara berubah lembut. Alisha yang sudah hafal dengan perangai buruk Tama, langsung menghindar dengan cara keluar dari kamar." Mau kemana?" Tentu saja tangan Tama mencegahnya.

"Ke kamar mandi." Jawab Alisha tertunduk.

"Ke sini dulu aku mau bicara." Tanpa perlawanan, Alisha di giring Tama duduk di pinggiran ranjang. "Tadi Suami Wina tidak ada, jadi terpaksa aku mengantarkannya." Alisha masih tidak bergeming dan menunduk. Dia enggan melihat wajah Tama apalagi kini Lilis kembali berkerja. Itu membuat perasaan Alisha khawatir, tidak tenang dan takut jika Lilis masih seperti dulu.

"Hm iya." Jawab Alisha singkat.

"Masih tidak percaya?" Alisha kembali diam hingga Tama mulai meraba paha Alisha.

"Singkirkan tanganmu Mas. Aku tidak berselera." Tolak Alisha masih dengan suara lembut. Bagaimana bisa berselera jika Tama terus menyayat hatinya lagi dan lagi.

"Lalu aku harus menyentuh siapa sayang?" Rajuk Tama tidak di respon.

Ingin rasanya Alisha menyingkirkan tangan Tama dengan kasar. Tapi apa daya, dia masih memiliki fikiran waras dan harus melakukan kewajibannya sebagai istri.

Meski tanpa hati, Alisha kembali membiarkan Tama menyentuh tubuhnya malam ini. Wajahnya tidak berekspresi, tatapannya terasa kosong, padahal Tama sedang bergerak di atasnya. Dia bahkan sangat jijik dan ingin menendang Tama jika mampu. Namun Alisha tidak melakukannya hingga Tama mendapatkan pelepasannya.

Grooooook Grooooook Groooookkkk

Dengkuran keras terdengar begitu nyaring memenuhi ruangan. Dengan langkah lemah, Alisha memungut lagi dasternya lalu memakainya. Malam ini dia kembali tidak puas seperti malam-malam sebelumnya.

Apa Mbak Lilis masih sama seperti dulu.. Fikirnya dalam hati seraya mencoba tidur tapi rasa cemburunya membuat matanya engan menutup.

Matanya membulat, ketika tiba-tiba suara kasar Eldar melintas. Alisha kembali memikirkan kejadian memalukan tadi, hingga dia harus menangis di hadapan lelaki asing.

"Dia belum menghubungiku." Alisha duduk lalu meraih tas kecilnya dan mengambil ponsel dari sana. Hanya ada pesan dari Monik untuknya.

💌Aku lupa memberitahu karena kejadian tadi. Em katamu kau cari perkerjaan. Kamu mau bantu-bantu menjaga kantin di sebuah kampus.

Senyum Alisha merekah membaca itu. Dia sangat ingin berkerja karena Tama sudah tidak bisa di andalkan. Alisha tidak ingin lagi menerima umpatan karena uang belanja yang selalu kurang.

💌Mau Mon. Sampai sore saja kan kerjanya.

💌 Iya. Sesuai pesanan hehe. Nanti ku kirimkan alamatnya. Kamu bisa datang ke sana besok.

💌 Terimakasih Mon.

💌 Sama-sama.

Jika sudah berkerja.. Aku berjanji tidak akan lagi memakan uang Mas Tama...

~Bersambung

Terimakasih dukungannya 🥰😍

Terpopuler

Comments

Lenina

Lenina

keluh..bukan eluh..

2023-01-28

0

Lenina

Lenina

risen..

2023-01-28

0

zee

zee

aduh kenapa sifat tama mencerminkan sifat suamiku.

2022-03-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!